Lihat ke Halaman Asli

Syamsiah

Trainer

Nyoman Lebaran

Diperbarui: 24 Juni 2015   09:34

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tidak seperti biasanya, lebaran kali ini yang mengajukan cuti lebih awal justru teman kami yang beragama Hindu, Nyoman. Kemudian diikui oleh Jefri yang beragama Kristen. Lalu Made, yang juga Hindu. Unik memang, yang mengambil cuti Idul Fitri lebih awal justru bukan yang merayakannya.

Jatah libur selama dua minggu memang benar-benar kami manfaatkan. Libur kami memang lebih panjang dari libur para pegawai negeri umumnya. Kami sedang berada dalam proses pendidikan kedinasan selama tujuh bulan sejak April hingga November 2013. Jadi, kami pun mendapat jatah libur layaknya anak sekolah.

Apalagi, konsekuensi pasca liburan amatlah berat: seabreg tugas, evaluasi, dan ujian kompetensi untuk memperoleh sertifikat dari BNSP. Dari pengalaman yang sudah-sudah, selalu saja ada sejumlah peserta didik yang tidak lulus ujian. Karenanya, libur lebaran benar-benar kami manfaatkan dengan sebaik mungkin.

Nyoman kembali ke Kolaka, Sulawesi dalam rangka bertemu keluarganya. Ia juga bertemu sebagian tetangganya yang sebagian besar muslim. Di Kolaka, memang sudah lama terjalin toleransi yang begitu kuatnya antara umat Hindu dengan Muslim. Nyoman pun ikut berlebaran.

Serupa tapi tak sama dengan Nyoman, Made pulang ke kampung halamannya, Bali. Bali yang mayoritas dihuni ummat Hindu juga sudah sejak lama terjalin kerukunan dengan ummat Muslim. Bahkan sampai-sampai di Bali ada tempat ibadah khusus untuk seluruh ummat beragama dalam satu bangunan yang sama, yaitu Pusat Peribadatan Puja Mandala yang terdapat lima rumah ibadah dalam satu kompleks, Nusa Dua, Bali.

Maka adanya peristiwa bom Bali yang bahkan sampai berulang untuk kedua kalinya, sungguh-sungguh tidak hanya melukai ummat Hindu dan Kristen, tapi juga melukai ummat Islam. Bom Bali benar-benar membuat ummat Islam disudutkan dan dipandang sinis di mana pun ketika berada di Bali.

Jefri yang Kristen pun punya alasan yang sama saat mudik ke kampung halamannya di Medan: berkumpul bersama keluarga di kampung halaman. Sama halnya dengan Bali dan Kolaka, Medan juga didominasi ras melayu yang mayoritas Muslim. Dalam sehari-hari, Jefri juga dikenal sebagai ummat Kristen yang amat toleran dengan ummat lainnya.


Jefri juga pernah bertanya soal ihwal awal Ramadhan dan Syawwal yang selalu berbeda di antara ummat Islam. Saya coba jelaskan duduk perkara sebab-musababnya, ikhwal rukyat dan hilal yang dipakai NU-Muhammadiyah, dan alasan mereka yang sama-sama kuat. Tidak seperti ummat Kristen yang suka mencari-cari kelemahan ajaran Islam, Jefri bisa menerima dengan baik penjelasan yang diberikan. Pertanyaan yang diberikan tidak pernah menyudutkan. Jefri hanya bertanya hal yang ia rasa tidak dimengertinya.

Kesempatan liburan bagi kami memang kesempatan yang amat langka. Dan ketika diberikan jatah libur lebaran sampai dua minggu, maka tak terkecuali kami manfaatkan dengan sebaik mungkin. Maka libur lebaran pun jadi milik bersama.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline