Saat ini pemerintah Indonesia berupaya untuk melakukan pengembangan kawasan pariwisata dengan mulai membuka objek-objek wisata baru. Sesuai dengan arah kebijakan pemerintah untuk membuka objek wisata diluar Pulau Bali, salah satu contohnya yaitu pengembangna objek wisata di Kabupaten Sragen. Berdasarkan data dari Badan Pusat Strategis (2021) Kabupaten Sragen tercatat sejak tahun 2019 -- 2021 mengalami penurunan daya tarik wisata, data pada tahun 2019 Kabupaten Sragen memiliki 50 lokasi wisata, di Tahun 2020 sebanyak 50 area wisata, dan di Tahun 2021 sebanyak 20 destinasi wisata.
Kabupaten Sragen memiliki objek wisata yaitu kawasan wisata Sangiran yang telah ditetapkan sebagai Warisan Budaya Dunia oleh World Heritage Comitte pada 5 Desember 1996. Berdasarkan data dari Badan Pelestarian Situs Manusia Purba (BPSMP) jumlah pengunjung Kawasan Wisata Sangiran mengalami fluktuasi tiap tahunnya sejak tahun 2018 -- 2022. Meskipun terdapat kenaikan jumlah pengunjung belum tentu mampu menaikkan kesejahteraan sosial masyarakat sekitar. Badan Pusat Statistik Sragen (2019) menyebutkan bahwa tingkat kesejahteraan penduduk Kawasan Wisata Sangiran dan sekitarnya masih rendah, dimana 40% jumlah penduduk Kawasan Wisata Sangiran dan sekitar masuk dalam keluarga Prasejahtera.
Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (2021), mengatakan terdapat lima kawasan wisata di Sangiran yaitu Wisata Budaya Pasar Sangir, Wisata Seni Gejog Lesung, Wisata Budaya Museum Purbakala Sangiran, Wisata Alam Taman Punden Tingkir, dan Wisata Air Asin Pablengan. Adanya budaya khas di Kawasan Wisata Sangiran memiliki keunikan dan nilai plus tersendiri. Budaya lokal dari kawasan wisata ini terlihat dari bangunan-bangunan rumah tinggal yang masih berdinding kayu dan anyaman bambu dengan atap limasan, hiasan wayang terdapat pada bubungan, hal ini lah yang membuat ciri khas dari pedesaan di Kawasan Wisata Sangiran masih terlihat kental dan terjaga.
Dalam melakukan pengembangan kawasan wisata dapat menggunakan metode pendekatan Pengembangan Endogen. Pengembangan Endogen menjadi perspektif yang telah direkomendasikan untuk melakukan pengembangan pembangunan suatu wilayah. Gagasan tentang endogeneous development menunjukkan bahwa tumbuh dan meningkatnya sistem produksi di suatu negara disebabkan oleh adanya pengembangan potensi wilayah yang didorong oleh investasi dari perusahaan dan actor public, akan tetapi harus berada di bawah pengawasan masyarakat lokal. Endogeneous Development adalah metode pengembangan yang dilakukan dengan cara mengoptimalkan daya guna sumber daya lokal baik itu dalam sumber daya alam, budaya lokal, pengetahuan-pengetahuan lokal, memanfaatkan keterampilan lokal, menggunakan aset teknologi yang ada serta melibatkna peran masyarakat dalam proses pembangunannya.
Pembangunan endogen menjadi salah satu strategi pembangunan daerah yang diuat untuk mengatasi permasalahan ekonomi dan sosial baik itu dalam lingkup kota ataupun wilayah. Hal ini sejalan dengan teori dari Novandi dan Rukminto Adi pada tahun 2021, yang mengaakan bahwa dampak pengembangan ekonomi lokal melalui CBT memiliki keterkaitan dengan pendekatan endogeneous development dan telah disebutkan bahwa pengembangan yan dilakukan ini memberikan dampak terhadap perilaku komunitas dalam memanfaatkan teknologi dan peningkatan ekonomi. Penerapan perspektif endogeneous development akan berhasil jika didukug oleh pertumbuhan struktur ekonomi lokal yang melibatkan sumber daya alam lokal, pendanaan lokal maupun partisipasi aktor-aktor lokal dengan diikuti adanya difusi inovasi antar aktor tersebut hingga budaya lokal dan kebijakan pembangunan yang melekat didaerah lokal tersebut. Peran dan parsipasi actor lokal yang dimaksud tersebut adalah peran Pemerintah Kabupaten Sragen dan masyarakat lokal dalam mewujudkan tercapainya pengembangan endogen agar sektor pariwisata di Kabupeten ini berjalan dengan baik dan nantinya akan memberikan dampak positif bagi kesejahteraan sosial masyarakatnya.
Pemerintah Kabupaten Sragen melalui Dinas Pariwisata telah melakukan upaya untuk meningkatkan daya saing dan prouktivitas melalui kegiatan pelatihan-pelatihan dan pembangunan fasilitas kepada masyarakat lokal. Hal ini telah sesuai dengan strategi endogeneous development yang fokus dalam pengembangan pembangunan manusia (human capital). Peran masyarakat lokal sebagai pemandu wisata akan diberikan fasilitas pelatihan untuk meningkatkan skill dalam memandu wisata, pelatihan keterampilan untuk membuat souvenir, pelatihan untuk pengembangan UMKM dalam pembuatan kuliner khas Kabupaten Sragen. Selain itu, pemerintah Kabupaten Sragen perlu juga membuat fasilitas untuk menciptakan kenyamanan pengunjung di Kawasan Wisata Sangiran. Hal ini dapat meningkatkan daya saing untuk mencapai keunggulan kompetitif di pangsa pasar pariwisata agar tidak kalah bersaing dengan wilayah lain.
Pemerintah Kabupaten Sragen mulai membuat kebijakan untuk pengembangan Kawasan Wisata Sangiran yaitu kebijakan wajib kunjung untuk siswa SD -- SMA se-Kabupaten utuk mengunjungi Kawasa Wisata Sangiran. Selain itu, pemerintah desa juga mengeluarkan peraturan desa Nomor 14 tahun 2021 tentang pengelolaan terminal wisata desa, dimana hal ini menjadi upaya pemerintah untuk membangunnshelter wisata baik itu mobil ataupun motor. Undang-Undang Cagar Budaya Nomor 11 Tahun 2010 juga turut andil dalam pengembangan Kawasan Wisata Sangiran yang bertujuan untuk melindungi, memanfaatkan dan juga mengembangkan dengan memperhatikan keseimbangan ekologi yang ada disekitaran situs fosil. Usaha-usaha ini telah relevan dengan teori Endogeneous Development yaitu pemerintah memberikan dukungan untuk pengembangan pariwisata.
Adanya inovasi wisata yang dilakukan dengan study banding untuk mengenal potensi wisata daerah lain untuk mengembangkan wisata sangiran dengan memanfaatkan kemajuan teknologi dan ide-ide masyarakat lokal agar tercipta ide-ide baru agar dapat menarik wisatawan untuk berkunjung ke Kawasan Wisata Sangiran. Hal ini dapat memenuhi parameter dari adanya Endogeneous Development. Mengembangkan jaringan kawasan wisata yang dapat dihubungkan dengan insansi pemerintah ataupun perusahaan-perusahaan menunjukkan bahwa Kawasan Wisata Sangiran memiliki organisasi produksi yang fleksibel. Hal ini sesuai dengan pernyataan bahwa organisasi fleksibel dapat membentuk jaringan antar tiap-tiap institusi.
Budaya pembangunan dan institusi lokal yang dikemabnkan di Kawasan Wisata Sangiran dilakukan dengan mengembangkan daya guna citra kawasan wisata kesenian khas yaitu kesenian Gejog Lesung dan Tarian Purba. Kesenian ini dapat mengenalkan Sangiran secara luas dengan mengikuti event-event kesenian nasional ataupu internasional. Sayangnya Lembaga lokal belum secara maksimal dalam mengembangkannya. Hal ini tidak sesuai dengan pengembangnan endogen dimana seharusnya pembangunan dan institusi lokal mampu mendukung keterampilan kewirausahaan. Pertumbuhan wilayah perkotaan di pusat Sragen belum mampu membantu penyediaan akses pendukung dalam pengembangan Kawasan Wisata Sangiran. Pemerintah juga belum menyediakan transportasi khusus untuk mengantar wisatawan ke Kawasan Wisata Sangiran yangberada di perbatasan daerah.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa dalam proses pengembangan Kawasan Sangiran di Kabupaten Sragen menunjukkan bahwa sebagian besar parameter Endogeneous Development telah dilaksanakan sesuai dengan potensi yang tersedia. Pemerintah daerah telah berupaya untuk menjadikan Kawasan Wisata Sangiran menjadi subjek pembangunan dimana pemerintah dan masyarakat lokal ikut andil dalam pengembangannya. Hal ini telah sesuai dengan teori Endogeneous Development yang menekankan pada human capital untuk meningkatkan potensi dan kreativitas masyarakat dalam meningkatkan Kawasan Wisata Sangiran menjadi daya tarik bagi wisatawan lokal maupun asing. Upaya yang dilakukan actor lokal untuk meningkatkan kesejakteraan sosial di Kawasan Wisata Sangiran telah dilakukan secara baik yaitu dengan melakukan pelatihan-pelatihan maupun membuat suatu kebijakan dalam pengembangan kawasan wisata.
Referensi :