Lihat ke Halaman Asli

Keilmuan yang Patut Dimiliki sebagai Seorang Dai

Diperbarui: 28 Mei 2024   18:51

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Oleh: Syamsul Yakin dan Salwa Aulia Fitri
Dosen dan Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Jika kita melihat pada tiga prinsip utama ajaran Islam, yaitu akidah, syariah, dan akhlak, maka keilmuan seorang dai mencakup ketiga prinsip tersebut. Ketiganya sering disebut sebagai tiga pilar pesan dakwah.

Pertama, keilmuan terkait akidah atau keimanan. Akidah mencakup lebih dari sekadar tauhid (keyakinan akan keesaan Allah). Ini melibatkan keyakinan terhadap Allah, rasul-rasul-Nya, kitab-Nya, malaikat, hari kiamat, takdir, dan lain-lain. Meskipun berbagai aliran seperti Khawarij, Mu'tazilah, Asy'ariyah, dan lain-lain mengesakan Allah, mereka memiliki perbedaan dalam pandangan akidah.

Seorang dai harus memahami setidaknya aliran yang diikuti, tokoh-tokohnya, dan pandangan-pandangannya, termasuk mengenai topik-topik seperti sifat Allah, hubungan antara alam semesta dan manusia, konsep surga dan neraka, dan lain-lain. Idealnya, seorang dai harus memahami perbedaan dan kesamaan antara berbagai aliran.

Untuk itu, seorang dai harus mendalami Al-Qur'an, ilmu tafsir, hadis, ilmu hadis, sejarah Islam, dan perkembangan teologi Islam. Mereka juga harus memiliki pengetahuan tentang berbagai pendekatan teologi, madzhab, organisasi keagamaan, dan partai politik dalam Islam.

Kedua, keilmuan terkait syariah. Syariah berbeda dari fikih. Syariah adalah hukum Islam yang berasal dari Al-Qur'an dan Sunnah, sementara fikih adalah hasil ijtihad ulama tentang hukum Islam berdasarkan Al-Qur'an dan Sunnah. Seorang dai harus menguasai Al-Qur'an, hadis, literatur fikih dari berbagai periode, baik klasik, pertengahan, maupun kontemporer.

Dalam konteks ini, syariah, fikih, dan ibadah dapat dibedakan. Ibadah merupakan bagian dari fikih. Oleh karena itu, ada fikih ibadah, fikih muamalah, fikih politik, dan lain-lain.

Ketiga, keilmuan terkait akhlak. Akhlak berbeda dari tasawuf. Akhlak adalah tentang perilaku lahir, sementara tasawuf lebih menitikberatkan pada perilaku batin. Seorang dai harus dapat membedakan antara perilaku baik (mahmudah) dan perilaku buruk (mazmumah). Akhlak seorang dai seharusnya mencerminkan tingkat kefasihan tasawuf seorang dai, karena seorang dai adalah contoh bagi mad'u.

Idealnya, seorang dai dapat mengintegrasikan pemahaman tentang akidah (dalam bidang kalam), syariah (dalam berbagai madzhab fikih), dan akhlak (dalam konteks tasawuf). Misalnya, seorang dai dapat memiliki pemahaman yang dinamis tentang kalam karena mengikuti aliran teologi Asy'ariyah, memiliki dimensi mistik yang kuat karena mengikuti tasawuf al-Ghazali, dan menerapkan pendekatan hukum yang rasional-juristik karena mengikuti madzhab fikih Syafi'i.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline