Akhir-akhir ini persoalan nilai rupiah menjadi perbincangan hangat di kalangan masyarakat. Dimana pada tanggal 15 Juni 2024 kemarin, tercatat nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat menyentuh angka Rp 16.400 per dolar AS. Ini merupakan posisi terlemah rupiah dalam empat tahun terakhir sejak awal pandemi Covid-19. Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo menjelaskan bahwa nilai rupiah terhadap dolar AS melemah sekitar 5,92 persen sejak Desember 2023.
Ada beberapa faktor yang menjadi penyebab melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS. Dari sisi global, pelemahan nilai tukar rupiah terjadi akibat ketidakpastian pasar keuangan global yang semakin memburuk terkena dampak dari ketegangan geopolitik di Timur Tengah. Menurut Perry Warjiyo, inflasi yang tinggi disertai dengan pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat yang stabil akan mendorong penurunan terhadap Fed Funds Rate (FFR) yang lebih kecil. Penurunan FFR dapat mengakibatkan inflasi yang berkepanjangan dan menurunkan persentase pertumbuhan ekonomi dunia.
Selain itu, pelemahan nilai tukar rupiah juga disebabkan oleh ketidakpercayaan investor terhadap nilai rupiah di masa depan. Munculnya keraguan dipengaruhi oleh berita yang sebelumnya muncul menyebutkan bahwa perkiraan utang yang meningkat saat periode kepemimpinan selanjutnya yang belum jelas sumbernya. Investor juga mengantisipasi kemungkinan bahwa BI tidak akan kembali menaikkan suku bunga, sehingga investor kemudian beralih untuk berinvestasi pada dolar AS dan emas. Ini dapat terlihat dari yield obligasi yang mencapai 7,13%.
Melemahnya nilai tukar rupiah berdampak pada meningkatnya harga barang-barang impor, seperti minyak mentah, elektronik hingga pakan ternak. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) juga mengalami penurunan selaras dengan menurunnya bursa saham Asia dan global. Selain itu, mata uang lainnya seperti won Korea Selatan, bath Thailand, hingga yen Jepang juga melemah akibat dari penurunan suku bunga AS.
Pelemahan yang signifikan terhadap nilai tukar rupiah dalam beberapa bulan terakhir menandakan bahwa pemerintah kita masih belum mampu mengendalikan inflasi dan mengatur ekonomi negara dengan baik. Pelemahan nilai tukar juga terjadi akibat dari banyaknya warga negara yang lebih memilih untuk membeli produk luar dan berlibur ke luar negeri dibandingkan di dalam negeri. Tidak bisa dipungkiri bahwa terkadang memang tarif yang dikenakan untuk ke luar negeri bisa lebih murah dibandingkan pergi ke kota lain di dalam negeri sehingga menyebabkan banyak warga negara yang berbondong-bondong menukar rupiah ke mata uang asing.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H