Lihat ke Halaman Asli

Fenomena K-Wave, Penyebab Fanatisme di Kalangan Generasi Z

Diperbarui: 20 April 2024   18:59

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Blackpink 2019 World Tour di Paris (@ZEXIONOXIOUS di X)

Korea Selatan menjadi nama negara yang sudah tidak asing lagi untuk didengar. Negara asal ginseng ini telah sukses mengukir jejak dalam dunia hiburan global dengan apa yang dikenal sebagai K-Wave. Fenomena ini telah menjangkau berbagai penjuru dunia, menghipnotis jutaan penggemar, terutama di kalangan Generasi Z. 

Korean Wave atau K-wave adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan penyebaran budaya populer Korea Selatan yang terjadi secara menyeluruh ke berbagai negara. Hal ini mencakup berbagai aspek, mulai dari musik (K-Pop), seri televisi (K-Drama), film, makanan, fashion bahkan gaya hidup. 

Produk budaya K-Wave yang paling banyak membuat kalangan Gen Z menjadi fanatik adalah musik K-Pop (artis). Namun, apa yang membuat fenomena ini begitu kuat sehingga memicu fanatisme di kalangan Gen Z?

Penyebab dari fanatisme ini dapat kita telaah dari beberapa sudut pandang. Pertama, pengaruh media sosial yang mendominasi kehidupan Gen Z. Platform seperti Tiktok, Instagram, dan X telah menjadi wadah bagi para penggemar untuk menyatakan cinta dan dukungan mereka kepada para idol K-Pop, Namun, tanpa batasan yang jelas, hal ini dapat memicu perilaku obsesif dan memperkuat fanatisme.

Hal ini yang membuat mereka menganggap para idol K-Pop sebagai seseorang yang istimewa dalam hidup mereka. Mereka merasa terhubung dengan idola mereka tanpa harus bertemu dan hanya melalui media sosial, menciptakan ikatan yang kuat berupa rasa kepemilikan terhadap grup atau idola mereka, sehingga mereka rela membeli seluruh rilisan idolanya hingga mengirimkan barang-barang bernilai sebagai hadiah. 

Selain itu, tekanan sosial dari sesama penggemar juga turut memperbesar fenomena fanatisme ini. Dalam komunitas penggemar, seringkali ada tekanan untuk menunjukkan tingkat kesetiaan dan dedikasi tinggi kepada idola masing-masing. Hal ini bisa membuat individu merasa perlu untuk terus menerus terlibat dalam aktivitas yang terkait dengan idolanya, bahkan jika hal itu mengganggu kehidupan pribadi mereka. 

Menurut hasil survei tahun 2017 yang dilakukan Kumparan.com kepada 100 orang penggemar K-pop, dimana hasilnya sekitar 57% dari mereka berada pada rentang usia 12-20 tahun yaitu usia remaja dan dewasa awal. Sementara 42% fans berusia 21-30 tahun, dengan 1% di antaranya berusia di atas 30 tahun. Dilihat dari sisi usia, penggemar K-pop rata-rata berada dalam rentang remaja hingga dewasa muda, dimana Generasi Z berada pada rentang usia ini. 

Menurut Dokter Asmarahadi SpKj, pada fase ini, salah satu bagian otak manusia yaitu, Prefrontal Cortex (PFC) sedang tumbuh. PFC ini mempunyai fungsi penting bagi manusia untuk bisa membuat keputusan, mengontrol diri, menimbang konsekuensi, dan lainnya. Karena PFC yang belum sepenuhnya matang, penggemar K-pop pada rentang usia 12-20 tahun memiliki kecenderungan untuk berperilaku fanatik dan lebih mudah terpengaruh lingkungan. 

Untuk mengatasi hal-hal tersebut, yang bisa kita lakukan adalah membatasi waktu yang dihabiskan untuk mengonsumsi konten tentang idola, karena terlalu banyak eksposur bisa memperkuat fanatisme. Kita bisa mencari kesibukan lain dengan melakukan hobi yang disukai, berolahraga jika sudah lama tidak melakukannya atau mengerjakan pekerjaan yang sering ditunda-tunda.

Perlu diingat bahwa penting bagi kita sebagai penggemar untuk bersikap sewajarnya dalam mengidolakan seseorang. Kita dapat menghormati idola kita dengan mendukung mereka tanpa mengorbankan kesejahteraan kita sendiri.

Salsabila Kurnia, Mahasiswa Program Studi Hubungan Masyarakat dan Komunikasi Digital, Universitas Negeri Jakarta angkatan 2022.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline