Salah satu sebagai syarat utama untuk meciptakan suasana kehidupan yang haromonis dan damai adalah menghormati perbedaan. Sebagaimana pada peta politik yang terjadi di Indonesia pada akhir-akhir ini dimana saya memandangnya sebagai bentuk dari indahnya berhinneka tunggal ika, walau berbeda tapi satu tujuan.
Pola pikir yang harus dewasa harus kita gunakan, berbeda itu lumrah, berbeda itu wajar dan berbeda itu manusiawi. Alamiah..
Sebagaimana dulu ketika kita sekolah pernah ada pelajaran yang bernama PMP (pendidikan moral pancasila). Dimana dalam pelajaran ini mengandung kebijakan yang sarat akan perbedaan.
Guru pada pelajaran PMP tersebut selalu dan selalu terus menerus mengulang-ulang agar kita dapat menekankan bahwa Perbedaan adalah suatu anugerah dan kekayaan Bangsa yang kita miliki.
Tidakah orang Indonesia itu dikenal dengan gaya bahasa yang sopan, santun dan memegang teguh nilai ketimuran?
Oleh karena itu tidak perlu diperdebatkan tidak perlu dipermasalahkan dan tidak perlu saling menudutkan setiap problem yang ada ditengah kita.
Memaksakan kehendak orang lain agar sama dengan pola pikir kita, itu sangat bertentangan dengan nilai-nilai yang terkandung dalam UUD 1945.
Maka dari itu Ayah saya sering mengingatkan dalam sebuah nasehat bijak. Yakni, jangan pernah menasehati orang yang sedang jatuh cinta. Pamali..
Baik cinta kepada Rasulullah Saw, cinta kepada Tokoh, atau pun cinta kepada seorang gubernur. Termasuk saya yang sedang jatuh Cinta Pada Kompasiana.
Sekali lagi, perbedaan adalah lumrah. Dari sikap baik dan benar saat menanggapi perbedaan dapat dikatakan kategori sikap yang ditunjukan oleh tingkat kematangan pada emosional seseorang.
Sebagaimana yang kita ketahui bersama bahwa ditengah pandemi yang kian mencekik leher ini, muncul satu Isu dari kebijakan dari pemerintah terkait Upah Minimum Provinsi (UMP).