Lihat ke Halaman Asli

Salsabila Putri Sudianti

Mahasiswa Perencanaan Wilayah dan Kota Universitas Jember

Faktor - Faktor Keterlambatan Penyusunan APBD

Diperbarui: 11 April 2022   06:43

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Menurut UU No. 33 Tahun 2004 tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah, APBD adalah suatu rencana keuangan yang dibuat oleh pemerintah daerah selama 4 tahunan melalui pembahasan dan persetujuan DPRD dan pemerintah daerah yang kemudian disahkan dalam peraturan daerah. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) merupakan mesin penggerak yang digunakan pemerintah daerah untuk menjalankan pemerintahan daerahmya. Sedangkan, anggaran sendiri merupakan pernyataan mengenai estimasi kinerja yang akan dicapai dalam periode waktu tertentu dan dinyatakan dalam ukuran finansial (Mardiasmo, 61). Proses perencanaan dan penyusunan APBD mengacu pada PP No. 58 Tahun 2005 yang secara garis besar penyusunannya seperti ini :  (1) penyusunan rencana kerja pemerintah daerah; (2) penyusunan rancangan kegiatan umum anggaran; (3) penetapan prioritas dan plafon anggaran sementara; (4) penyusunan rencana kerja dan anggaran SKPD; (5) penyusunan rencana perda APBD; dan (6) penetapan APBD.

Dalam pelaksanaannya APBD akan memiliki peran nyata dalam meningkatkan kualitas pelayanan publik serta stimulus untuk ekonomi daerah jika direalisasikan dengan baik (Milihasih, 2012). Untuk merealisasikan hal tersebut diperlukan adanya proses penyerapan anggaran yang dinamis dan terjadwal guna mempercepat proses pembangunan dan meningkatkan perekonomian daerah (Carsidiawan, 2009). Namun, dalam menciptakan pelayanan publik seperti yang telah diharapkan tersebut masih belum cukup utuk dicapai. Hal ini dikarenakan adanya keterlambatan dalam proses penyerapan anggaran oleh beberapa Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang masih sering terjadi. Padahal, pada UU No. 33 tahun 2004 terdapat aturan yang menjelaskan terkait jadwal dalam menyusun APBD yang berlaku bagi seluruh pemerintah daerah di Indonesia. Permasalahan keterlambatan tersebut, menyebabkan berkurangnya penyerapan APBD yang terjadi hampir diseluruh Pemerintah Daerah, baik dalam tingkat provinsi, kaupaten maupun kota. APBD yang mengalami keterlambatan dalam penyusunan tersebut merupakan APBD yang terlambat ditetapkan atau disahkan oleh pemerintah daerah bersama DPRD sebelum atau saat 31 Desember.

Sebelumnya pada tanggal 21 November 2013 Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan, Marwanto Harjowiryono mengataka bahwa pemerintah pusat akan memberikan sanksi bagi pemerintah daerah yang terlambat dalam penyusunan dan penyerahan APBD. Pernyataan ini dikeluarkan untuk mengantisipasi dampak yang akan timbul akibat dari keterlambatan penyusunan APBD tersebut. APBD yang terlambat ini nantinya akan berpengaruh terhadap perekonomian daerah. Hal tersebut akan terjadi ketika APBD terlambat melebihi 31 Desember, jika APBD belum disahkan maka aliran dana dari sektor pemerintahan akan terhambat dan berpengaruh pada aliran uang atau transaksi di daerah. Dengan hal seperti ini perekonomian daerah akan turut merasakan dampaknya dengan adanya kelesuan ekonomi.

APBD yang terlambat dalam pengesahannya juga dapat memunculkan benih-benih korupsi. Korupsi ini dapat muncul karena adanya usaha untuk mengalihkan dana yang tersisa dari pelaksanaan program APBD kedalam rekening pribadi. Dana yang tersisa tersebut berasal dari dana sisa anggaran program yang tidak tuntas karena terlambat dalam proses awal pelaksanaan. Dampak yang ditimbulkan inilah yang pada akhirnya merugikan masyarakat yang seharusnya menjadi penerima layanan publik.

Contoh keterlambatan APBN yaitu pada Kabupaten Tuban. Pada tahun 2015 Kabupaten Tuban memiliki Anggaran dan Belanja Daerah (APBD) sebesar Rp 2.252.110.520.561,51. Lalu anggaran ini diberikan kepada Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang ada di Kabupaten Tuban. Diberikannya APBD ini bertujuan untuk mewujudkan visi dan misi yang telah dirumuskan oleh Kabupaten Tuban sebelumnya. Namun, dalam perealisasian di lapangan APBD Kabupaten Tuban tidak terserap secara maksimal, hal ini terjadi sampai akhir tahun 2015 anggran yang terserap hanya sebesar 88,72%. Hal ini diakibatkan oleh keterlambatan penyerapan anggaran oleh masing-masing Satuan Kerja Perangkat Daerah di Kabupaten Tuban. Pada Kabupaten Tuban salah satu Satuan Kerja Perangkat Daerah yang penyerapan anggarannya paling lambat adalah perangkat Daerah Badan Lingkungan Hidup (BLH).

Terdapat beberapa faktor yang berhubungan dengan terjadinya keterlambatan penyerapan anggaran pada beberapa daerah seperti :

  • Faktor lemahnya perencanaan anggaran. Dalam Perencanaan anggaran daerah (APBD) terdapat 2 hal, yaitu formulasi kebijakan anggaran yang merupakan penyusunan arah dan kebijakan umum APBD sebagai dasar perencanaan operasional, dan perencanaan operasional kegiatan yang merupakan penyusunan rencana kegiatan.Menurut Halim (2014:91) terlambatnya daya serap suatu anggaran akan mencerminkan perencanaan dari program pemerintahan yang lemah dan kurang siap dalam mengatasinya. Hal ini dikarenakan perencanaan anggaran merupakan pengendali dan penentu arah yang akan ditempuh oleh suatu organisasi dan mencapai suatu tujuan.
  • Lamanya proses pembahasan anggaran oleh DPRD, karena adanya tarik ulur kepentingan yang seharusya  pembahasan anggaran telah final sampai rincian alokasi anggaran sampai bulan Desember, sehingga bulan Januari pemerintah daerah telah siap dalam melaksanakan program-program yang telah disepakati. Adanya tarik ulur ini berdampak pada kegiatan yang dilaksanakan menjadi tidak tepat sasaran.
  • Lamanya proses tender. Proses tender adalah proses pengadaan barang dan jasa yang dilakukan melalui pelelangan oleh ULP. Lamanya proses tender ini dikarenakan adanya beberapa peraturan  yang berkaitan dengan proses pengadaan barang dan jasa yang perlu untuk disosialisasikan. Lumayan banyak pejabat yang membuat komitmen  mengenai tender tetapi, tidak memahami  ketentuan  dalam pengadaan barang  dan jasa tersebut.
  • Ketakutan dalam penggunaan anggaran. Karena adanya aturan-aturan yang selalu berubah-ubah mengakibatkan munculnya kasus yang melibatkan pejabat-pejabat daerah sampai berurusan dengan aparat penegak hukum. Hal inilah yang membuat para pejabat pengelola anggaran dan pelaksana kegiatan di Badan Lingkungan Hidupmenjadi takut untuk menggunakan anggaran APBDnya. Tetapi, selama pengelolaan anggaran tersebut sesuai dengan aturan yang ada  maka mereka tidak akan takut untuk menggunkannya sesuai dengan program yang telah dibuat.
  • Adanya Faktor latar belakang Pendidikan mempengaruhi terjadinya keterlambatan penyusuann APBD, maksudnya jika sumberdaya manusia yang menyusun APBD tidak memiliki latar belakang pendidikan yang memadai maka akan berpotensi menyebabkan terjadinya keterlambatan dalam penyusunan APBD. Hal ini seharusnya perlu dihindari karena jika penyusun APBD tidak memiliki kualitas pendidikan yang disyaratkan, maka akan memunculkan hambatan dalam pelaksanaan tugasnya, dan akhirnya APBD sebagai produk dalam perencanaan dan sistem akuntansi kualitasnya menjadi buruk.
  • Faktor indikator kerja, yaitu harus adanya pemahaman informasi terkait APBD dan saling lancarnya komunikasi antar anggota SKPD dalam penyusunan APBD akan mengurangi potensi terjadinya keterlambatan dalam penyusunan APBD, namun jika indikator kerja menurun maka akan berdampak terlambatnya penyusunan APBD tersebut.  
  • Faktor penyusun APBD juga termasuk kedalam faktor yang berpengaruh terhadap keterlambatan penyusunan APBD. Karena sebagai orang yang menyusun APBD  pastinya harus mendapatkan pembekalan materi dan pengetahuan  yang baik melalui kegiatan pelatihan agar tidak terjadi konfik antar penyusun APBD.

Dari beberapa faktor diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa dalam memperlancar penyelenggaraan penyusunan APBD seharusnya pemerintah menempatkan pegawai-pegawai yang memiliki keahlian dan kompetensi terkait dengan tugas yang harus dikerjakan agar pelaksanaan penyusunan APBD dapat berjalan dengan baik tanpa adanya kendala sedikitpun supaya tidak lagi merugikan masyarakat.

Daftar Pustaka :

Maniagasi, H. A., Bharanti, B. E., & Christian, F. (2017). Faktor-faktor yang Menyebabkan Keterlambatan Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Jurnal Kajian Ekonomi dan Keuangan Daerah, 1(2), 217597.

Nugrahawati, Z. (2016). Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keterlambatan Penyerapan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Tahun 2015 di SKPD Kabupaten Tuban (Studi pada SKPD Badan Lingkungan Hidup). Publika, 4(10).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline