Seorang Ayah di dalam rumah tangga sudah tentu memimpin rumah tangga. Yakni mencari nafkah demi anak istrinya adalah tugasnya seorang Ayah sebagai tanggung jawab utama.
Mencari nafkah setiap hari demi anak istrinya yang hanya mengandalkan bekerja sebagai buruh atau petani akan mengalami kesulitan yang lebih berat ketimbang yang lain.
Sudah tentu berat, apa lagi di masa pandemi saat sekarang ini di mana sebagian pekerja kantor terkena dampak dari pandemi covid-19 sehingga diberhentikan dari kerjanya. Namun itulah hidup. Roda berputar berjalan.
Sebagai kepala keluarga wajib mencukupi kebutuhan istri dan anaknya. Apa pun pekerjaan itu akan dilakukannya demi ekonomi agar kelangsungan hidup dapat dijalaninya.
Banting tulang memcari nafkah. Kaki jadi kepala dan kepala jadi kaki, seperti itulah ibarat orang mengatakan, Bagi mereka para buruh seperti petani, tukang becak, tukang bangunan serta yang lainnya.
Seorang Ayah ketika sedang dalam keadaan makan di tempat kerja pun masih memikirkan anaknya. Terkadang tukang becak ketika dapat bingkisan atau makanan berupa nasi, tidak serta merta dimakan. Akan tetapi disisihkan untuk anaknya.
Hal ini pernah saya jumpai sendiri dengan bapak pengayuh becak kala itu sebelum dirazia sekitar tiga tahunan yang lalu, di jalan plumpang semper jakarta utara. Yang mangkal di tepi jalan.
Terperangah saya dibuatnya dan terenyuh. Ketika saya tugas dengan tiga teman lainnya dalam rangka jumat berkah dengan bagi-bagi makanan dari RT kelurahan setempat.
"Buat anak saya dirumah kasihan belum pernah makan enak kayak gini.." ujar bapak ini setelah menerima nasi kotak dari tim saya.
Lalu saya bertanya tinggal di mana bapak dan anaknya berapa. Bapak tersebut menjawab ada tiga yang satu cewek yang dua cowo. Dan nasi tersebut yang disisihkan menurut bapak tukang becak ini untuk anaknya yang cewe.
"Karena dia cewe sendiri dan bontot sedang yang kedua adalah kakaknya yang sudah gede.." Jawabnya.