Lihat ke Halaman Asli

Mirah

Diperbarui: 26 Juni 2015   11:20

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

"Pasar VII, besok ku ambil alih," kata Jenal dingin.

Bagi Kha, ancaman suksesi serupa sayat bagi daging: tak cukup mengusik untuk membuatnya panik. Kalau bukan karena alasan yang melatari tato baru di lengan kirinya, Kha masih serius memungut lalat nahas dalam gelas berisi bir. Tapi ia hentikan itu, lantas melanggar tabu bikinannya sendiri, melunak kepada sesama preman.

"Tak usah bikin ribut. Begini, kuberi kau lokasi parkir yang sebelah Timur."

Jenal nekan-nekan puntung rokok ke dalam asbak lalu beranjak pergi. Ia berpesan kepada Kha di balik punggungnya.

"Aku bukan meminta tapi ‘kan mengambil-alih, semua. Jam 12 nanti malam kutunggu kau di gang Sentosa. Kita main, sampai habis."

Krak! Gelas pecah dalam genggaman Kha. "Anjing," desisnya.

***

Malam tegak. Klakson kendaraan dan mesin butut becak bikin semrawut. Gerombolan punk jalan sambil tertawa-tawa, menyalip-nyalip perempuan yang berdiri di sepanjang trotoar. Aroma lipstik membaur dengan sate dan bakso. Seseorang menyimak berita lewat radio transistor dalam becak yang lagi parkir.

***

"JENAL!"

Penghuni rumah kiri kanan gang Sentosa mengunci pintu dari dalam. Televisi dimatikan. Dari gelap, Jenal meloncat ke tengah jalan, menghadapi Kha yang berada delapan meter di depannya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline