Lihat ke Halaman Asli

SaLSABILA

Mahasiswi

Cerminan Bahaya Perundungan di Indonesia: Kasus Audrey di Pontianak

Diperbarui: 3 Januari 2025   13:36

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

doc.pribadi

Pada tahun 2019, kasus Audrey, seorang siswi SMP di Pontianak yang menjadi korban perundungan oleh sejumlah siswi SMA, mengejutkan masyarakat Indonesia. Kekerasan fisik dan verbal yang dialami Audrey tidak hanya meninggalkan luka pada tubuhnya, tetapi juga menyisakan trauma mendalam pada psikologisnya. Kasus ini mencuat ke permukaan setelah viral di media sosial dengan tagar #JusticeForAudrey, memicu gelombang empati dan kemarahan publik.

Kasus ini bukan hanya tentang Audrey. Ia adalah gambaran dari ancaman serius yang dihadapi banyak anak dan remaja di Indonesia akibat perundungan. Dalam konteks ini, perundungan atau bullying adalah tindakan menyakiti seseorang, baik secara fisik, verbal, sosial, maupun melalui dunia maya, yang dilakukan secara berulang. Tindakan ini tidak hanya merugikan korban secara individu, tetapi juga menciptakan lingkungan sosial yang tidak sehat.

Perundungan harus dihindari karena dampaknya sangat destruktif. Secara fisik, korban dapat mengalami luka, cedera, atau bahkan kondisi kesehatan yang memburuk. Secara psikologis, trauma yang ditimbulkan sering kali lebih sulit disembuhkan. Banyak korban perundungan mengalami depresi, kecemasan, kehilangan rasa percaya diri, hingga keinginan untuk mengisolasi diri dari lingkungan sosial. Dalam beberapa kasus ekstrem, perundungan bahkan dapat mendorong korban pada pikiran untuk mengakhiri hidup.

Sayangnya, kasus perundungan seperti ini semakin marak terjadi, dipicu oleh beberapa faktor utama. Salah satunya adalah kurangnya pengawasan dari orang tua dan guru terhadap perilaku anak-anak. Selain itu, media sosial menjadi sarana yang mempermudah terjadinya cyberbullying, di mana pelaku dapat menyerang korban tanpa harus bertatap muka. Rendahnya kesadaran masyarakat mengenai bahaya perundungan juga menjadi masalah besar, karena banyak yang menganggapnya sebagai hal biasa atau bagian dari "kenakalan remaja."

Dalam kasus seperti ini, tanggung jawab tidak hanya ada pada pelaku. Orang tua memegang peran penting dalam membentuk moral dan perilaku anak. Sekolah juga harus memastikan terciptanya lingkungan yang aman dan mendukung, sekaligus menerapkan kebijakan tegas terhadap tindakan bullying. Masyarakat, termasuk teman-teman korban, juga memiliki peran dalam melaporkan dan mencegah perundungan. Pemerintah pun harus memperkuat regulasi yang ada, seperti UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dan UU ITE, untuk memberikan perlindungan hukum yang lebih kuat bagi korban.

Kasus Audrey menjadi pelajaran penting bagi kita semua. Ia mengingatkan bahwa perundungan bukanlah masalah kecil. Setiap pihak---baik keluarga, sekolah, masyarakat, maupun pemerintah---harus bekerja sama untuk mencegah tindakan serupa terjadi di masa depan. Edukasi tentang bahaya bullying harus ditingkatkan, baik di lingkungan keluarga maupun di sekolah. Sekolah juga perlu menyediakan layanan konseling bagi siswa yang menjadi korban perundungan. Selain itu, media sosial dapat dimanfaatkan sebagai alat kampanye kesadaran untuk melawan perundungan.

Dengan langkah-langkah ini, kita dapat menciptakan lingkungan yang lebih aman bagi generasi muda. Kasus Audrey seharusnya menjadi titik balik untuk melawan perundungan di Indonesia, memastikan tidak ada lagi anak yang harus mengalami penderitaan serupa. Perundungan adalah ancaman nyata yang harus kita lawan bersama.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline