Sejarah Bahasa Indonesia Dalam Perkembangan Menjadi Bahasa Negara
Manusia adalah makhluk hidup yang tidak bisa lepas dengan interaksi sosial. Interaksi sosial memerlukan sebuah alat agar kedua belah pihak dapat memahami apa yang terjadi. Maka, Bahasa menjadi unsur penting dalam sebuah interaksi sosial serta dalam suatu negara. Bahasa menjadi media perantara penyampaian kritik dan opini.
Apa itu sebuah Bahasa? Menurut KBBI bahasa adalah sistem lambang bunyi yang arbitrer, yang digunakan oleh anggota suatu masyarakat bekerja sama, interaksi, dan mengidentifikasi diri.
Sedangkan, menurut Finocchiarno (1964:8) Bahasa adalah satu sistem symbol vocal yang arbitrer yang memungkinkan semua orang dalam suatu kebudayaan tertentu, atau orang lain yang telah mempelajari sistem kebudayaan tersebut untuk berkomunikasi atau berinteraksi. Bahasa Indonesia sendiri lahir karena perjuangan para pahlawan dan keinginan mereka untuk terbebas dari jajahan negara asing.
Bahasa Indonesia dilahirkan pada mulanya saat pemuda dari berbagai penjuru negeri berkumpul dalam sebuah agenda rapat dan mengucapkan ikrar pada tanggal 28 Oktober 1928 yang sekarang dikenal dengan Sumpah Pemuda.
Di dalamnya memuat 3 pokok yaitu (1) bertumpah darah satu, Tanah Indonesia, (2) berbangsa yang satu, Bangsa Indonesia, (3) menjunjung Bahasa persatuan, yaitu Bahasa Indonesia. Dengan itu Bahasa Indonesia dijadikan sebagai bahasa nasional. Bahasa Indonesia juga ditetapkan kedudukannya pada Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 pada tanggal 18 Agustus 1945. BAB XV pasal 36 yang berbunyi "Bahasa negara adalah Bahasa Indonesia"
Pemerintah Belanda mendirikan satu badan penerbit dengan Volkslectuur (Taman Bacaan Rakyat) pada tahun 1908 dengan persetujuan Ratu Kerajaan Belanda dengan ini memperkuat kedudukan bahasa Melayu di tengah Bangsa Indonesia pada saat itu. Kemudian dirubah menjadi Balai Pustaka saat tahun 1917, dengan adanya balai ini semakin memperluas persebaran bahasa Melayu ke penjuru Nusantara melalui buku atau tulisan yang diterbitkan
Kemudian diselenggarakan Kongres Bahasa Indonesia 1 oleh Raden Mas Soedirdjo Tjokrosisworo yang merupakan wartawan harian Soeara Oemoem. Kongres diadakan pada tanggall 25-27 Juni 1938 di Solo, menghasilkan buku-buku bahasa tidak dapat digunakan karena sudah tidak sesuai dengan perkembangan bahasa sehingga perlu disusun tata bahasa yang sesuai dengan perkembangan.
Menurut hasil keputusan Kongres Bahasa ke-2 yang diselenggarakan di Medan pada tanggal 28 Oktober hingga 2 November 1954 yaitu Bahasa Indonesia bekembang dari bahasa Melayu karena Bahasa Melayu yang tidak mempunyai tingkatan.
Ditemukannya beberapa prasasti yang menggunakan bahasa Melayu maka dapat diketahui penggunaannya sejak abad ke 17. Bahasa Melayu sudah digunakan sebagai bahasa kebudayaan sejak zaman kerajaan Sriwijaya, selain itu juga digunakan untuk perhubungan antar suku bahkan sebagai komunikasi dengan pedagang luar nusantara.
Seorang ahli sejarah Cina, I-Tsing menyatakan kerajaan Sriwijaya memiliki beberapa bahasa, yaitu Koen-louen (I-Tsing:63, 159), Kou-Luen (I-Tsing:183), K'ouen-louen (Ferrand, 1919). Arti dari Koen-luen adalah bahasa perhubungan (lingua franca) yang yaitu Bahasa Melayu.