Di tengah hiruk-pikuk kawasan Dago, Bandung, berdiri sebuah bangunan megah bernama The Maj Dago. Awalnya direncanakan menjadi salah satu simbol kemewahan kota, bangunan ini kini menjadi saksi bisu ambisi besar yang tidak terlaksana. Alih-alih menjadi pusat perhatian karena keindahannya, gedung ini justru memunculkan keresahan di tengah masyarakat sekitar.
Dago adalah kawasan strategis yang terkenal dengan pemandangan alam dan aktivitas ekonominya. Namun, kehadiran The Maj Dago membawa paradoks tersendiri. Gedung ini, yang dahulu menjadi lambang aspirasi modern, kini terbengkalai dan tidak terawat. Bahkan, warga sekitar menganggapnya sebagai ancaman, baik dari segi lingkungan maupun keselamatan.
Awalnya, The Maj Dago dirancang sebagai properti prestisius dengan harapan menjadi salah satu ikon Bandung. Namun, berbagai kendala, termasuk persoalan manajemen dan regulasi, menyebabkan proyek ini terbengkalai. Gedung besar itu kini kosong dan mulai mengalami kerusakan akibat kurangnya perawatan. Beberapa bagian bangunan mulai runtuh, mengundang kekhawatiran masyarakat yang tinggal di sekitarnya.
RA, seorang pemuda yang tinggal di kawasan Dago, mengungkapkan keresahannya. "Dulu gedung ini terlihat menjanjikan. Tapi sekarang, jadi pemandangan suram yang mengganggu," ujarnya. Ia juga menambahkan bahwa kerusakan kecil yang terjadi seiring waktu meningkatkan rasa was-was warga sekitar. "Apalagi sering ada reruntuhan dari bangunan yang mulai terlepas. Itu bahaya banget buat kita yang tinggal dekat sini."
Keberadaan The Maj Dago di lokasi yang strategis namun rentan bencana juga menjadi sorotan. Bandung Utara dikenal dengan keberadaan Sesar Lembang, patahan aktif yang berpotensi memicu gempa besar. Para ahli memperkirakan sesar ini mampu menghasilkan gempa dengan kekuatan lebih dari 6,5 magnitudo. Lokasi The Maj Dago yang berada di kawasan Dago atas, tidak jauh dari jalur patahan tersebut, semakin meningkatkan kekhawatiran warga.
"Gedung ini sudah tua dan tidak dirawat, jadi kalau ada gempa besar, kita tidak tahu seberapa kokoh struktur bangunannya," ujar RA. Ia menambahkan bahwa gedung tersebut bisa menjadi ancaman serius jika runtuh akibat gempa. Risiko ini tidak hanya membahayakan warga di sekitar gedung tetapi juga dapat memengaruhi infrastruktur di sekitarnya.
Selain ancaman fisik, keberadaan gedung kosong ini juga memengaruhi psikologis warga. Ketidakpastian tentang masa depan bangunan ini menciptakan rasa cemas yang terus-menerus. Banyak warga merasa hidup dalam bayang-bayang potensi bencana, baik karena gempa maupun kerusakan struktur gedung.
Tak hanya itu, gedung mangkrak ini juga menimbulkan kekhawatiran sosial. Beberapa warga melaporkan bahwa bangunan ini sering menjadi tempat berkumpulnya individu-individu yang tidak bertanggung jawab, seperti pemuda yang melakukan tindakan meresahkan. Hal ini menciptakan stigma negatif terhadap lingkungan sekitar gedung dan meningkatkan risiko masalah keamanan.
Masyarakat sekitar berharap ada langkah tegas dari pihak berwenang untuk mengatasi masalah ini. Salah satu solusinya adalah merenovasi bangunan agar kembali berfungsi atau bahkan merobohkannya jika tidak memungkinkan untuk diperbaiki. Selain itu, pemerintah perlu melakukan kajian mendalam terkait dampak lingkungan dan keselamatan yang ditimbulkan oleh bangunan ini.
RA dan warga lainnya menyampaikan aspirasi mereka agar masalah ini segera ditangani. "Kita cuma ingin merasa aman tinggal di sini. Kalau gedung ini tidak bisa dimanfaatkan, lebih baik dibongkar saja," ujarnya. Ia juga menambahkan bahwa pemanfaatan lahan untuk fasilitas publik atau ruang hijau bisa menjadi alternatif yang lebih bermanfaat bagi masyarakat.
The Maj Dago kini menjadi simbol ambisi yang gagal dan pengingat akan pentingnya perencanaan yang matang dalam pembangunan infrastruktur kota. Bangunan ini tidak hanya memengaruhi estetika kawasan Dago, tetapi juga menimbulkan berbagai dampak, mulai dari risiko keselamatan hingga keresahan sosial.