Lihat ke Halaman Asli

Sela setia

Gadis Pemalu

Salah Tafsir Akbar Faisal terkait Kemarahan Presiden Joko Widodo

Diperbarui: 2 Juli 2020   12:30

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

foto : nasional.republika.co.id

Kemarahan Presiden Joko Widodo dalam rapat kabinet di Istana Negara, Jakarta, Kamis (18/6) lalu, ditafsirkan bermacam-macam oleh banyak kalangan setelah menonton rekaman rapat yang ditayangkan oleh akun Youtube Sekretariat Presiden pada Minggu (28/6) kemarin.

Sebagian pihak menilai, kemarahan Presiden Jokowi itu merupakan sinyal kuat akan adanya pergantian menteri di kabinet (baca: reshuffle). Sebab dalam pernyataannya Presiden menyebut akan membubarkan lembaga atau mengganti menteri jika langkah extraordinary tidak segera diambil.

Perbincangan seputar itu pula yang akhirnya mewarnai acara Indonesian Lawyer Club (ILC) yang dipandu oleh Karni Ilyas. Pembahasan tentang reshuffle kabinet ini menghadirkan sejumlah narasumber, di antaranya, Akbar Faisal, Effendi Gazali, Faisal Basri, Ali Mochtar Ngabalin, dan Sujiwo Tejo.

Akbar Faisal dengan lantang mengatakan bahwa menteri-menteri saat ini kurang koordinasi. Sehingga kesannya Presiden tidak mendapat dukungan dari para pembantunya.

Selain itu, Akbar Faisal juga membeberkan, bahwa kualitas menteri pada periode ini sangat tidak berbobot dibanding susunan kabinet pada periode pertama.

Oleh karena itu, dirinya meminta Presiden untuk tidak segan-segan melakukan reshuffle kabinet. Bahkan kalau perlu separuh dari menteri saat ini diganti.

Pernyataan Akbar Faisal ini sebenarnya lebih mirip sebagai ungkapan politisi dibandingkan sebagai pengamat politik yang jernih. Pasalnya, dia membicarakan kinerja para menteri tanpa satupun indikator yang terukur.

Seharusnya dia mengomentari performa seorang pejabat publik seyogianya dilandasi oleh pengukuran yang jelas. Karena kinerja itu bisa dikuantifikasi. Bisa diriset.

Jika tanpa itu, maka penilaian biasanya hanya berdasarkan suka atau tidak suka (like and dislike). Kalau ini yang dikedepankan, maka tak bisa diterima akal sehat bila dia menyebut para menteri bobrok.

Sederhana saja untuk membantah Akbar Faisal, ucapan yang ia lontarkan itu ukurannya apa?

Oleh karena itu, ungkapan Akbar Faisal itu lebih mirip politisi yang sedang mencari panggung, alih-alih obyektif. Mungkin dalam pikirannya, siapa tahu dia bisa mendapatkan celah, atau minimalnya, dapat untung jika ada menteri yang tersandung.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline