Pemerintah telah mengambil tindakan strategis untuk memindahkan Ibu Kota Negara Indonesia dari Jakarta ke Kalimantan Timur. Rencana ini pertama kali diumumkan oleh Presiden Joko Widodo pada 26 Agustus 2019, dan diresmikan oleh Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara untuk mencapai tujuan pembangunan yang lebih merata di seluruh Indonesia. Tujuan pemindahan IKN adalah untuk mengurangi perbedaan pembangunan antara Jawa dan daerah lain, terutama Kalimantan. Dengan memindahkan pusat pemerintahan ke Kalimantan, diharapkan dapat mendorong pertumbuhan ekonomi di luar Jawa dan menciptakan keseimbangan pembangunan antar wilayah (Sugiarto, 2022). Kalimantan dipilih karena letaknya yang strategis di tengah Indonesia, yang memungkinkan akses yang lebih baik ke berbagai wilayah. Lokasinya juga sangat minim dari risiko bencana alam yang sering terjadi di Jakarta, seperti banjir dan gempa bumi (Mazda, 2022).
Meskipun proyek IKN memiliki visi yang ambisius, banyak orang bertanya-tanya apakah itu layak dan akan berdampak apa pada lingkungan. Para kritikus khawatir tentang kemungkinan perpindahan sosial dan beban keuangan pada anggaran negara. Proyek IKN diperkirakan akan menyebabkan kerusakan ekologis yang signifikan, seperti penggundulan hutan, hilangnya keanekaragaman hayati, dan pencemaran air. Kegiatan pembangunan mungkin mengganggu habitat dan mengancam spesies, terutama di wilayah yang rentan seperti hutan bakau Teluk Balikpapan dan hutan lindung Sungai Wain (Susilawati et al., 2023). Pembangunan infrastruktur menyebabkan deforestasi yang membahayakan satwa liar dan layanan ekosistem seperti penyimpanan karbon dan penyaringan air. Kekhawatiran ini semakin meningkat karena tidak ada penilaian lingkungan yang memadai sebelum proyek dimulai, penilaian lingkungan strategis dilakukan terlalu singkat selama proses perencanaan (Nugroho & Adrianto, 2022).
Green Theory
Dalam Green Theory, ada yang disebut dengan tragedy of the commons (1960--1970), yaitu kesadaran manusia akan bahaya habisnya Sumber Daya Alam (SDA). Pada tahun 1960--1970, banyak diadakan konferensi internasional yang menyadarkan bahwa SDA mulai dikonsumsi secara berlebihan, terutama setelah revolusi industri 3.0, yaitu era industri yang sudah menggunakan robot dan proses produktivitas besar-besaran. Green theory atau teori hijau menekankan kesadaran manusia akan bahaya habisnya SDA. Tragedy of the commons menunjukkan bahwa manusia di seluruh dunia mengalami tragedi yang sama. Artinya, jika materialisme yang dikonsumsi tidak dibatasi, maka manusia tidak akan mampu hidup di dunia ini. Filsafat dasar dari green theory adalah pembatasan produksi material yang dikonsumsi oleh manusia.
Kemudian, ada Antroposentrisme yang berfokus pada manusia sebagai pusat segalanya, sehingga semua kebijakan menjadikan manusia sebagai subjek, sedangkan selain manusia adalah objek. Karena adanya pemahaman tentang tragedy of the commons, muncul pemahaman echosentrisme yang menyatakan bahwa kesejahteraan manusia bergantung pada kelestarian lingkungan. Jika konsumsi tidak dibatasi, lingkungan akan rusak, dan manusia pun tidak dapat hidup dengan baik. Dalam pemahaman antara antroposentrisme vs. echosentrisme, antroposentrisme berkaitan dengan aktor negara dan non-negara, sementara echosentrisme berkaitan dengan keberpihakan taktis dan strategis, di mana kebijakan manusia atau negara tidak lagi mementingkan batas kedaulatan.
Sebagai contoh, Amsterdam dianggap sebagai the builders dengan pendekatan antroposentrisme, yang mengorbankan lingkungan sekitar demi kebutuhan manusia. Echosentrisme menentang tindakan ini karena merusak lingkungan untuk kehidupan manusia. Echosentrisme pada akhirnya berbicara tentang ekologi politik. Jadi, manusia akan selalu berhubungan dengan sesama manusia secara kolektif (komunitas) yang berkaitan dengan keputusan politik melalui struktur politik yang disepakati atau political decision. Interaksi antara manusia dengan komunitas melalui proses politik ini menghasilkan keputusan konservasi lingkungan, di mana echosentrisme harus didahulukan dibandingkan antroposentrisme.
Prinsip Green Development dalam Pembangunan IKN
Pemerintah berencana membangun infrastruktur modern yang didukung oleh sumber energi terbarukan. Misalnya, PT PLN telah menyelesaikan infrastruktur kelistrikan bertegangan tinggi untuk memastikan pasokan listrik yang andal, yang sangat penting untuk teknologi pintar (Enlit Asia, 2024). Dalam proses perencanaan, komunitas lokal secara aktif terlibat, memungkinkan warga untuk menyuarakan pendapat mereka (Cidiss, 2024). Berdasarkan rencana pembangunan, 75% IKN akan tetap hijau, dengan 65% ditetapkan sebagai hutan tropis lindung. Metode ini bertujuan untuk mewujudkan koeksistensi yang harmonis antara kehidupan alam dan perkotaan (Nusantara, 2023a). Hal ini sesuai dengan filosofi Green Theory yang menolak antroposentrisme dan mendukung echosentrisme, di mana lingkungan dianggap sebagai aspek penting dalam kehidupan manusia, bukan hanya sebagai sumber daya untuk dieksploitasi
IKN akan memiliki pembangkit listrik tenaga surya 50 MW (PLTS IKN). Ini adalah bagian dari rencana yang lebih luas untuk memenuhi kebutuhan energi wilayah tersebut sepenuhnya dengan sumber daya terbarukan sebelum tahun 2045. Diproyeksikan bahwa pabrik ini akan menghasilkan sekitar 93 GWh energi hijau setiap tahun, secara signifikan mengurangi emisi karbon sekitar 104.000 ton setiap tahun (Translation, 2023). Selain fasilitas tenaga surya berbasis darat, pembangkit listrik tenaga surya terapung juga sedang dikembangkan; yang paling menonjol adalah Bendungan Sepaku Semoi, yang memiliki kemampuan untuk menghasilkan lebih banyak energi sambil juga menampung air. Untuk meningkatkan pasokan energi terbarukan di IKN dan memastikan bauran energi yang beragam, pemerintah berencana untuk menyelidiki potensi pembangkit listrik tenaga air dari sungai dan danau local (Perdana, 2024). Semua bangunan baru harus menggunakan metode ramah lingkungan yang ketat yang berfokus pada efisiensi energi, mengurangi konsumsi air, dan mengurangi limbah material. Tujuannya adalah pada tahun 2045 setiap gedung umum memiliki efisiensi energi 60% (Jakarta, 2024). Dalam tragedy of commons, sumber daya alam yang berlimpah cenderung dieksploitasi hingga habis jika tidak dikelola dengan bijaksana. Oleh karena itu, upaya untuk menggunakan energi yang lebih ramah lingkungan dan mengurangi emisi karbon adalah langkah penting yang bertujuan mengurangi konsumsi berlebihan dan menjaga keberlanjutan sumber daya alam demi generasi mendatang
Model kota spons juga akan memungkinkan penyerapan dan penyaringan air hujan yang efektif, menciptakan cagar alam yang dapat digunakan untuk berbagai tujuan sekaligus mencegah banjir perkotaan. Tujuan sistem ini adalah untuk mempertahankan setidaknya 75% area hijau di dalam kota (Nusantara, 2023b). Metode inovatif ini melibatkan perencanaan kota yang dapat menyerap air hujan dengan baik, mengurangi risiko banjir, dan meningkatkan pengelolaan air. Hal ini mengintegrasikan proses alam ke dalam perencanaan kota, memastikan pengelolaan sumber daya yang efisien dan kelestarian lingkungan (Evelyn et al., 2022). Dengan pendekatan bioregionalism, yaitu pembagian peran negara berdasarkan aliansi ekosentris, langkah-langkah dalam pembangunan IKN juga bisa dihubungkan dengan upaya untuk mengurangi dampak ekologis di daerah lain.
Sebagai mahasiswa, ada banyak cara untuk mendukung tujuan SDG 11 tentang kota dan komunitas yang berkelanjutan. Kita bisa mengadakan lokakarya dan seminar yang melibatkan para ahli untuk membahas isu-isu seperti pengelolaan sampah, transportasi umum, dan ketahanan terhadap perubahan iklim. Selain itu, kita juga bisa mengajak masyarakat untuk ikut serta dalam diskusi ini. Kita juga bisa berpartisipasi dalam pertemuan atau forum publik dengan pemerintah lokal untuk menyampaikan pendapat tentang perencanaan kota dan mendorong kebijakan yang lebih berkelanjutan. Bergabung dalam kegiatan sukarela, seperti penanaman pohon, membersihkan lingkungan, atau membuat taman komunitas, bisa berdampak positif pada lingkungan sekaligus mempererat hubungan antarwarga.