Self-harm di kalangan remaja cukup tinggi, karena faktanya banyak yang melakukan karena minimnya dukungan dari lingkungan disekitarnya. Dorongan untuk melukai dirinya sendiri sebenarnya merugikan dirinya sendiri pula. Oleh sebab itu demi mengurangi angka self-harm ini lingkungan keluarga, teman, sekolah, maupun pemerintah memberi edukasi tentang self-harm yang tidak boleh di sepelekan.
Di Indonesia sendiri, dari 1.018 orangIndonesia yang mengisi survei yang dibuat YouGovOmnibus, sebanyak lebih dari sepertiga penduduk(36,9%) Indonesia pernah melukai diri sendiri. Duadari lima orang responden pernah melukai dirisendiri dan terutama ditemukan di kalangan anakmuda. Fakta ini selaras dengan pernyataan dokterspesialis kesehatan jiwa di RSUD dr. Soetomo, Dr.dr. Yunias Setiawati SpKJ., bahwa dalam seminggurata-rata sepuluh pasien remaja (rata-rata usia 13-15 tahun) datang dalam kondisi sudah menggorestangan, mencakar, ataupun membenturkan diri ketembok (Ginanjar, 2019; dalam mainmain.id, 2020).
Arti self-harm sendiri merupakan melukai diri sendiri yang dilakukan untuk mengatasi gangguan emosi atau rasa sakit emosional dengan cara menyakiti diri sendiri tanpa ada niat untuk bunuh diri. Dari berbagai penelitian, kalangan remaja memiliki intensi tinggi terhadap perilaku ini. masih sedikit penelitian mengenai masalah ini karena fenomena gunung es. Isu ini dinilai sebagai fenomena gunung es karena sangat banyak jumlah kasus yang belum terungkap.
Kasus belum terungkap karena dilakukan secara silent self-harm yang artinya secara diam - diam tanpa sepengetahuan orang sekitarnya ataupun tidak mengungkap kepada orang terdekatnya, kecuali bekas hal tersebut nampak atau kelihatan oleh orang lain, Contohnya saja temannya mengetahui ada luka yang berada di tangannya, atau ekspresi muka wajahnya yang memperlihatkan sedang tidak baik - baik saja. Bisa jadi Psikolog yang menanyakan apakah melakukan atau mengalami self-harm walaupun dilakukan secara diam-diam tetapi harus jujur kepada psikolog apa yang sedang dia alami.
Mengapa harus membicarakan kepada yang lebih profesional seperti contohnya kepada psikolog? karena para pasien dari psikolog tersebut dibuat terbiasa dengan adanya sesi curhat atau cerita. Hal tersebut meminimalisir adanya dorongan untuk melukai diri sendiri karena sudah didengarkan dengan baik serta disalurkan dengan tepat kepada seorang psikolog.
Banyak faktor yang mempengaruhi yang menyebabkan adanya dorogan untuk self-harm salah satunya kesepian. Dia merasa sendiri dan terlarut dengan problem yang terjadi pada kehidupannya. Dari hal tersebut akan muncul rasa bingung karena tidak bisa menyelesaikan problem tersebut. Ketidakmampuan remaja dalam mengatasimasalahnya berkaitan dan dapat dikaji denganmenggunakan theory of personality yangdikemukakan oleh Sigmund Freud. Salah satu dariketiga konstruksi utama yang membentukkepribadian individu, yaitu ego, menghasilkanpemikiran logis yang biasanya digunakan dalampenerapan keterampilan pemecahan masalahdalam kehidupan sehari-hari (Freud, 1923/1974).
Dari hasil pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa perilaku melukai diri atau self-harm lebih banyak dilakukan oleh remaja karena masa remaja merupakan masa yang penuh konflik sehingga rentan untuk melakukan self-harm. Mereka dituntut untuk selalu bisa beradaptasi pada setiap perubahan yang berlangsung cepat. Meski perilaku self-harm dianggap sebagai perilaku nonsuicidal selfinjury (tidak bertujuan untuk bunuh diri), penelitian menunjukkan bahwa mereka yang melakukan tindakan self-harm memiliki potensi tinggi untuk bunuh diri. Faktor-faktor yang berpotensi menyebabkan remaja melukai diri (melakukan self-harm) yang dibahas di atas ialah kesepian, tingkat kesulitan yang tinggi dalam menanggapi pengalaman yang negatif dan tingkat toleransi yang rendah terhadap masalah.
Cara mengatasi self-harm yaitu Pola komunikasi yang baik dengan orang tua sejakdini dapat menjadi jalan keluar untuk menghindariremaja dari self-harm. Selain itu, bagi remajasendiri, menumbuhkan self-talk yang positif danmembangun self-coping yang kuat dapatmenghindari remaja dari perilaku melukai diri. Selftalk yang positif dapat memberikan insight untukberpikir secara logis sehingga ego dapat mengatasiid. selain itu, lingkungan yang positif dan suportifdapat menjadi jalan keluar menghindari perilakuself-harm.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H