Lihat ke Halaman Asli

Di Balik Polosnya Anak Remaja

Diperbarui: 9 Agustus 2016   22:34

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi Istimewa

Remaja acap kali dilabeli dengan anak yang polos, yang bertindak secara tempramental. Saat mendengar kata remaja, seringkali kita beranggapan bahwa mereka adalah anak-anak yang masih bau kencur dan tak tau apa-apa. 

Remaja dalam bahasa Inggris disebut dengan "teenager" yang artinya manusia berusia belasan tahun, dimana di usia tersebut merupakan perkembangan untuk menjadi dewasa. Menurut Psikologi remaja merupan masa peralihan dari anak-anak menuju dewasa, dengan kategori usia 12 sampai 21 tahun. Kategori tersebut berdasarkan pembagian Remaja awal (12-15 tahun), Remaja Pertengahan (15-18 tahun) dan Remaja akhir (18-21 tahun) - untuk lebih jelanya lihat belajarpsikologi

Ketidakstabilan perilaku selalu ditunjukan oleh remaja awal dan remaja pertengahan, terkhususnya remaja pertengahan (15-18 tahun). Hal ini terjadi karena di usia tersebut, remaja umumnya mencari pengakuan oleh teman sebayanya, tujuannya adalah kebanggaam semu sesaat atau untuk pamer.

Bukan sebuah mitos, hanya untuk mendapatkan pengakuan tersebut remaja cendrung melakukan hal-hal yang melanggar aturan norma yang berlaku di Indonesia. KPAI (Komisi Perlindungan Anak Indonesia) mencatat hingga 17 Juli 2016 kejahatan yang dilakukan oleh anak dengan kategori konflik sosial/ peperangan sebanyak 1.450 kasus. Wilayah yang paling besar tinkat kejahatannya adalah Jakarta Utara dengan 134 Kasus, diikuti oleh Jakarta Pusat 128 kasus dan Bekasi 119 kasus. 

Kejahatan Remaja

Kasus kejahatan yang dilakukan oleh remaja, terutama pembunuhan selalu berakar dari hal yang sepele dan korbannya kebanyakan teman akrab dan teman main pelaku. Masih ingat dengan kasus pembunuhan di depan pasar modern Jakarta Timur pada 5 Oktober 2014? Tiga pelajar Rio Santoso (15), Ikhwan (16) dan M. Febriansyah, membunuh temannya Chairul (16) pelajar SMK Mercusuar dengan cara menggorok lehernya. 

Dalam situs resmi KPAI disebutkan pula kasus yang terjadi di Cisauk, Tanggerang dimana dua anak dibawah umur menjadi geng spesialis pencurian motor dan di Pamulang anak di bawah umur juga menjadi spesialis pencurian rumah mewah. 

Menurut Catatan Komnas HAM sebagaimana yang dikutip dari tempo dimana sepanjang tahun 2014, laporan kejahatan yang dilakukan oleh anak-anak masuk ke lembaganya sebanyak 1.851 pengaduan. Angka tersebut meningkat dibandingkan dengan tahun 2013 yang hanya 730 kasus. Hampir 52 kasus tersebut adalah pencurian, yang kemudian diikuti lagi oleh kasus kekerasan, pemerkosaan, Narkoba, Judi, serta penganiayaan. 

Sedangakan catatan lain yang dihimpun oleh Pusat Anak Berhadapan Dengan Hukum Komnas ada sekitar 2.879 kasus yang dilakukan oleh anak. Menariknya adalah mayoritas pelakunya adalah laki-laki yaitu sebanyak 2.627 (91%) sedangkan perempuan sebanyak 252 atau hanya sekitar 9%, tulis tempo.com.

Menurut Arist Merdeka Sirait yang adalah Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia, bahwa faktor terbesar yang membuat bertambahnya kejahatan yang dilakukan oleh anak atau remaja adalah kurangnya penegakan hukum oleh aparat Kepolisian. Dia menilai rata-rata kejahatan yang dilakukan oleh anak hanya ditanggapi oleh Polisi sebagai kenakalan remaja dan anak. Padahal ada beberapa kasus yang pada akhirnya menyebabkan kematian. 

Catatan lain juga dilakukan oleh IPW (Indonesia Police Watch). Mereka mencatat selama bulan Mei hingga Oktober 2014, setidaknya telah terjadi 6 kejahatan sadis yang dilakukan oleh anak. Pertama kejadian pada tanggal 10 Mei 2016, dimana Yakobus Yunusa (14) dibacok oleh Alis di ciracat, Jakarta Timur. Empat hari berselang (14/5/2014) di Bekasi, Bambang (16) membunuh seorang remaja yang tidak diketahui identitasnya. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline