Lihat ke Halaman Asli

Samdy Saragih

Pembaca Sejarah

Gatot Melilit Jokowi

Diperbarui: 18 Juni 2015   05:30

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Tidak ada yang menarik dalam penetapan pasangan Jokowi-JK sebagai pemenang Pilpres 2014 oleh KPU hari ini. Jikapun ada yang sedikit luar biasa, itu adalah "penarikan diri" pasangan Prabowo-Hatta dari Pilpres 2014.

Justru yang paling menarik bagi saya hari ini adalah sinyal yang dikirim Presiden Susilo Bambang Yudhoyono kepada calon penggantinya. Sebuah pesan yang membuat pesta kemenangan Jokowi-JK hanya bisa dinikmati sesaat. Setidaknya, bagi segelintir orang yang berada di belakangnya.

Pesan itu adalah Letnan Jenderal TNI Gatot Nurmantyo.

Sangat jelas, pencopotan Budiman sebagai Kepala Staf TNI AD mengandung unsur politis. Meski Istana membantah, namun semua orang bisa merasakan. Ada anggapan bahwa muatan politis itu karena Budiman berpihak kepada Jokowi-JK.

Tampaknya unsur politis ini agak lemah. September nanti Budiman akan tetap diganti, masih dengan tandatangan SBY. Lagipula, jika benar Budiman diganti karena membela Jokowi, peluangnya mendapat jabatan pada pemerintahan mendatang besar, karena dia dianggap mengorbankan jabatan.

Menurut saya, pergantian Budiman merupakan "proyek" jangka panjang SBY dalam pemerintahan penggantinya.

Gatot saat ini menjabat Panglima Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat (Pangkostrad). Latar belakangnya adalah prajurit baret hijau tulen, seperti SBY.

Selama masa pemerintahan SBY, saya perhatikan hampir semua jenderal bintang empat (KSAD maupun Panglima TNI) berlatar belakang Kostrad. Hanya Pramono Edhi Wibowo, sang ipar, yang berlatar belakang Kopassus. Sementara jenderal lainnya seperti Djoko Santoso, Agustadi Sasongko, George Toisutta, Moeldoko, berlatar belakang Kostrad. Sedangkan Budiman merupakan perwira Zeni.

Perjalanan karir Gatot hingga menduduki posisi KSAD tampak dipersiapkan betul oleh SBY. Jadi saya tidak percaya sama sekali dengan pernyataan bahwa Panglima TNI Moeldoko-lah yang mengusulkan pergantian KSAD.

Bahkan ketika Gatot "keselip lidah" dengan mempertanyakan demokrasi-sesuatu yang diagung-agungkan SBY-tidak ada teguran berarti dari Presiden kepada juniornya itu. Bisa dikatakan, Gatot merupakan salah satu anak emas SBY.

Dalam sistem komando, hubungan istimewa ini diterjemahkan sebagai loyalitas. SBY bukan sekedar panglima tertinggi yang harus dipatuhi, tapi kesetiaan itu juga dipertahankan ketika sudah menjadi presiden emeritus, mantan presiden.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline