Lihat ke Halaman Asli

Samdy Saragih

Pembaca Sejarah

Menilai Keprajuritan Tono

Diperbarui: 24 Juni 2015   19:12

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Olahraga. Sumber ilustrasi: FREEPIK

Bersyukurlah Ketua Umum KONI Tono Suratman sudah pensiun sebagai prajurit TNI. Jika masih prajurit dia pasti berkeyakinan bahwa pengunduran diri Rahmad Darmawan sebagai pelatih timnas U-23 tahun lalu adalah sebuah sikap pembangkangan. Saat itu RD mengundurkan diri padahal kemampuannya sebagai pelatih masih dibutuhkan oleh negara.

Dalam dunia militer kepatuhan pada atasan menjadi harga mati. Dalam situasi darurat perang, seorang prajurit bahkan bisa dijatuhi hukuman mati. Sekalipun alasan dia membangkang berdasarkan nilai-nilai kebenaran, tapi dalam dunia militer disiplin dan kepatuhan tidak bisa ditawar-tawar. Hal ini juga ditekankan oleh TNI dalam Sumpah Prajurit dan Sapta Marga untuk "taat kepada atasan dengan tidak membantah perintah atau putusan".

Bisa dikatakan Tono Suratman dulu orang yang menugaskan RD untuk melatih timnas U-23. Saat itu ketika Nurdin dipecat oleh FIFA, maka KONI lewat Satlak Prima yang dipimpin Tono mengambil alih timnas U-23 untuk menghadapi SEA Games. Pada awalanya sempat terjadi perselisihan dengan Riedl yang ngotot menangani timnas U-23 sesuai dengan kesepakatan kontrak (dengan Nirwan Bakrie?).

Tapi kemudian PSSI di bawah Djohar Arifin yang baru terpilih menyelamatkan muka Tono dan RD. Kontrak Rield langsung diputus, dan timnas senior ditangani oleh Wim Rijsbergen yang dibantuk RD. Kolaborasi mereka berdua menuai sukses di babak Pra Piala Dunia yang meloloskan Indonesia ke fase grup. Jalan RD di timnas U-23 kian lapang karena PSSI lewat Komek sepakat dengan keputusan KONI yang memilih RD.

Timnas U-23 kemudian mendapat kalungan medali perak, medali pertama sejak 1997. Tapi bersamaan dengan itu PSSI dirongrong oleh segelintir pihak yang menggugat pemutusan kontrak Rield dan promosi enam tim secara "gratis". Seperti kita tahu ujung-ujungnya adalah pecahnya kompetisi. PSSI kemudian melarang pemain liga tandingan ikut timnas, tentu untuk menyelamatkan muka dan wibawa mereka. Tapi yang menyedihkan bagi PSSI adalah Rahmad Darmawan yang harusnya berterima kasih kepada PSSI malah balik badan dan bergabung dengan klub ISL.

Setahun lalu banyak orang di kompasiana yang mengejek tindakan RD tersebut. Seperti biasa timbul pulalah cacimaki dan hinaan dan bahkan ada yang meragukan kemampuan RD. Tapi tak kalah banyak juga yang memuji-muji sikap RD yang bersedia mundur sehingga patut dijadikan teladan dalam kepemimpinan politik.

Pengalaman mesra Tono-RD ini ingin dilanjutkan lagi oleh Tono yang kini naik pangkat sebagai Ketum KONI. Bagi Tono pengunduran diri RD setahun lalu bukan dirasa pembangkangan terhadap dirinya. Pengunduran diri RD adalah kepada dan karena PSSI. Kita sudah dengar berita tentang rencana KONI mengambil alih timnas U-23 dan berencana menempatkan RD sebagai pelatih.

Dari sudut olahraga dan profesionalisme ini sah-sah saja. Yang menjadi persoalan adalah apakah sikap Tono dapat dikatakan bijak? Satu setengah tahun lalu barangkali iya. Saat itu keadaan memang memungkinkan karena kevakuman PSSI. Yang lebih menguntungkan lagi PSSI juga setuju dengan pilihan KONI.

Tapi sekarang situasinya berbeda. PSSI tidak vakum dan sudah ada pelatih tetap yang menangani timnas U-23 yakni Aji Santoso. Lagipula Aji bukan pelatih kemarin sore dan tidak sedang mengemban tugas ganda sebagai pelatih timnas senior. Ini berbeda ketika zaman Riedl dulu yang juga pelatih timnas senior.

Jika waktu itu menurut aturann FIFA Satlak Prima intervensi, maka segera intervensi itu direstui dengan keputusan Komek. Sekarang, KONI bisa dikatakan melakukan intervensi karena keputusan mereka tidak melalui Komek PSSI.

Barangkali perdebatan soal hukum akan panjang. Tapi jika ditinjau dari sisi etika pun wacana KONI sudah keliru. Dikatakan keliru karena KONI telah mengadu domba dua pelatih profesional. Bagaimanapun Aji Santoso pasti tersinggung karena kemampuannya diremehkan. Padahal dengan tim seadanya, dia berhasil membawa timnas tampil lumayan di kualifikasi Piala Asia U-22. Sebuah keberanian yang patut dipuji.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline