Lihat ke Halaman Asli

Salsabiila Arkhan

Mahasiswa Ilmu Hubungan Internasional Universitas Teknologi Yogyakarta

Analisis Kasus Pelunasan Utang Indonesia ke IMF dan Kerja Sama Indonesia - Australia (IA-CEPA) dalam Perspektif Neo-Liberalisme

Diperbarui: 25 Oktober 2023   06:26

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Teori neo-liberalisme merupakan sebuah gagasan yang hadir pasca Perang Dingin yang menekankan pentingnya kerja sama ekonomi untuk meningkatkan kemakmuran, kesejahteraan, dan keuntungan. Ide dasar dari teori ini berasal dari sifat rasional yang positif manusia, dimana manusia akan saling bekerja sama dan saling menguntungkan, sehingga begitupun negara dan aktor lainnya. Gagasan neo-liberalisme ini sebenarnya berakar dari tradisi pemikiran liberal klasik yang menempatkan individualisme, rasionalitas, kebebasan, dan equality sebagai nilai-nilai yang paling mendasar. Berangkat dari ide dasar dalam liberalisme klasik Adam Smith yang mengedepankan aspek ekonomi dan perdagangan inilah, neo-liberalisme hadir menawarkan beberapa resep serta rumus kebijakan (seperti Washington Consensus) yang dinilai manjur dan membawa kemakmuran, sehingga teori ini banyak mempengaruhi ideologi negara-negara di dunia. Karena perhatian utama dari teori neo-liberalisme ini adalah bagaimana untuk mencapai kerja sama antara negara-negara dan aktor lain dalam sistem internasional. Di dalam neo-liberalisme sendiri aktor yang muncul dan diperhatikan tidak hanya negara, namun juga aktor non-negara seperti hanya MNCs (Multinasional Corporations). Hadirnya aktor non-negara yang kemudian bekerja sama dan terlibat dengan aktor negara, kemudian menurut neo-liberal dipandang sebagai suatu kondisi kompleks interdependensi.

Kerja Sama Indonesia-Australia melalui IA-CEPA

Indonesia-Australia Comprehensive Economic Partnership Agreement atau yang biasa disingkat IA-CEPA merupakan bentuk kerja sama bilateral antara Indonesia dan Australia di bidang ekonomi, yang kemudian dituangkan ke dalam perjanjian dengan dengan prinsip dasar kemitraan yang saling menguntungkan secara berimbang. Kemitraan ini akan memperkuat hubungan ekonomi Indonesia dan Australia dalam jangka waktu yang panjang. Kemitraan Indonesia - Australia ini diarahkan untuk membentuk "Economic Powerhouse" di kawasan, dengan menggabungkan kekuatan kedua negara. Perjanjian ini telah ditandatangani oleh kedua negara sejak Maret 2019 dan telah melalui proses ratifikasi. IA-CEPA terlebih dahulu diratifikasi oleh Australia pada tanggal 26 November 2019, dan kemudian diikuti oleh Indonesia di tanggal 28 Februari 2020 yang kemudian ditindaklanjuti dengan terbitnya UU No. 1 Tahun 2020 tentang Pengesahan Persetujuan Kemitraan Ekonomi Komprehensif Indonesia dan Australia. Perjanjian bilateral ini mencakup perdagangan ekspor impor, ketenagakerjaan, telekomunikasi, investasi, dan perdagangan elektronik. yang meliputi aspek tariff dan non-tariff, prosedur bea cukai, fasilitasi perdagangan dan ketentuan asal barang, hambatan teknis perdagangan, serta sanitasi dan fitosanitasi. Kehadiran IA-CEPA ini membuka potensi besar bagi kerja sama bidang ekonomi di kedua negara, dengan tujuan untuk menciptakan kemitraan saling menguntungkan, mendukung kepentingan bersama dan terwujudnya Kawasan yang aman dan sejahtera. Perjanjian ini disebut-sebut sebagai perjanjian perdagangan besar yang akan memperdalam hubungan kerja sama kedua negara dan meningkatkan arus perdagangan antar kedua negara.

Kerja sama Indonesia dengan Australia yang dituangkan dalam IA-CEPA ini dapat dinilai sebagai salah satu bentuk representasi dari teori neo-liberalisme, yang bercerita mengenai pengedepanan kerja sama ekonomi dan perdagangan yang pada akhirnya memberikan pengaruh terhadap kemakmuran negara yang ditimbulkan dari kebijakan didalamnya. IA-CEPA sendiri hadir sebagai bentuk peminimalisiran adanya hambatan ekonomi sehingga tercipta pasar bebas, dan menjadi perlindungan serta fasilitas investasi bagi investor atau dalam hal ini swasta dari kedua negara. Adanya perlindungan serta fasilitas investasi ini menjadi jalan untuk meningkatkan investor atau swasta sehingga diharapkan dapat mencipta keuntungan atas berbagai pihak. Dengan adanya peminimalisiran hambatan ini, tentu akan mempermudah perdagangan dan membantu pembangunan negara sesuai dengan rumus neoliberal. Dengan terciptanya pasar bebas dan peningkatan investasi dari swasta, hal ini menggambarkan kondisi kompleks interdependensi ala neo-liberal dimana terdapat aktor yang beragam tidak hanya negara, yang kemudian para aktor ini saling bekerja sama, dan mempengaruhi. Swasta sendiri dalam pandangan neo-liberal dinilai sebagai bentuk pemaksimalan kemampuan individu yang mampu memberikan kesejahteraan, salah satunya dengan penciptaan lapangan kerja.  Berangkat dari sifat rasionalitas manusia, neo-liberal percaya bahwa kerja sama antara negara dan swasta akan saling menguntungkan. Adapun berikut ini beberapa manfaat yang didapatkan dari adanya IA-CEPA :

Bagi Indonesia

  • IA-CEPA menguntungkan pelaku usaha Indonesia melalui penghapusan seluruh tarif bea masuk Australia, sehingga hal ini dapat berpeluang untuk meningkatkan ekspor produk Indonesia ke pasar Australia.
  • IA-CEPA memberikan perlindungan investasi, sehingga berpeluang menambah masuknya investor Australia ke Indonesia, begitupun investor Indonesia juga akan dilindungi dalam melakukan ekspansi usaha dengan melakukan penanaman modal di Australia.

Bagi Australia

  • Australia mendapat pembebasan tariff bea masuk sebanyak 94%, sehingga barang dari Australia dapat bersaing dengan barang domestik yang ada di pasar Indonesia dan dapat meningkatkan valuta asing.
  • Australia dapat melakukan investasi dengan membawa bisnis baru di pasar Indonesia, hal ini akan membuka peluang ekspor tambahan sehingga meningkatkan kinerja ekspor Australia secara keseluruhan.

Selain itu, dalam IA-CEPA juga diterapkan resep kebijakan Washington Consensus seperti Foreign Direct Investment (penghapusan hambatan terhadap masuknya perusahaan asing), Deregulation (penghapusan hambatan terhadap masuknya perusahaan baru ke dalam suatu bidang bisnis dan yang membatasi persaingan), dan Trade Liberalization (penghapusan hambatan, seperti tarif). Dengan dibentuknya Indonesia--Australia Comprehensive Economic Partnership Agreement (IA-CEPA) telah membuktikan bahwa lebih baik melakukan kerja sama dalam sistem internasional yang anarki, sehingga pada akhirnya kerja sama ini mampu menciptakan kedamaian yang dipenuhi kemakmuran, kesejahteraan, dan keuntungan, seperti halnya asumsi dalam neo-liberalisme.

Kasus Pelunasan Hutang Indonesia ke IMF

International Monetary Fund (IMF), atau dikenal sebagai Dana Moneter Internasional, adalah sebuah organisasi internasional yang didirikan pada tahun 1944 dalam konferensi Bretton Woods yang bertujuan untuk mengawasi sistem keuangan global, menggalang kerja sama ekonomi antar-negara, menjaga stabilitas perekonomian dunia, serta memberikan pinjaman dan dukungan finansial kepada negara anggota yang mengalami krisis ekonomi atau kesulitan keuangan. Indonesia sendiri bergabung dan menjadi anggota IMF pada tahun 1967. Pada tahun 1998, pemerintah Indonesia meminjam dari IMF untuk mengatasi krisis ekonomi. Pemerintah Indonesia telah melakukan pembayaran pokok utang ke IMF senilai US$ 11,1 miliar sepanjang 2001-2006, dan pembayaran beban serta bunga pinjaman senilai 2,1 miliar SDR berlangsung sejak 1998-2006. Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati mengatakan, percepatan pelunasan utang ke IMF ini sudah mempertimbangkan seluruh aspek perekonomian, seperti kondisi arus modal yang masuk ke Indonesia, cadangan devisa, serta kebutuhan pembiayaan. Pelunasan hutang ini menandai era kebijakan ekonomi yang lebih mandiri, dan lepas dari intervensi IMF.

Dilihat dari kacamata neo-liberal, hutang Indonesia ke IMF merupakan salah satu bentuk adanya kerja sama yang coba digambarkan oleh teori ini, dimana apabila suatu negara tidak mampu memenuhi kebutuhan domestiknya, maka hadirnya IMF dinilai sebagai solusi atas permasalahan tersebut. Hal ini kemudian menimbulkan kompleks interdependensi antara organisasi internasional yang dalam hal ini IMF dan Negara Indonesia. Pelunasan hutang Indonesia ke IMF pada tahun 2006 dinilai sebagai langkah awal menuju stabilitas ekonomi dan untuk mengurangi atau bahkan menghentikan intervensi serta tekanan dari organisasi internasional (IMF) dalam urusan ekonomi jangka panjang. Sehingga hal ini dapat meningkatkan efisiensi ekonomi dan Indonesia dapat menjalani kebijakan yang lebih mandiri dan bebas. Pelunasan hutang ini tidak akan memengaruhi keanggotaan Indonesia di IMF, karena hanya berupa pengembalian bantuan dari IMF saja. Pelunasan hutang ini menggambarkan wujud nyata hubungan kerja sama yang kooperatif bukan konfliktual sesuai dengan pandangan neo-liberalisme.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline