Lihat ke Halaman Asli

Lingkungan Alam, Terbuat Atau Nubuat?

Diperbarui: 24 Februari 2016   23:47

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“Aku tahu bahwa segala sesuatu yang dilakukan Allah akan tetap ada untuk selamanya; itu tak dapat ditambah dan tak dapat dikurangi; Allah berbuat demikian, supaya manusia takut akan Dia.” – Pengkhotbah 3 : 14


Kejadian alam merupakan sesuatu yang memang sudah direncakan atau sudah dinubuatkan oleh Tuhan. Tapi apakah kejadian alam yang saat – saat ini ada disekitar kita juga demikian? Masih adakah diantara kita yang berpikir bahwa kejadian radioaktif pada wilayah Hiroshima dan Nagasaki adalah perbuatan Tuhan? Atau masih adakah diantara kita yang menyangka bahwa kejadian seperti “Lumpur Lapindo” dan banjir –banjir yang terjadi di Ibu Kota Indonesia adalah perbuatan dan kehendak Tuhan? Lalu, apa yang bisa dilakukan oleh manusia agar dapat memberbaikinya?

Lingkungan alam adalah ekosistem yang dari sejak mulanya, disusun dengan sangat sistematis dan sangat terorganisir oleh Tuhan sendiri. Melalui bertambahnya ilmu dan keberadaan teknologi serta pengetahuan maka, manusia sebagai makhluk yang paling sempurna di alam ini mengambil tanggungjawab untuk membuat keadaan lingkungan alam yang lebih baik lagi.

Namun apakah semua yang dilakukan oleh manusia benar dalam membangun alam ini? Kenyataannya, setiap manusia memiliki potensi keserakahan dan ketamakan akan sumber daya alam yang besar. Tidak dapat dipungkiri, keadaan lingkungan bumi tidak lagi menjadi prioritas tiap – tiap orang. Hanya karena reputasi dan kekuasaan banyak manusia yang mengorbankan lingkungan ini menjadi lebih tidak nyaman untuk ditinggali bersama.

Dalam komunikasi yang simbolis, antara manusia dan alam telah memaparkan bahwa manusia akan mengerti apa yang alam inginkan dan sebaliknya demikian. Hal ini akan terjadi, berdasarkan efek tindakan yang dibuat oleh pihak yang paling berkuasa, tentu saja adalah manusia. Pada kenyataannya, manusia tidak dimengerti akan tindakan mereka dan bahaya yang mereka timbulkan bagi kehidupan kelangsungan manusia serta alam yang mereka rusak. Banyaknya hal yang menjadi penghambat dalam komunikasi antara manusia dan alam kemudian, disalah – artikan sebagai kehendak Yang Maha Kuasa. Dia dijadikan pembelaan diri atas perbuatan manusia yang serakah dan mementingkan diri sendiri.

Pada artikel sebelumnya, telah dibahas mengenai Teori komunikasi lingkungan yang merupakan salah satu teori mengenai lingkungan sosial, alam dan manusia. Dalam teori tersebut dapat dideskripsikan sebagai pembelajaran yang mulidisiplin. Menurut Robert Cox (2010 : 13), keberadaan teori komunikasi dan lingkungan, tidak hanya membahas mengenai sistem ekologi pada bidang sains saja namun, ikut membahas mengenai perdebatan publik, representasi media, situs web dan percakapan antar publik yang biasa terjadi, course dan penelitian yang ditunjukan khusus untuk lingkungan disekitar kita. Jadi, teori ini bukan hanya sekedar pengetahuan bagi mereka kalangan pelajar dan profesional bidang sains namun, terapan bagi kalangan pelajar atau profesional bidang lainnya juga.

Sebelumnya, banyak kerusakan lingkungan yang dinyatakan sebagai tujuan dari keselamatan Nasional, salah satunya kejadian bom atom di Hiroshima dan Nagasaki, Jepang. Kejadian tersebut diungkapkan sebagai suatu sarana teknis dalam usaha menyelamatkan bangsa namun, sarana ini nyatanya telah banyak menimbulkan kerusakan lingkungan yang parah dan tidak bisa ditanggulangi keadaanya (Hardin, Garrett. 1968). Dalam beberapa upaya memperbaiki wilayah seperti Hiroshhima dan Nagasaki, maka beberapa manusia yang menjadi ahli dalam bidang sains, komunikasi dan beberapa bidang ilmu terapan lainnya menemukan beberapa cara untuk membangun kembali alam yang menguntungkan semua pihak.

Keadaan yang telah dijelaskan pada paragraf sebelumnya, menjadi sesuatu yang menarik untuk diketahui lebih lanjut, karena baik manusia dan alam sama – sama menggunakan bahasa atau interaksi simbolis untuk menyamakan hakekat kehidupan yang seutuhnya. Menurut Garrett (1968), upaya manusia untuk dapat berinteraksi dengan alam dinyatakan dalam beberapa hal, diantaranya :

  1. Memaksimalkan Makhluk Hidup
    Merupakan salah satu upaya yang diperkirakan dapat mengembalikan keadaan seperti Hiroshima dan Nagasaki lebih hidup dan layak ditempati. Populasi yang akan dimaksimalkan tentu saja bukan hanya manusia, namun makhluk hidup lainnya. Seperti tumbuhan, hewan dan organisme – organisme yang akan mengimbangi ekosistem dan kinerja hidup layak untuk ditinggali bersama – sama. Dalam artikelnya, Garrett (1968) menyatakan bahwa populasi yang optimal bukan kurang dari maksimum tapi, dapat mencapai solusi yang stabil untuk suatu generasi dan dapat dipersuasi kepada generasi selanjutnya nanti.
  2. Menyadari Komponen Positif dan Negatif
    Sebagai makhluk yang rasional, manusia akan mulai menghitung dan mempertimbangkan apakah lingkungan mereka layak atau tidak. Dalam proses menuju hal tersebut, logika manusia harus diseimbangkan antara komponen positif dan negatifnya. Jika, diumpamakan bahwa Komponen Positif memungkinkan diri manusia untuk berpikir fungsi dari peningkatan satu makhluk hidup yang ada disekitar mereka. Komponen Negatif yaitu, keadaan manusia yang menyadari bahwa terlalu banyak makhluk hidup disekitar mereka. Komponen Ngeatif, agar memperkecil kecenderungan untuk membunuh atau menghilangkan nyawa makhluk hidup lainnya, maka manusia harus beranggapan bahwa utilitas negative tidak akan mengambil wilayah dan kekuasaan mereka.
  3. Polusi
    Kesadaran akan bahaya lingkungan yang dapat ditimbulkan oleh keadaan teknologi dan zaman yang semakin pesat. Polusi dalam berbagai bentuk, seperti yang ada disekitar manusia : asap, kebisingan, air, limbah kimia, limbah rumah sakit / garmen / rumah makan bahkan radioaktif. Manusia harus dengan bijak menggunakan semua perangkat dan alat untuk memperkecil kerusakan yang dapat ditimbulkan kembali di alam sekitar mereka.
  4. Moralitas dan Hati Nurani
    Merupakan bagian yang sangat penting untuk dapat mencapai ekosistem yang majemuk juga terorganisir antara manusia dan lingkungan alamnya. Moralitas diperlukan untuk dapat mengontrol tindakan manusia dapat bertindak sedangkan, hati nurani digunakan dalam pengambilan keputusan untuk menjadi pengetahuan dan resume kejadian hidup yang telah dialami oleh manusia sebelumnya. Resume kejadian akan membantu manusia untuk berpikir dalam menjalani tindakannya terhadap alam dan lingkungannya.
  5. Pengakuan Saling Ketergantungan
    Menurut Garrett (1968), hal ini adalah satu – satunya cara manusia untuk dapat melestarikan dan memelihara kebebasan dirinya dan makhluk hidup selain dirinya adalah melepaskan kebebasan untuk berkembang biak dan pengakuan akan kebutuhan. Pengakuan ini pada akhirnya akan dapat menghentikan segala kejahatan lingkungan dan membuat ekosistem yang lestari dan apa adanya.

Pada akhirnya, manusia sebagai makhluk yang paling berwenang di bumi menjadi ahli waris untuk menjaga dan melestarikan lingkungan alam yang layak dihuni dan ditempati oleh setiap makhluk hidup. Manusia menjadi yang paling berwenang harusnya, dapat membuat kita sadar mengasihi alam bukan hanya dengan mengaplikasikan teknologi dan ilmu saja, namun dapat menjadikan keduanya selaras dalam membangun lingkungan alam yang lebih baik kedepannya.

Komunikasi simbolis diharapkan menjadi dasar agar setiap kita, tidak lagi memilih bahwa alam ini Terbuat atau Nubuat, karena pada dasarnya kita lah yang paling berhak menjaga dan bertanggungjawab atas semua ciptaan- Nya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline