Benar bila artikel ini terlambat ditulis. Namun saya kira, impian 100 persen merdeka takan pernah pudar walau Agustus berakhir. Saya akan memulai tulisan ini dengan perdebatan dua tokoh bangsa yang sangat berpengaruh di masanya dan bahkan hingga kini.
Saat kunjangan ke Bayah Banten di tahun 1942, Soekarno dibuat berang oleh pertanyaan kemerdekaan dari salah satu pekerja romusha.
"Kalau saya tiada salah bahwa kemenangan terakhir akan menjamin kemerdekaan Indonesia. Artinya itu kemenangan terakhir dahulu dan di belakangnya baru kemerdekaan Indonesia? Apakah tiada lebih cepat bahwa kemerdekaan Indonesia-lah kelak yang lebih menjamin kemenangan terakhir," tanya pria bertopi mandor onderwing yang diketahui bernama Ilyas Hussein.
"Buktikanlah jasa kita lebih dahulu! Berhubung dengan banyaknya jasa kita itulah kelak Dai Nippon akan memberikan kemerdekaan kepada kita," balas Soekarno
Tak cukup puas dengan pertanyaan Soekarno, Iliyas Husen membalas, "semangat untuk membela naik dengan adanya hak nyata yang sudah ada di tangan. Dengan ditetapkannya hari kemerdekaan Indonesia maka rakyat Indonesia akan berjuang mati-matian untuk membela dan mempertahankannya."
Mendengar pernyataan tersebut, Soekarno dengan geram berdiri dan berbicara lantang namun masih pada pendirian yang sama.
"Kalau Dai Nippon sekarang juga memberikan kemerdekaan kepada saya, maka saya tiada akan terima" balas Soekarno
Adegan perdebatan antara Ilyas Hussein dan Soekarno ini terekam dalam buku Harry A Poeze, penulis paling otoritatif tentang Tan Malaka, Pergulatan Menuju Republik, terbitan Grafiti Pers.
Pada bukunya Harry menyebutkan, Ilyas Hussein adalah Tan Malaka. Pejuang yang selama ini menghilang dikejar-kejar tak hanya dinas intelijen Hindia Belanda (PID) atau Kempeitai Jepang, tapi juga semua aparat penjajah termasuk Inggris dan Amerika.
Pemenuhan Hak Lahir Batin
Tan Malaka sendiri lahir di Nagari Padam Gadang, Sumatra Barat pada 2 Juni 1897 dengan nama asli Sutan Ibrahim. Semasa hidupnya Tan menghabiskan waktunya selama 20 tahun sebagai orang pelarian. Berpindah dari satu negara ke negara lain, semakin membuka pikiran Tan akan kebrutalan penjajah dan arti kemerdekaan sesuangguhnya.