Lihat ke Halaman Asli

Soeharto, Penganut Ilmu Kejawen Taat dan Perginya Wahyu Keprabon

Diperbarui: 25 Juli 2020   23:01

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tirto.id

"Piye kabare? Enak jamanku toh?..."

NARASI atau kalimat pertanyaan berlatar bahasa Jawa tersebut, akhir-akhir ini mulai kembali melekat di benak warga masyarakat tanah air.

Tak usah aneh, sebab kehadiran narasi yang dianalogikan kalimat pertanyaan dari mantan Presiden RI ke-2, Soeharto, kerap nongol di beragam media. Baik itu angkutan truk, Angkutan Umum, bahkan stiker-stiker yang ditempel di sembarang tempat.

 Ada yang menganggap, hal tersebut diciptakan untuk "politik nostalgia". Masudnya, demi menggugah kembali memori masyarakat tanah air pada kejayaan masa pemerintahan Presiden Soeharto.

Bukan hanya itu, narasi tersebut ada pula yang menilai untuk menyiratkan sebuah perbandingan antara keadaan pada masa orde baru dengan kini ketika reformasi menjadi keyakinan bangsa Indonesia.

Tak sedikit yang meyakini, kala jaman orde baru harga sembako masih sangat terjangkau alias murah dan prilaku premanisme menurun drastis, berkat kehadiran penembak misterius (Petrus). Intinya, narasi tersebut merupakan simbol kondisi kenyamanan dan rasa aman di masa lalu.

Iya, sebagaimana kita ketahui, Presiden Soeharto adalah presiden yang paling lama berkuasa di tanah air. The Smiling General berkuasa hampir selama 32 tahun. Mulai tahun 1967 hingga di lengserkan pada tahun 1998 silam oleh gerakan aksi massa dan mahasiswa. Untuk kemudian gerakan aksi massa besar-besaran tersebut dikenal sebagai gerbang menuju era reformasi.

Bertahan lamanya kekuasaan Soeharto tentu saja bukan tanpa dasar. Dalam mengendalikan pemerintahannya, pria kelahiran Kemusuk, 8 Juni 1921 itu tak lepas dari kekuatan tentara. 

Banyak kolega-koleganya semasa di militer ditempatkan pada posisi atau jabatan strategis. Diantaranya adalah Maraden Panggabean yang pernah dijadikan Menteri Pertahanan dan Panglima ABRI, serta Umar Wirahadikusumah dijadikan Wakil Presiden. Dan, tentunya masih banyak lagi.

Selain tak bisa lepas dari lingkungan militer. Demi mengokohkan kekuasaannya, Soeharto juga menjadikan partai politik  di tanah air sebagai "bonekanya".

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline