Lihat ke Halaman Asli

Samdy Saragih

Pembaca Sejarah

Batak Kaya

Diperbarui: 26 Juni 2015   17:29

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Sebagai salah satu suku bangsa di Indonesia, suku bangsa batak telah melahirkan banyak sumber daya manusia yang telah memberikan yang terbaik bagi bangsa ini, seperti halnya suku-suku bangsa lainnya. Tapi, orang batak terkenal memiliki spesialisasi bidang tertentu. Hal itu bisa disebabkan oleh karakter orang batak sendiri maupun memang karena minat.

Misalnya saja bidang hukum yang banyak digeluti orang batak selain misalnya dunia militer. Tapi kesamaan umum juga menjangkit orang batak. Apa? Menjadi birokrat. Mereka merasa dengan menjadi PNS atau karyawan suatu perusahaan sudah merupakan pencapaian luar biasa. Akibatnya jarang ditemukan orang batak yang menjadi wiraswastawan sukses dan terkenal.

Tapi, baru saja saya membaca kompas.com. Di situ ditampilkan daftar orang kaya terbaru. Dan salah satau orang kaya itu menyandang salah satu marga batak, sitorus. Martua Sitorus. Saya sudah cukup lama mendengar nama itu. Pengusaha sawit di Sumatera Utara.

Fenomena adanya orang batak menjadi pengusaha yang kaya raya bisa dijadikan contoh bagi generasi muda batak khususnya agar tidak hanya merencanakan karir sebagai birokrat. Sekolah tinggi-tinggi ke universitas mapan di Pulau Jawa yang menjadi dambaan orang tua tidak perlu lagi menjadi keharusan.

Pada dasarnya terdapat filosofi dalam kehidupan orang batak. Orang batak menjadi bahagia hidupnya jika mendapatkan apa yang disebut: Hagabeon (anak), Hasangapon (kedudukan mulia), dan Hamoraon (kekayaan). Mengenai keturunan itu sangat penting terutama anak lelaki sebagai penerus marga dan keluarga. Sedangkan 2 yang terakhir bisa berkorelasi langsung maupun tidak.

Dulu, kedudukan mulia umumnya diperoleh dengan menjadi tetua adat semisal datu (batak simalungun). Tapi, seiring masuknya agama luar ke tanah batak posisi terhormat biasa digantikan oleh posisi mereka di agama tersebut. Misal bagi Protestan dengan menjadi penatua, atau pengurus gereja. Sedangkan bagi yang Islam dapat menjadi guru agama.

Khusus terhadap hamoraon, seprti yang sudah saya sebutkan sebelumnya, tidak didapat kebiasaan yang lazim pada orang batak mencapainya dengan berwiraswasta. Orang batak yang tinggal di tanah asal orang batak yang biasanya petani merasa "kaya" jika bisa menjadi birokrat dan merantau ke daerah lain. Makanya jarang pengusaha yang sangat kaya dari suku batak.

Semoga dengan adanya orang batak yang masuk sebagai salah satu orang terkaya di dunia bisa dicontoh. Apalagi orang batak sangat bangga ketika ada seseorang yang terkenal dengan embel-embel marga di belakang namanya. " Masuk IPB-lah biar kau jadi seperti Bungaran Saragih yang menjadi menteri pertanian'" kata orang tua saya ketika Bungaran Saragih menjadi menteri pertanian. Saya yakin itu juga terjadi di marga-marga lainnya.

Saya teringat apa yang dikatakan oleh pengusaha sukses Ciputra bahwa menjadi pengusaha itu bukan bakat. Kalau selama ini banyak penguasaha terkenal identik dengan suku/etnis tertentu, itu memang karena mereka sedari awal sudah diajarkan bagaimana mencapai sesuatu dengan kerja keras. Orang batak dan lainnya perlu juga menimbang-nimbang saran Ciputra itu. Sebab semakin banyak pengusaha, semakin banyak pula orang kaya, yang akan mengangkat negara kita dari kemiskinan.

Hanya demi bangsa ini kita berbuat!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline