Jakarta – Senin (18/11), Badan Legislasi (Baleg) DPR RI melakukan rapat kerja yang membahas tentang penyusunan Prolegnas RUU Tahun 2025-2029 dan Prolegnas RUU Prioritas Tahun 2025.
Terdapat 217 usulan RUU, yang salah satu usulannya berasal dari Non Govermental Organization (NGO) JAAN Domestic Indonesia. Mereka mengusulkan RUU tentang Pelarangan Kekerasan Terhadap Hewan Domestik dan Pelarangan Perdagangan Daging Anjing dan Kucing.
Salah satu anggota Baleg Firman Soebagyo menganggap usulan tersebut tidak perlu dihiraukan karena menurutnya tidak masuk akal dan sama sekali tidak membantu efektifitas kinerja pemerintah. Firman menyinggung soal konsumsi daging anjing, ia mengatakan bahwa masih ada beberapa daerah di Indonesia yang penduduknya masih mengkonsumsi daging anjing.
"Ini contoh, saya bukan pemakan anjing, tapi saya tahu di tanah air ini dengan keanekaragaman, kebinekaan kita, ada daerah tertentu yang mengkonsumsi anjing, ini RUU Kesejahteraan Hewan kemudian RUU tentang larangan Kekerasan terhadap Hewan Domestik dan Pelarangan Perdagangan Daging Anjing dan Kucing, ini ndak perlu ini," kata Firman.
Firman mengevaluasi usulan RUU yang dianggap kontroversial itu justru hanya memperpanjang deret RUU yang masuk ke dalam Prolegnas jangka panjang.
"Jadi kayak gini DPR jangan seolah-olah entertain NGO yang kadang-kadang tak rasional, kita harus berani di depan NGO, enggak semuanya baik, NGO ini kepentingan siapa kita tahu, NGO ndak ada value-nya buat parpol di elektoral," jelas dia.
"Saya bukan orang Batak, bukan pengonsumsi anjing, orang Batak, Medan ada yang konsumsi anjing, tapi ini ada konsumsi harus kita melindungi sebagai hak warga negara dengan keanekaragaman," tutup Firman.
Kebijakan tersebut mengundang berbagai reaksi dari berbagai larangan. JAAN Domestic Indonesia atas nama koalisi Dog Meat Free Indonesia mengatakan penolakan larangan perdagangan daging anjing dan kucing tersebut memancing reaksi keras, salah satunya Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang berfokus pada kesejahteraan hewan dan kesehatan masyarakat.
Penolakan usulan RUU ini mengabaikan beberapa pertimbangan penting terutama terkait menetralisir risiko zoonosis dan tingginya penyebaran penyakit rabies yang tetap menjadi endemik di 26 provinsi di Indonesia.
Aktivis, pecinta hewan, dan anggota DPRD DKI Jakarta Hardiyanto Kenneth juga ikut buka suara menanggapi hal tersebut.