Lihat ke Halaman Asli

Samdy Saragih

Pembaca Sejarah

Malari 2009

Diperbarui: 26 Juni 2015   18:27

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Tanggal 15 Januari akan mengembalikan memori kita kepada peristiwa yang terjadi pada tahun 1974 di tanggal yang sama. Malapetaka Lima Belas Januari yang ditandai oleh kerusuhan di ibukota Jakarta akibat provokasi yang dilakukan oleh Hariman Siregar beserta kawan-kawannya itu oleh banyak kalangan disebut "titik balik otoriternya Soeharto". Soeharto yang sebelumnya menikmati bulan madunya dengan mahasiswa, berbalik bercerai dengan mereka.

Tuan Tanaka, sang tamu yang  seharusnya disambut dengan meriah kok malah diganggu dengan kerusuhan? Tak apalah, yang penting si Soemitro, jendral gendut  itu menjadi korban. Jabatan yang sama (Pangkopkamtib) tidak menyebabkan Soeharto dulu mundur ketika terjadi pembantaian yang jauh lebih tidak manusiawi terhadap manusia Indonesia yang dituduh terlibat G30S/ (terpaksa digarismiringkan) PKI. Kebesaran Soemitro kah sebagai Perwira? Atau dia dalam posisi yang di bawah angin?

Sekarang sudah 36 tahun peristiwa tersebut. Tokoh malari, Hariman Siregar masih segar bugar dan tetap menjadi aktifis pinggiran yang tidak mendapat posisi apa pun di pemerintahan, seolah dia ditakdirkan untuk terus begitu.  Dia tetap kritis terhadap pemerintah. Tidak berkurang, walau sudah pernah mendekam di penjara ketika presiden sekarang masih letnan dua.

Dalam dunia pergerakan mahasiswa hingga kini, peristiwa malari 1974 adalah salah satu hari "suci" bersama-sama 28 Oktober, sekitar 1966, dan Mei 1998. Selalu dibanggakan bahwa peran mahasiswa begitu besar dan mampu membuat perubahan sebagai identitas mahasiswa yang ‘agent of change'. Benar ada perubahan pada pada 1974 itu yang membuat Soeharto menjadi otoriter.  Tapi mahasiswa yang doktriner itu lupa bahwa kekerasan yang menimbulkan korban jiwa dan harta juga terjadi. Hampir jarang mahasiswa yang objektif menyebut   efek bawaan "perubahan" yang menimbulkan kekerasan ini. Tentu itu bisa diimaklumi mengingat pinsip ‘melupakan kesalahan, mengingat kebaikan' yang dianut dan masih akan terus dianut hingga kita bangga melakukan kesalahan.

Sekarang kita melihat sejenak adakah "malapetaka" lain yang terjadi di tanggal ini, 15 januari 2009? Apakah sanggup menyamai tahun 1974 itu ? Atau malah kita tidak menganggap penting sedikit pun? Logis, sebab setiap tanggal memiliki "kebesarannya" sendiri!




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline