Di era perkembangan tekonlogi digital saat ini, penggunaan berbagai platform media sosial tentu telah menjadi hal yang wajib digunakan oleh berbagai kalangan, mulai dari orang dewasa sampai anak-anak. Sejalan dengan teknologi yang terus berjalan, media sosial juga terus mengikuti perkembangan. Berbagai macam fitur ditambahkan dan dikembangkan di platform tersebut, saling berlomba-lomba untuk menghadirkan berbagai macam fitur sehingga dapat meningkatkan dan menarik minat orang-orang untuk menggunakan platform media sosial tersebut. Akan tetapi, apakah perkembangan tersebut menjadi sebuah berkah atau justru berbalik menjadi sebuah bencana?
Media sosial adalah platform digital dimana kita dapat terkoneksi dengan seluruh orang dari berbagai belahan dunia. Beribu-ribu kilometer jarak yang membentang tidak lagi menutup kemungkinan untuk mengetahui informasi apa yang sedang terjadi detik itu juga diberbagai dunia. Bahkan informasi seputar politik, ekonomi, dan sosial dapat kita dapatkan dengan mudah melalui media sosial dan platform digital lainnya. Hal ini tentu memberikan sebuah dampak yang positif karena selain dapat berinteraksi dengan orang lain, media sosial juga dapat menambah wawasan. Melalui media sosial pula berbagai orang dari latar belakang yang berbeda saling terhubung, orang-orang yang memiliki minat yang sama saling membentuk komunitas online yang dapat mempererat hubungan sosial antar sesama pengguna. Selain itu, media sosial juga menjadi wadah bagi individu untuk mengembangkan dirinya. Memberi wadah untuk berpendapat dan berekspresi. Kini, media sosial juga menjadi tempat bagi orang-orang untuk menghasilkan pendapatan. Melalui media sosial mereka dapat mempromosikan dagangan mereka, menata personal branding, dan menjadi seorang influencer.
Tak dapat dipungkiri, media sosial memberikan segudang manfaat bagi para penggunanya. Akan tetapi, seiring dengan bermunculan beragam manfaat yang diberikan, media sosial juga dapat memberikan dampak yang dapat merugikan. Berbagai macam kejahatan yang menggunakan media sosial sebagai wadah mulai bertebaran. Dilansir dari web kominfo, Ketua Kominfo 1 DPD RI Akhmad Muqowam mengungkapkan bahwa tingkat kejahatan siber di Indonesia menempati peringkat kedua setelah Ukraina di dunia. Hal ini menjadi salah satu bukti bahwa media sosial juga dapat menjadi platform yang tidak aman bagi pengguna. Kejahatan yang sering terjadi diantaranya, penipuan phising, peretasan, cyber stalking, cyber bullying, dan lain-lain. Di tahun 2023, tercatat bahwa whatsapp menjadi media sosial yang paling sering digunakan untuk kejahatan siber, dengan 50.218 laporan. Sebuah platform yang seharusnya digunakan untuk tetap terhubung dengan keluarga dan juga teman-teman justru menjadi salah satu platform yang paling sering digunakan untuk kejahatan siber.
Penyebaran informasi hoax juga sering terjadi di media sosial. Oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab menyebarkan berita yang belum diketahui kebenaran. Berita-berita yang tersebar kemudian diterima oleh para pembaca yang tidak mengvalidasi kebenaran akan berita yang dibaca dan langsung menyebarkannya kembali ke orang lain, begitu seterusnya yang membuat rantai penyebaran berita hoax tersebut terus berlanjut. Di lain sisi, dampak negatif lain yang ditimbulkan oleh media sosial adalah cyberbullying. Pada tahun 2022,menurut data dari UNICEF, sebanyak 45% dari 2.777 anak di Indonesia mengaku pernah menjadi korban cyberbullying. Sedangkan menurut Federasi Serikat Guru Indonesia (FGSI), kasus bullying di satuan Pendidikan meningkat dari 21 kasus di tahun 2022 menjadi 30 kasus di tahun 2023. Lalu, apakah dari berbagai macam bentuk kejahatan dan kerugian yang timbul melalui media sosial tersebut membuktikan bahwa perkembangan media sosial menjadi sebuah bencana?
Media sosial menjadi wadah dimana kita bebas untuk berekpresi, berorasi, berpendapat, dan berbagi pemikiran. Hal itu tak dapat dipungkiri dan benar adanya. Melalui media sosial kita dapat mengangkat berbagai isu terkait kemanusiaan, atau isu-isu lain yang perlu untuk diketahui oleh masyarakat luas. Berbagai pandangan dan opini yang bertebaran dan terkadang saling bertolak belakang membuktikan bahwa memang terdapat kebebasan berpendapat di media sosial. Akan tetapi, hak untuk bebas berpendapat itu justru melenceng dan malah dijadikan tameng oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab. Oknum-oknum tersebut menjadikan media sosial sebagai tempat melakukan pembullyan secara verbal lalu bersembunyi di balik kata-kata "kebebasan berpendapat". Di sisi lain, media sosial menjadi tempat bagi seseorang untuk mempengaruhi dan mengajak orang lain untuk melakukan suatu hal. Apabila seorang influencer menyebarkan berbagai macam kegiatan dan konten positif maka para penonton juga akan mendapat pengaruh yang baik. Sayangnya, banyak dari influencer tersebut justru menyebarkan hal yang negatif. Pengguna media sosial yang belum cukup umur atau belum dapat menyaring hal yang dilihatnya dengan baik justru akan mendapat dampak negatif dari konten tersebut. Dari penjabaran tersebut, dapat disimpulkan bahwa media sosial bisa menjadi ataupun bencana tergantung dari bagaimana para pengguna menggunakan media sosial. Setiap individu harus memiliki pemahaman tentang bagaimana menggunakan dan memanfaatkan media sosial untuk memberi dampak positif bagi diri sendiri dan orang lain. Orang tua juga perlu melakukan pengawasan untuk anak-anak mereka agar tidak terkena pengaruh negatif media sosial. Pemerintah juga perlu memberikan regulasi dan solusi terkait kebijakan bermedia sosial yang baik. Sehingga, berbagai macam bencana yang dapat terjadi melalui media sosial tersebut dapat dicegah dan hanya menghadirkan berkah bagi pengguna media sosial.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H