Lihat ke Halaman Asli

Istriku, Mari Kita Tidur

Diperbarui: 26 Juni 2015   02:38

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_126508" align="alignleft" width="300" caption="foto sbg ilustrasi semata, dr google dg kata kunci "][/caption] Masa kanak-kanak yang penuh peluh kebahagiaan tak terasa sudah berlalu, demikian juga dengan masa remaja dimana disetiap harinya penuh pesona lewat sudah, kini kita semua sedang berada dalam sebuah periode hidup yang sebenarnya. Aku ingat sekali saat SD dan SMP dulu bapak ibu guru sering berkata “anak-anak.., kalian adalah generasi penerus..generasi masa depan..kalian adalah pemimpin”, dan seterusnya. Nah, sekarang inilah ternyata masa depan yang pernah di sebutkan dulu kala itu, kita adalah generasi penerus yang sedang menjalani masanya. Ada yang sudah menjadi dokter dengan ratusan pasien yang sudah sembuh lewat tangan dinginnya atas izin Alloh, ada yang menjadi pegawai pajak yang telah berhasil menghimpun milyaran potensi penerimaan negara, dan sebagainya..dan sebagainya. Lelah kita di sore hari kini bukan lagi peluh lelah karena seharian bermain-main, melainkan karena seharian beribadah di dunia pekerjaan. Sore memang pelabuhan dermaga sandar atas kelelahan kita, namun di lain sisi sore adalah terminal pemberangkatan atas kehidupan berkeluarga kita. Seringkali sore hari menjadi saat dimana kita benar-benar bertemu dengan suami atau istri dan anak-anak, bercengkrama, berbagi hati menjalankan fungsinya masing-masing. Jadi sebisa mungkin jangan nodai sore hari dengan kusutnya wajah dan ketertutupan dada sebagai tempat bermanja kepala-kepala mungil hanya karena merasa kita sudah bekerja sempurna dan layak bermanja. Kita punya jadwal, namun di lain pihak anak-anak juga punya kemauan, serta pasangan hidup memiliki hak-hak; biarkan semua menjadi serasi dengan keterbukaan. Sore habis, lalu datanglah malam.., malam yang gelap namun tidak sepenuhnya gulita. Ada banyak pernik yang menggoda kita untuk tetap terjaga yang akhirnya terbiasa dan menjadi insomnia. Tidak tidur cukup seringkali akan memperburuk pagi keesokan harinya. Tidurlah di saat kita memang harus tidur, nasehatilah pasangan hidup kita untuk tidur cukup. Bila nasehat saja tak cukup maka keluarkan saja jurus pamungkasnya, anda lebih mengerti bahwa tak lama setelahnya ia akan lelap, dan insyaAlloh ini berpahala. Mungkin tak ada salahnya saat di setiap malam kita tak kuasa melawan gemerlapnya malam.., maka di malam itu kita berlaku seolah kita ini pengemis yang optimis. Yaitu orang yang tak punya harta apa-apa di malam harinya selain pasangan hidup dan anak-anak, dan harta iman serta kepasrahan. Hal ini mengingatkanku akan sebuah syair lagu Bapak Ebiet G. Ade yang berjudul NASEHAT PENGEMIS UNTUK ISTRI DAN DOA UNTUK HARI ESOK MEREKA, kurang lebih begini syairnya.. Istriku, Marilah kita tidur Hari telah larut malam Lagi sehari kita lewati Meskipun nasib semakin tak pasti Lihat, anak kita tertidur menahankan lapar Erat memeluk bantal dingin Pinggiran jalan Wajahnya kurus, pucat Matanya dalam Istriku, marilah kita berdoa Sementara biarkan lapar terlupa Seperti yang pernah ibu ajarkan Tuhan bagi siapa saja Meskipun kita pengemis pinggiran jalan Doa kita pun pasti dia dengarkan Bila kita pasrah diri, tawakkal Esok hari perjalanan kita Masih sangatlah panjang Mari tidurlah, lupakan sejenak Beban derita, lepaskan La la la la la la la dengarkanlah nyanyi La la la la la la la dari seberang jalan La la la la la la la usah kau tangisi La la la la la la la nasib kita hari ini Tuhan, selamatkanlah istri dan anakku Hindarkanlah hati mereka Dari iri dan dengki Kepada yang berkuasa dan kenyang Di tengah kelaparan Oh! hindarkanlah mereka dari iri dan dengki Kuatkanlah jiwa mereka Bimbinglah di jalanMu Bimbinglah di jalanMu. Syair itu selera, dan menurut seleraku syair tersebut indah walau seluruh pilihan katanya menggunakan diksi sederhana. Sang Pengemis menasihati istrinya untuk tawakkal dan pasrah, lalu berdoa..dan berangkat tidur; dan kemudian Alloh menganugrahi pagi. Ah, panjang sekali curahan rasaku pagi ini; sudah dulu ah.. menjelang jam delapan pagi biasanya bayiku bangun. Mari kita semua tidak bosan-bosannya berdoa..semoga hari-hari kita penuh dengan Cahaya Alloh..penuh dengan Hidayah-Nya. Mungkin di antara teman-teman ada yg beruntung sudah mendapatkan cahaya.., namun cahaya lilin..tak ada salahnya bukan berdoa memohon cahaya petromak yang lebih terang..yang cahayanya terjaga dari tiupan angin karena ada kaca bening yang mengelilinginya. Begitu seterusnya...karena petromakpun tak lebih terang dari lampu 10 watt, lampu 10 watt kalah terang oleh seratus buah lampu 10 watt, dan lampu 10 watt kalah oleh pemadaman; maka berdoalah pula semoga kita memiliki hati yang lunak..hati yang berjendela terbuka yang siap menerima nasehat dari siapa saja, dari pengemis sekalipun ^^. salam cahaya, samboga.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline