Lihat ke Halaman Asli

Cakupan Hukum Pidana Islam serta Perbandingannya dengan Hukum Pidana Nasional

Diperbarui: 25 Juni 2022   12:08

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Apabila berbicara mengenai hukum pidana, konsekuensi dari hal tersebut adalah bahwa setiap hal-hal atau perbuatan yang melanggar hukum maka akan menimbulkan hukuman bagi pelakunya. Perbuatan melanggar hukum di dalam hukum positif yang berlaku di suatu Negara pada prinsipnya berbeda dengan perbuatan melanggar hukum yang ditentukan di dalam hukum Islam.

Cakupan melanggar hukum di dalam hukum positif hanya terbatas kepada perbuatan yang salah atau melawan hukum terhadap bidang-bidang hukum tertentu seperti bidang hukum pidana, perdata, tata usaha Negara, hukum pertanahan dan sebagainya. Sedangkan di dalam hukum Islam, terhadap hal-hal yang dianggap salah atau melanggar hukum adalah sesuatu yang melanggar ketentuan-ketentuan hukum syariat, yang dasar hukumnya dapat ditemui di dalam Al Qur'an, Hadist, maupun Ijtihad para ulama. Ketentuan-ketentuan syariat ini tidak hanya berkaitan dengan hubungan muamalah saja, tetapi juga menyangkut ibadah, yang pada dasarnya pelanggaran terhadap ketentuan tersebut semuanya akan mendapatkan hukuman, meskipun hukuman terhadap perbuatan tersebut ada yang diterima di dunia maupun ada hukuman yang akan diberikan di akhirat kelak.

Jika berbicara mengenai hukum pidana Islam atau yang dinamakan dengan Fikih Jinayah, maka akan dihadapkan kepada hal-hal mempelajari ilmu tentang hukum syara' yang berkaitan dengan masalah perbuatan yang dilarang (jarimah) dan hukumannya (uqubah), yang diambil dari dalil-dalil terperinci. Jadi, secara garis besar dapat diketahui bahwa objek pembahasan atau cakupan dari hukum pidana Islam adalah jarimah atau tindak pidana serta uqubah atau hukumannya. Namun jika melihat cakupan yang lebih luas lagi, maka cakupan hukum pidana Islam pada dasarnya hampir sama dengan yang diatur di dalam Hukum Pidana positif, karena selain mencakup masalah tindak pidana dan hukumannya juga disertai dengan pengaturan masalah percobaan, penyertaan, maupun gabungan tindak pidana. Berikut ini dijelaskan hal-hal yang berupa tindak pidana (jarimah) dan hukuman (uqubah) dalam Hukum Pidana Islam. 

Secara bahasa jarimah mengandung pengertian dosa, durhaka. Larangan- larangan syara’ (hukum Islam) yang diancam hukuman had (khusus) atau takzir pelanggaran terhadap ketentuan-ketentuan hukum syariat yang mengakibatkan pelanggarnya mendapat ancaman hukuman. Larangan-larangan syara' tersebut bisa berbentuk melakukan perbuatan yang dilarang ataupun tidak melakukan suatu perbuatan yang diperintahkan. Melakukan perbuatan yang dilarang misalnya seorang memukul orang lain dengan benda tajam yang mengakibatkan korbannya luka atau tewas. Adapun contoh jarimah berupa tidak melakukan suatu perbuatan yang diperintahkan ialah seseorang tidak memberi makan anaknya yang masih kecil atau seorang suami yang tidak memberikan nafkah yang cukup bagi keluarganya.

Dalam bahasa Indonesia, kata jarimah berarti perbuatan pidana atau tindak pidana. Kata lain yang sering digunakan sebagai padanan istilah jarimah ialah kata jinayah. Hanya, dikalangan fukaha (ahli fikh, red) istilah jarimah pada umumnya digunakan untuk semua pelanggaran terhadap perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh syara', baik mengenai jiwa ataupun lainnya. Sedangkan jinayah pada umumnya digunakan untuk menyebutkan perbuatan pelanggaran yang mengenai jiwa atau anggota badan seperti membunuh dan melukai anggota badan tertentu. 

Jarimah, memiliki unsur umum dan unsur khusus. Unsur umum jarimah adalah unsur-unsur yang terdapat pada setiap jenis jarimah, sedangkan unsur khusus adalah unsur-unsur yang hanya terdapat pada jenis jarimah tertentu yang tidak terdapat pada jenis jarimah yang lain. Unsur umum daripada Jarimah terbagi ke dalam tiga unsur yakni unsur formal, materil dan moril. Unsur formal (al-Rukn al-Syar’iy) adalah adanya ketentuan nash yang melarang atau memerintahkan suatu perbuatan serta mengancam pelanggarnya. Unsur materil (al-Rukn al-Madi) adalah adanya tingkah laku atau perbuatan yang berbentuk jarimah yang melanggar ketentuan formal. Sedangkan unsur moril (al-Rukn al Adabiy) adalah bila pelakunya seorang mukalaf,, yakni orang yang perbuatannya dapat dipertanggungjawabkan secara hukum. Walaupun secara umum jarimah terbagi kedalam tiga unsur di atas, akan tetapi secara khusus setiap jarimah memiliki unsur-unsur tersendiri, dan inilah yang dinamakan dengan unsur khusus jarimah. Adapun pembagian jarimah pada dasarnya tergantung dari berbagai sisi. Jarimah dapat ditinjau dari sisi berat -ringannya sanksi hukum, dari sisi niat pelakunya, dari sisi cara mengerjakannya, dari sisi korban yang ditimbulkan oleh suatu tindak pidana, dan sifatnya yang khusus.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline