Tragedi kanjuruhan yang terjadi pada tannggal 1 0ktober 2022 memberikan duka yang mendalam bagi banyak pihak. Lebih dari 130 orang meregang nyawa akibat kejadian itu. Bagaimana tidak niat hati hanya ingin menonton olahraga kegemaran namun naas ketika pulang hanya tinggal nama. Banyak media asing yang juga menyorot kejadian ini sehingga membuat nama sepak bola Indonesia menjadi buruk di mata dunia. Apalagi Indonesia akan menjadi tuan rumah piala dunia Under 20 pada tahun 2023 nanti.
Gas air mata yang ditembakkan aparat kepolisian guna membubarkan massa diperkirakan menjadi alasan utama mengapa banyak korban berjatuhan. Selain meninggal karena terpapar oleh gas air mata, para korban meregang nyawa karena terinjak-injak massa yang ingin menghindari gas air mata yang ditembakkan oleh aparat kepolisian. Dikutip dari Healthline, komponen gas air mata yang paling umum digunakan adalah 2-chlorobenzalmalononitrile (gas CS). Senyawa yang ditembakkan ketika kejadian kanjuruhan terjadi ini memiliki segudang efek yang buruk bagi tubuh manusia. Mulai dari iritasi mata, sesak napas, tenggorokan seperti tercekik hingga menyebabkan kematian bagi yang terpapar dalam dosis banyak.
Dilihat dari tragedi kanjuruhan, apakah aparat kepolisian harus menembakkan gas air mata setiap kericuhan terjadi?
Seharusnya aparat kepolisian sudah tahu bagaimana bahaya gas air mata untuk tubuh manusia. Boleh jadi dengan hanya menembakkan air kericuhan yang terjadi bisa seikit mereda. Pemerintah juga seakan-akan tutup mata akan hal ini. Seharusnya setelah kejadian naas ini pemerintah juga memberikan larangan tegas kepada aparat kepolisian untuk menembakkan gas air mata saat kericuhan terjadi. Semoga tragedi kanjuruhan ini menjadi yang terakhir di Indonesia. Dan semoga aparat kepolisian menemukan cara yang lebih efektif dan aman untuk membubarkan kericuhan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H