Lihat ke Halaman Asli

Kamu yang Kutunggu

Diperbarui: 20 Februari 2020   20:56

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

Aqila adalah gadis kecil yang hanya memiliki cita-cita mulia. Mungkin sebagian orang ini dianngap sepele, tapi menurutnya ini adalah hal yang luar biasa yang bisa menyembuhkan berbagai luka. Ya... cita-citaku hanya ingin melihat orang-orang disekelilingku tersenyum bahagia ketika akusangat bermanfaat dikehidupan mereka. Simpelnya adalah dengan keadaanku yang seperti ini, aku ingin membantu semua orang sebisaku. Tak ingin meminta imbalan, tapi hanya satu yang dipinta doakan semoga keluargaku dan aku bisa sehat terus agar bisa terus membantu lebih banyak orang lagi. Memiliki orang tua yang separuh memang tak mudah bagi aku. Bayangkah burung saja memiliki 2 sayaptapi ketika satu sayapnya hilang burung pun tak bisa terbang bebas untuk  apa yang dia mau. Akupun tak mau seperti burung, aku ingin tetap semangat untuk menggapai cita-citaku meskipun aku tak punya Ayah lagi. Ada satu hal yang aku ingat pesan Ayah sebelum meninggalkan Ibu dan aku. Ia hanya ingin aku menjadi orang yang bermanfaat bukan hanya untuk keluarga tapi unuk orang lain diluar sana yang membutuhkanku dan ia ingin Ibu memberi dukungan semangat dan doa yang tulus serta terus membimbing agar langkahku  kedepannya bisa lancer. Itulah mengapa aku punya cita-cita yang sangat sederhana.

Selain itu, pesan Ayahku jangan pernah khianati teman tetapi jangan ketergantungan dengan teman. Mungkin Ayah menginginkan aku berada di lingkungan yang sehat. Makannya entah kenapa aku selalu didekatkan dengah sahabat yang bener-bener mementingkan solidaritas. Sedikit sahabat lebih nyaman dibandingkan banyak teman yang semuanya palsu. Aku memiliki 2 orang sahabat namanya Ayudia dan Azkia,merekalah yang selalu menemaniku, menyemangatiku bahkan sekalinya aku kena musibah merekalah yang selalu stay sampai keadaannya kembali normal. Sebaliknya ketika mereka sedang terkena musibah, aku turut menemani mereka.

" Aku akan berlaku
 Seperti  cermin bagimu,
apapun yang kau
 lakukan padaku itu
 yang  ku lakukan padamu "

Awal  masuk SMP teman-teman mulai beragam dari yang egois, pemalu, so menjadi penguasa dan lain-lain. Menurutku aku berada di tengah-tengah mereka karena aku akan menyesuaikan dengan mereka tapi tidak untuk hal yang buruk. Bukannya labil tapi aku harus paham bagaimana mengkondisikan semuanya agar aku bisa diterima di lingkungan sosial dan menjadi tau bagaimana cara beradaptasi dengan orang yang berbeda sifatnya dengan kita. Ditambah aku itu orangnya sangat pengamat. Kalau ada orang belum kenal denganku, pasti aku dibilang sombong dan egois saat pertama kali bertemu. Tetapi, ketika sudah mengenal lebih dalam, mereka yang bilang aku egois akan berbanding terbalik dengan apa yang mereka nilai. Mereka akan bilang Aqila ternyata kamu berbeda pada saat pertama kali aku bertemu kamu. Kamu orangnya sangat baik dan murah senyum, fleksibel juga kalau kamu lagi ngobrol sama teman. Kamu orangnya nyaman buat diajak curhat tidak heran Ayudia dan Azkia sangat betah ketika sedang berada dengan kamu. Sepertinya bayangan cita-citaku akan terwujud.

Aku sangat menginginkan menjadi psikolog. Karena menurutku happy ajah ketika mendengar curhatan orang lain dan yang lebih happy ketika aku bisa membantu memberikan solusi kepada mereka yang curhat dan masalah mereka benar-benar selesai. Jadi ingat pesan Ayah yang terealisasikan memang dari hal kecilpun bisa membantu orang lain. Intinya bantulah orang lain sebisa apapun dan sekecil apapun hal yang mau dibantunya. Tapi memang tak lepas atas izin Allah SWT semua akan baik-baik saja seberat apapun masalahnya.

Kelas 7 semester 2, seorang cowo namanya Reza yang berusaha mendekatiku mulai semakin terlihat. Tapi  masuk kelas 8 kita tak sekelas lagi dia pun mulai menjauh. Sampai pada kelas 9 dan kita sekelas lagi  dia sudah berbeda. Pada saat itu memang aku tidak berpikiran untuk sampai "pacaran" tapi ngerasa ada yang berbeda saja ketika aku memiliki sahabat laki-laki. Aku ingin mengulik sifatnya dia, perlakuan dia seperi apa tapi sayangnya pindah kelas lah yang membuat kita tak berdekat  lagi dan  ketika disatu kelaskan lagi pun dia sudah punya pacar. Aku sama sekali tidak merasa apa-apa ketika dia mempunyai teman wanita yang lain dan prinsip ku dibawa santai saja. Tak bertahan lama dia meninggalkan wanita itu dengan alasan dia super over protektif dan Reza merasa tak nyaman dengan hal itu. Iyahlah dia orangnya senang dengan kebebasan tapi tak sampai melewati batas. Reza orangnya humble, punya pemikiran yang luas dan sopan dihadapan wanita. Dia pun tak  suka dengan wanita yang ngomongnya kasar sekalipun berbahasa sunda kasar.

Reza orangnya sangat  rapi dia sering menegurku karena memang aku itu orangnya sedikit berantakan. Contohnya ketika memakai barang apapun aku tidak mau mengembalikannya ke tempat asal sebelum pekerjaan itu selesai. Tapi menurut Reza itu berantakan dan seharusnya ketika kita memakai barang  kembalikan dulu ke tempat asalanya ketika kita akan memakainya kembali baru diambil lagi dan itu membuat kita menjadi disiplin ketika memakai barang. Memang bagus caranya tapi menurutku itu cape 2 kali tapi memang rapi sih... aku tak merasa tersinggung ketika di tegur oleh orang lain toh semuanya demi kebaikan kita nantinya.

Akhir cerita kelas 9 ditutup dengan cerita yang indah menurutku dan menurut kedua orang sahabatku. Di satu sisi kita sesekolah lagi di sekolah yang diimpikan yaitu SMA 1 Pelita Harapan. Itu adalah sekolah favorit yang diinginkan banyak orang tapi Alhamdulillah Ayudia dan Azkia bersama aku bisa masuk disekolah favorit itu. Di sisi lain hubungan aku dengan Reza semakin dekat ya.... bisa dibilang pacaran. Masa iya Ayudia dan Azkia saja keluar SMP udah punya pacar masa aku masih jomblo hehe. Tapi sayangnya aku dengan Reza tak sesekolah lagi, meskipun begitu aku tak lupa bahwa ada hal penting yaitu cita-cita yang perlu digapai untuk menjadi seorang psikolog. 2,5 tahun lamanya aku dan Reza pacaran danketika putus pun secara baik-baik aku yang meminta duluan sebab disiti aku bepikir bahwa sejauh apapun jodoh kita tapi ketika Allah SWT berkata dekatkan pada akhirnya didekatkan kembali.

Aku menelepon Reza untuk menemuiku dan  Reza ketika mendengar kabar itu dia sangat senang karena memamng 1 bulan kita sudah tak bertemu. Jam 1 siang dia sudah sampai dan aku sudah menunggunya.awalnya biasa lah basa basi dia menanyakan kabarku bagaimana, di sekolahku apa punya teman cowo baru, tapi aku memberhentikan semua pertanyaan itu. Aku sangat to the point orangnya, aku langsung bilang Reza lebih baik kita gapai impian kita dahulu dan aku pun ingin focus pada sekolah dulu. Aku tidak ingin terganggu sedikit pun dan aku tidak ingin mengganggu kamu. Kamu pun punya cita-cita  ingin menjadi dokter dan aku sangat mendukung akan hal itu. Muka Reza memerah  dia hanya bilang intinya kamu mau sama aku? Dengan tegas aku menjawab YA. Dia spontan menjawab ingat aku tidak akan mencari wanita lain dan aku yakin jodohku itu adalah kamu. Akupun menjawab kalau memang yang terbaik seperti itu aku terima aku akan selalu mensupport apa yang dilakukan sama kamu. Tak aada satu katapun yang terlontar dari mulut  dia, dia langsung meninggalkan ku sendirian di tempat itu. Tidak lama kemudian dia menghampiriku dan bilang izinkan aku terakhir kali ini mengantarkan kamu sampai rumah, ya jawabku.

Di perjalanan aku diam dan menangis sedangkan Reza focus untuk mengendarai motor. Aku berpikir tentang apa yang dia ucapkan tadi, apa benar dia bisa menahan hatinya untuk aku? Sampai nantipun aku tidak yakin akan hal  itu, jika itu bertolak belakang dengan apa yang dia ucapkan tadi, aku memang benar - benar harus ikhlas menerima semuanya. Memang ini keputusanku, tapi dalam waktu 2,5 tahun bukanlah waktu yang singkat bagiku. Kita sudah melewatinya bersama, aku dikit dikit berubah menjadi orang yang positif pemikirannya, itu semua karena Reza. Pada saat masih bersama, aku selalungomong pada diriku sendiri tidak mungkin Reza akan berpindah ke lain hati karena Reza bukan tipe orang yang seperti itu tapi itu sangat egois menurutku. Sekarang ketika dia berbicara kepadaku seperti itu, semakin tak rela aku melepaskannya. Tapi ini semua demi mimpi kita masing masing untuk membahagiakan orang tua kita masing masing juga. Aku berjanji pada diriku sendiri aku tidak akan mulai pembicaraan biarkan Reza yang mulai duluan agar aku tidak sakit hati ketika mendengar jawaban dari Reza.  Tidak ada pelukan yang hanga, taka da candaan yang hangat karena aku sadar aku bukan siapa siapanya dia lagi. Aku melihat dari spion muka Reza seperti menahan rasa kesal dan sedih dan aku sangat menikmati tatapan marahnya dia.

Sesampainya dirumah, aku turun pelan pelan karena tidak ingin melupakan momen seperti ini dan harus bisa menerima bahwa ini adalah momen terakhir kita bersama. Helm aku kasihkan ke Reza dan dia hanya berkata makasih yah buat semuanya, sangat berkesan. Aku menjawab ya sama sama. Pas dia mau pergi lagi aku bilang hati hati ya dia menoreh ke arahku dengan senyuman yang sedih, aku yakin itu. Aku jalan menuju rumah dan berbicara dalam hati ayo Aqila jangan tunjukan kesedihanmu kepada Ibu, Aqila kuat, Aqila bisa move on dengan cepat, Aqila  bisa ikhlas, Aqila mampu menjalani semuanya. Ketika masuk rumah Ibu bertanya habis dari mana Qila? Ini bu baru ketemu Reza. Rezanya kemana? Kenapa ga disuruh masuk dulu? Biasanya dia suka mampir dan salam sama Ibu. Apa dia buru -- buru? Masa segitunya sama ibu. Aku langsung menjawab dia ada urusan mendadak bu, dan aku langsung pergi ke kamar karena tidak mau memperlihatkan wajahku yang sedih. Ibu teriak Qila besok Reza suruh sini ya Ibu mau ngomong sama dia mau nitip pesan jagain Qila biar ga terjerumus sama temen-temen sekolah Qila yang kaya gitu. Aku menjawab teriak juga pada ibu gimana nanti bu sambil menutupi pintu kamarku.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline