PENDAHULUAN
Dunia terus berkembang seiring dengan manusia yang cenderung terus bereksperimen, mencari dan menemukan pemikiran-pemikiran yang kemudian menghasilkan suatu ilmu pengetahuan. Hadirnya ilmu pengetahuan tentu dapat membantu manusia dalam memecahkan permasalahan sehari-hari di berbagai aspek kehidupan mulai dari yang berkaitan dengan alam, sosial, ekonomi, politik, teknologi, psikologi, dan masih banyak lagi.
Namun di samping itu, keberadaan agama bagi umat manusia sejatinya mengandung nilai universal yang bisa dihayati secara mendalam untuk menyelesaikan problematika manusia. Islam memiliki Al-Qur'an sebagai pedoman, sumber ajaran dan ilmu pengetahuan bagi kehidupan setiap hamba-Nya. Banyak teori-teori ataupun penemuan-penemuan ilmuwan barat yang ternyata sudah lebih dulu dibahas secara holistik di dalam Al-Qur'an. Antara Islam dan ilmu pengetahuan kontemporer, keduanya bisa dipertemukan melalui pola-pola integrasi.
Untuk menunjukkan integrasi Islam dengan ilmu pengetahuan kontemporer, artikel ini akan membahas mengenai "Self Management" yang akan dilihat dari perspektif ilmu pengetahuan kontemporer dan Islam.
Di dunia yang semakin ramai dan rumit ini, pasti kita pernah dihadapi oleh situasi atau masalah yang mungkin mempengaruhi kondisi mental dan perilaku kita. Misalnya, ketika dihadapkan oleh suatu kegagalan, seseorang merasa stres, marah, tidak percaya diri, bahkan sampai ada yang melakukan self-loathing. Padahal, ada pepatah yang mengatakan bahwa kegagalan bukanlah akhir dari segalanya, tetapi awal kesuksesan. Untuk mengatasi perasaan dan perilaku negatif yang timbul, kita memerlukan upaya self management yang baik.
Apa saja aspek dan strategi self management dari perspektif konseling dan psikologi yang berangkat dari ilmu pengetahuan kontemporer serta persepktif Islam? Mari kita bahas lebih lanjut.
PEMBAHASAN
Kita semua tentu sudah tidak asing lagi ketika mendengar istilah self management atau manajemen diri. Self management adalah usaha yang dilakukan seseorang dengan memanfaat segala sumber daya yang ada pada dirinya secara efektif mencapai suatu tujuan secara terarah.
Menurut Soekadji (dalam Nursalim, 2014) self management merupakan sebuah prosedur di mana seseorang mengarahkan atau mengatur perilakunya sendiri. Stewart dan Lewis (dalam Nursalim, 2014) menjelaskan lebih lanjut bahwa dalam bidang konseling, self management disebut behavioral self-control yang menunjuk pada kemampuan individu untuk mengarahkan perilakunya, yaitu kemampuan untuk melakukan hal-hal yang terarah bahkan meskipun upaya-upaya itu sulit.
Self management meliputi pemantauan diri (self-monitoring), reinforcement yang positif (selfreward), kontrak atau perjanjian dengan diri sendiri (self-contracting), dan penguasaan terhadap ransangan (stimulus control) (Gunarsa, 1996).
- Self-monitoring, adalah sebuah upaya di mana individu memantau dirinya terhadap pengolaan kesan yang telah dilakukan terhadap situasi yang ada untuk mengubah perilakunya.
- Self-reward, adalah bentuk apresiasi atau penghargaan terhadap diri sendiri terhadap pencapaian yang telah diperoleh, sebagai bagian dari bentuk mencintai diri sendiri.
- Self-contracting, yaitu perjanjian diri sendiri sebagai bentuk strategi perubahan, sehingga individu tahu apa yang menjadi tujuan dan harapannya.
- Stimulus control, penguasaan individu terhadap dorongan atau rangsangan yang dapat mempengaruhi tingkah laku.
Dalam melakukan self management kita perlu memperhatikan aspek-aspek seperti behavior (perilaku), affective (perasaan) dan cognitive (pikiran). Terapi Rasional Emotif (TRE) dalam dunia konseling dan psikologi menekankan bahwa manusia berpikir, beremosi, dan bertindak secara simultan. Sebagaimana yang dinyatakan oleh Ellis (1974) "Ketika mereka beremosi, mereka juga berpikir dan bertindak. Ketika mereka bertindak, mereka juga berpikir dan beremosi. Ketika mereka berpikir, mereka juga beremosi dan bertindak." Dengan demikian, manusia sangat membutuhkan self management dalam berpikir, bertindak, dan beremosi agar perilaku yang dihasilkan adalah perilaku yang adaptif.