Lihat ke Halaman Asli

Pemotongan Pajak Rumah 16 Persen, Kita Usahakan Rumah Itu

Diperbarui: 18 Desember 2024   18:48

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi Pajak Pembelian Rumah Dihapus (Sumber : Diolah oleh Penulis)

Presiden baru, gebrakan baru, kebijakan baru. Pembaruan ini tentunya diarahkan untuk tujuan Indonesia yang lebih maju. Begitu pula, dengan kebijakan pemotongan pajak properti telah menjadi topik hangat di Indonesia sejak Presiden Prabowo Subianto mengusulkan penghapusan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) untuk meringankan beban pembelian rumah. 

Dalam beberapa dekade terakhir, sektor properti telah memainkan peran kunci dalam perekonomian Indonesia. Industri properti juga turut memberikan multiplier effect bagi industri pendukung serta mempengaruhi perkembangan sektor keuangan sekaligus menyerap tenaga kerja secara signifikan, ungkap Menko Airlangga dalam acara The International Real Estate Federation (FIABCI) Trade Mission 2023.  Namun, tingginya beban pajak sering kali menjadi hambatan bagi masyarakat yang ingin memiliki properti. Dalam upaya untuk mendorong kepemilikan rumah dan memperkuat sektor properti, Presiden Prabowo Subianto berencana untuk memangkas pajak properti hingga 16%, yang mencakup penghapusan PPN dan BPHTB.

Pertumbuhan ekonomi dan peningkatan daya beli masyarakat, terutama di kalangan kelas menengah, menjadi fokus tujuan dari kebijakan pemotongan pajak yang masih dikatakan kompleks ini. Di satu sisi, berkurangnya pajak memang akan berpotensi menggerakkan sektor properti dan sektor pendukungnya, seperti konstruksi, manufaktur hingga perbankan. Namun, tak lupa juga bahwa pengurangan penerimaan pajak dari sektor properti menimbulkan kekhawatiran akan stabilitas fiskal, terutama dalam menjaga kemampuan negara untuk membiayai program publik.

Wacana terkait penghapusan PPN serta BPHTB tersebut akan dijadikan sebagai kebijakan yang akan dijalankan pada masa awal Presiden Prabowo menjabat, namun kabarnya juga kebijakan penghapusan PPN maupun BPHTB ini juga akan bersifat sementara. Selanjutnya, apakah benar kebijakan ini akan terimplementasi serta bagaimana pula implementasinya berkaitan dengan kondisi emiten pada sektor properti kedepannya?

Pajak Properti: Instrumen Fiskal Penting dalam Penerimaan Negara

Seberapa penting kontribusi industri properti ini sudah disinggung pada paragraf sebelumnya, bahwa sektor ini menjadi sektor unggulan untuk menggerakkan perekonomian Indonesia. Dalam hal ini, disebutkan bahwa sektor properti, yakni konstruksi dan real estate di Indonesia telah berhasil menyumbang sebesar Rp2.349 - Rp2.865 triliun per tahun atau setara dengan 14,63 persen hingga 16,30 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Pertumbuhan PDB dari sektor konstruksi dan real estate ini memberikan sebuah peluang dalam konteks kebijakan pemotongan pajak properti hingga 16% yaitu menjadi salah satu stimulus untuk mempercepat pemulihan dan mendorong pertumbuhan ekonomi. 

Pajak properti memang menjadi salah satu instrumen fiskal penting di Indonesia yang berperan besar dalam meningkatkan pendapatan daerah. Pada implementasinya, pajak ini menyediakan sumber penerimaan yang stabil dan berkelanjutan karena bersifat langsung dan terkait dengan aset tetap seperti tanah dan bangunan, yang relatif sulit dihindari. Selain itu, properti juga merupakan komponen utama kekayaan di banyak keluarga Indonesia, sehingga pajak atas properti tidak hanya menjadi sumber penerimaan negara tetapi juga berperan dalam redistribusi pendapatan dan stabilitas ekonomi. 

Pengaruh yang cukup signifikan antara kebijakan pemotongan pajak properti ini terhadap penerimaan pajak dan pendapatan asli daerah menjadi poin penting akan keberlanjutan implementasinya. Analisis selanjutnya berkaitan dengan apakah diperlukan alternatif lain melalui insentif fiskal maupun fokus peningkatan aktivitas ekonomi pada sektor properti, untuk tetap menjaga nilai kontribusi yang cukup besar pada sektor ini.

Skema Kebijakan Pajak Properti dan Sektor Perumahan

Kebijakan penghapusan PPN ini dapat dikatakan menguntungkan sektor properti secara signifikan. Dalam ilustrasi sederhana terkait skema kebijakan pemotongan pajak rumah sebesar 16%, yaitu dengan menghapus PPN sebesar 11% dan BPHTB sebesar 5%. Misalnya harga rumah di pricelist Rp111 juta, yang biasanya sudah termasuk dengan PPN, maka harga asli dari rumah tersebut hanya Rp100 juta. Kemudian, dari total harga Rp111 juta tersebut, akan dikenakan pajak BPHTB lagi sebesar 5%. Jika kebijakan pemotongan tersebut berhasil terimplementasi, maka konsumen akan bebas dari PPN pada saat pembelian rumah sebesar 11% dan tidak akan dikenakan biaya BPHTB sebesar 5% lagi setelah pembelian rumah. Dengan kata lain, jika merujuk pada ilustrasi tersebut, konsumen hanya cukup membayar Rp100 juta saja.

Perlu diingat juga bahwa PPN dan BPHTB ini tidak bisa dicicil dengan Kredit Pemilikan Rumah (KPR). Jika biaya pada awal konsumen ini sudah tidak ada, maka hal ini diharapkan akan membuat penjualan dari sektor properti meningkat secara signifikan. Pada notabenenya pula, salah satu hal yang menyebabkan masyarakat kesulitan untuk membeli rumah itu bukan hanya pada Down Payment (DP) melainkan juga dengan adanya biaya seperti PPN dan BPHTB yang jumlahnya cukup atau bahkan sangat besar. Poin ini menjadi sangat penting, khususnya dalam membantu meringankan permasalahan biaya tersebut, untuk selanjutnya akan membantu pula mengatasi kualitas rumah layak huni masyarakat Indonesia yang kabarnya masih sangat memprihatinkan. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline