Lihat ke Halaman Asli

Konflik dalam Media Sosial di Kalangan Remaja

Diperbarui: 4 Januari 2024   18:23

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Berdasarkan hasil survei Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) pengguna internet di Indonesia mencapai 215,63 juta orang pada periode tahun 2022-2023. Jumlah tersebut meningkat 2.67% dibandingkan pada periode sebelumnya yaitu sebanyak 210.03 juta jiwa pengguna. Jumlah pengguna internet setara dengan 78.19% dari total populasi Indonesia yang sebanyak 275,77 juta jiwa dan lebih banyak didominasi oleh kalangan remaja. 

Kalangan remaja memiliki ketertarikan yg tinggi terhadap media sosial karena didukung oleh berbagai bentuk aplikasi chating seperti Group chat WhatsApp, Instagram, Telegram dll. Melalui aplikasi tersebut remaja dapat menemukan kelompok dan relasi baru yang saling berinteraksi sehingga mampu memperkuat hubungan emosional dengan orang lain dan juga saling memberikan ide masing-masing. 

Sebagai orang yang menyelami media sosial tentu banyak sekali informasi yang diperoleh, bisa sebagai pemberi informasi ataupun penerima informasi tersebut. Informasi yang ada dapat memicu berbagai tanggapan dari berbagai pihak termasuk kalangan remaja, keleluasaan mengeluarkan pendapat terkadang berdampak menimbulkan kesalahpahaman antar anggota yang berujung konflik atau kesenjangan. 

Terdapat 3 macam akibat yang ditimbulkan adanya konflik di media sosial

1. Egoisme

Sifat egoisme atau egois merupakan sikap mementingkan diri sendiri dan tidak dapat memahami orang lain yang biasanya dipengaruhi oleh latar belakang seseorang. Dalam group percakapan media sosial sifat seperti ini menjadi faktor utama dari timbulnya konflik karena biasanya orang tersebut selalu merasa ingin benar dan menjaga nama baiknya meskipun apa yang disampaikan tidak sesuai bahkan salah.

2. Bullying 

Group remaja di media sosial tidak hanya dijadikan sebagai sarana berkirim informasi, tapi juga sebagai sarana menghibur diri dan bercanda bersama anggota lainnya. Candaan di dalam komunitas virtual biasanya dilampiaskan dalam bentuk tindakan ejekan ataumenyebar gambar-gambar yang mempermalukan anggota lainnya sehingga pada akhirnya menimbulkan perilaku saling bully atau mengejek satu sama lain. Interaksi yang berawal dari sebuah candaan berlanjut menjadi interaksi saling mengejek antaranggota sehingga pada akhirnya salah seorang anggota merasa tersudutkan dan berujung saling menghujat satu sama lain.

3. Sensitivitas Anggota

Terbukanya ruang berekspresi dengan bebas membuat setiap anggota bebas merepresentasikan dirinya dalam komunitas virtual sesuai keinginannya. Kebebasan ini yang terkadang membuat beberapa anggota merasa sensitif terhadap postingan atau interaksi dari anggota lainnya. Rasa sensitif tersebut dapat menimbulkan kesalahpahaman antar anggota yang jika tidak langsung diselesaikan dapat membuat anggotanya menjadi lebih sensitif dan tidak mau bergabung lagi. Hal mendasar dari adanya konflik dalam kelompok yaitu karena ketidakmampuan seseorang dalam memposisikan dirinya didalam media interaksi. 

Dengan berbagai dampak yang ditimbulkan karena perbedaan pola pikir remaja maka perlu adanya manajemen dalam menyelesaikan konflik seperti halnya yang disampaikan oleh William Ury, resolusi konflik bisa dilakukan dalam tiga bentuk langkah. Ketiganya ialah sebagai berikut: 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline