Melihat dari berbagai berita dan beberapa media kita dapat mengetahui bahwa kasus bullying masih marak terjadi terutama di lingkungan sekolah dan kebanyakan korban adalah anak dibawah umur. Namun, hingga saat ini bullying masih di anggap suatu hal yang sepeleh, padahal perlu perhatian khusus dari pihak yang terkait bahwa bullying adalah bentuk tindakan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) yang tidak bisa dianggap remeh.
Lalu, bagaimana bisa kasus bullying menjadi salah satu tindakan pelanggaran HAM?
Hak Asasi Manusia (HAM) adalah hak yang melekat pada setiap insan yang lahir ke dunia. HAM bersumber dari Tuhan Yang Maha Esa sebagai tombak pemenuhan kehidupan manusia dalam menjalani kehidupan yang baik, hal ini dapat diartikan bahwa setiap manusia memiliki hak untuk hidup, hak untuk merdeka, hak atas rasa aman, hak atas perlindungan, dan hak atas kebebasan pribadi.
Pelanggaran HAM di Indonesia masih menjadi hal yang perlu dibenahi berbagai kasus dan pelanggaran HAM yang terjadi membuktikan bahwa perlu adanya tindakan lebih lanjut dari berbagai pihak khususnya Komnas HAM yang berkecimpung dalam bidang Hukum dan Hak Asasi Manusia.
Berdasarkan data dari Komnas HAM, bahwa pada 2021 tercatat 2.729 aduan dugaan pelanggaran HAM dan 367 aduan pelanggaran HAM berasal dari 6 Provinsi di Indonesia. Aduan terbanyak terkait dengan hak atas kesejahteraan (1009 kasus), hak memperoleh keadilan (910) dan hak atas rasa aman (174).
Dari sekian banyak kasus pelanggaran HAM di Indonesia saya memilih untuk menulis mengenai kasus bullying, hal ini bukan tanpa alasan. Karena, kasus tersebut mungkin terjadi disekeliling kita. Namun, belum banyak orang yang menganggapnya sebagai bentuk pelanggaran yang serius. Bahkan beberapa orang menganggapnya sebagai candaan belaka.
Kasus bullying adalah salah satu contoh bentuk pelanggaran HAM karena pada dasarnya bullying merupakan tindakan dimana satu orang atau kelompok mengucilkan atau menindas seseorang dengan tujuan menyakiti orang tersebut, baik secara fisik maupun mental. Kasus bullying merupakan kasus yang merugikan orang lain dan merenggut hak asasi para korban.
Bullying sendiri dapat terjadi akibat berbagai faktor seperti bentuk fisik, status sosial, dan pelaku yang tidak memiliki keseimbangan kekuatan untuk mengucilkan korban. Tak jarang, bullying juga merenggut hak untuk hidup dimana kekerasan fisik yang di alami korban sampai merenggut nyawa dan beberapa anak rela merenggut nyawanya sendiri karena kasus bullying yang menimpanya.
Kasus bullying melibatkan hak asasi anak sebab kebanyakan kasus bullying yang terjadi korbannya adalah anak dibawah umur, berbagai kasus bullying marak terjadi di lingkungan sekolah. Perlu adanya penyuluhan khusus mengenai tindakan bullying yang terjadi di sekolah agar siswa dapat mengambil langkah yang tepat terhadap masalah yang ia hadapi.
Perlu di ketahui berdasarkan data dari KPAI pada tahun 2022 tercatat 226 kasus kekerasan fisik dan psikis, termasuk ke dalam perundungan terjadi di Indonesia, jumlah nya bisa saja bertambah dan masih banyak kasus bullying lainnya yang tidak melaporkan.
Dari data tersebut membuktikan masih banyak Warga Negara Indonesia yang belum "melek hukum" karena faktanya berdasarkan UU perlindungan anak, pelaku bullying kepada anak dapat dijerat dengan pasal 76c yang berbunyi "Setiap orang dilarang menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh melakukan, atau turut serta melakukan kekerasan terhadap anak" dan mendapatkan hukuman sesuai dengan pasal 80 ayat 1 UU perlindungan anak sebagai berikut "Setiap Orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76C, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun 6 (enam) bulan dan/atau denda paling banyak Rp72.000.000,00 (tujuh puluh dua juta rupiah)" Bukan hukuman yang main-main dalam sebuah kasus dan denda yang begitu besar. Namun, tetap saja bullying masih terjadi dimana-mana.