Meraih opini WTP dari BPK menjadi kebanggaan tersendiri bagi daerah yang menyandangnya, terlebih bagi para kontestan politik negeri ini. WTP bak dagangan politik untuk menarik simpati masyarakat, seolah-olah mereka telah menjalankan roda birokrasinya dengan benar. WTP di tangan bukan berarti para pimpinan kementrian lembaga dan pemerintah daerah dapat bernafas lega. Kebanyakan dari mereka berlindung dibalik opini WTP, dengan asumsi telah bersih dari praktik korupsi dan tak perlu lagi diperiksa. WTP adalah singkatan dari Wajar Tanpa Pengecualaian, yakni sebuah opini yang dikeluarkan auditor terhadap laporan keuangan. Sesuai amanat konstitusi dan UU No. 17 tahun 2003, audit atas laporan keuangan lembaga negara dilakukan oleh BPK.
WTP menjadi obsesi para pimpinan lembaga. Bahkan saking nafsunya meraih WTP, ada kepala daerah yang memerintahkan anak buahnya untuk menyuap auditor BPK agar hasil pemeriksaannya beropini WTP seperti kasus yang pernah terjadi di 2010 yakni dua auditor BPK perwakilan Jawa Barat divonis masing-masing empat tahun penjara karena menerima suap ratusan juta dari pejabat Pemkot Bekasi agar Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) Bekasi memuat WTP.
Pengumuman yang begitu gencar seolah menunjukan llembaga-lembaga negara yang memperoleh WTP sudah bersih dari penyimpangan dan penyelewengan. Setiap hasil audit dari BPK sudah sepatutnya dikaji, integritas auditor dan pimpinan BPK juga perlu diperiksa. banyak daerah yang mendapat opini WTP tapi justru kepala daerahnya bermasalah, dan para menteri yang lembaganya mendapat opini WTP dari BPK juga tak sedikit yang terjerat kasus korupsi di KPK.
Sekedar flashback, WTP yang diperoleh Kementrian Agama beberapa tahun lalu menjadi sebuah ironi. Ketika BPK menyerahkan hasil audit dengan opini WTP kepada Menteri Agama, namun beberapa hari kemudian, KPK membongkar korupsi pengadaan kitab suci Alquran di kementrian ini. Miris, sebagai institusi yang membawa nama "agama", orientasi kerja sebagai pejabat dan aparatur Kementrian Agama haruslah mencerminkan kemuliaan agama dan menjadi panutan bagi semua pranata pemerintahan dan umat beragama justru malah tersandung kasus korupsi yang jelas-jelas diharamkan oleh agama manapun.
tak hanya itu, pada tingkat daerah pun lebih memprihatinkan. Salah satu kabupaten di pulau Madura, yakni kabupaten Bangkalan menjadi salah satu kabupaten yang rajin menyandang opini WTP. Namun, sang kepala daerah justru melakukan korupsi yang cukup masif. Mantan Bupati Bangkalan, Fuad Amin kini tengah berurusan dengan KPK terkait dengan kasus suap. Selain suap, ia juga melakukan korupsi dan mencuci uang hasil kejahatannya.
Istilah WTP telah disebutkan dalam penjelasan pasal 16 UU No. 15 tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Negara. Berdasarkan UU ini, Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) atas laporan keuangan pemerintah memuat opini. Selain opini, pemeriksa juga mengeluarkan temuan, kesimpulan, dan rekomendasi untuk LHP atas kinerja. Sedangkan LHP dengan tujuan tertentu memuat kesimpulan.
Opini WTP diberikan BPK apabila laporan keuangan yang diperiksa disajikan dengan standar akuntansi yang berlaku umum dan telah bebas dari salah saji yang materiil. Yang dimaksud dengan disusun berdasarkan standar yang berlaku adalah laporan tersebut tidak disusun berdasarkan keinginan sendiri atau seenaknya sedangkan bebas salah saji yang materiil (signifikan) mengandung arti bahwa angka-angka yang disajikan dalam laporan keuangan tidak dinyatakn terlalu besar/kecil secara materiil sesuai klasifikasi penyajian yang benar serta telah terdapat pengungkapan/penjelasaan yang cukup memadai.
Audit yang dilakukan oleh BPK adalah audit untuk menilai kewajaran suatu laporan keuangan. Kewajaran bukan berarti kebenaran atas suatu transaksi. Opini WTP yang disematkan kepada pemerintah pusat maupun daerah bukan merupakan wujud instansi tersebut bebas dari korupsi karena pemeriksaan laporan keuangan tidak ditujukan secara khusus untuk mendeteksi adanya korupsi. Dengan kata lain, informasi yang termasuk dalam laporan keuangan yang mendapat opini WTP masih mungkin mengandung kesalahan namun kesalahan tersebut tidak mengakibatkan pengambilan keputusan yang berbeda. Namun demikian, BPK wajib mengungkapkan apabila menemukan ketidakpatuhan atau ketidakpatutan baik yang berpengaruh atau tidak berpengaruh terhadap opini atas laporan keuangan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H