Di era globalisasi sekarang ini, lingkungan sosial sangat dinamis dan terbuka. Konteks kaum muda sangat bervariasi di tempat diseluruh dunia dan bahkan di dalam duatu negara. Salah satu hal yang dibawa dalam perubahan ini adalah perubahan gaya hidup remaja. Perpaduan antara tipikal usia perkembangan remaja sebagai usia belajar dengan dinamika lingkungan sosial dan budaya saat ini yang memungkinkan remaja untuk memasuki lingkungan atau dunia berbeda yang seringkali tidak dapat dipahami dengan benar oleh generasi yang lebih tua (Tsany, 2017).
Menurut WHO, pemuda dapat dibedakan antara masa remaja (10-19 tahun) dan pemuda (15-24 tahun). Remaja terlantar (15-24 tahun) merupakan remaja yang tidak mendapatkan pelayanan formal seperti pendidikan (mereka tidak bersekolah atau putus sekolah), kesehatan (mereka tidak memiliki akses ke layanan kesehatan formal) dan pekerjaan (mereka bekerja secara formal dan relative tidak tetap).
Pernikahan dini masih sering terjadi di negara berkembang, khususnya di Indonesia dimana pernikahan dini di Indonesia telah menjadi masalah serius. Bagi orang yang hidup di awal abad ke-20 atau lebih awal, perkawinan mencakup kelompok pemuda yang tinggal di pemukiman yang terpinggirkan secara sosial dan ekonomi di komunitas perkotaan besar, karena minimnya informasi yang dimiliki, mereka akhirnya menyebabkan tindakan atau perilaku tidak wajar seperti narkoba, seks bebas dan lainnya yang terjadi dengan mudah sehingga berakhir dengan pernikahan.
Menurut UNICEF, pernikahan dini adalah pernikahan yang dilakukan oleh orang di bawah usia 18 tahun. Perkawinan anak di bawah umur di bawah 18 tahun melanggar hak ana katas pendidikan, kesenangan, kesehatan dan kebebasan berekspresi dan diskrimiasi. Terjadinya perkawinan sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor dan kebiasaan penduduk dalam suatu masyarakat. Keberagaman pola perkawinan ditemukan di masyarakat karena perbedaan faktor dan kebiasaan, kemudian diikuti oleh anggota masyarakat tersebut.
Masalah kemiskinan mungkin menjadi penyebab utamanya, bahkan menjadi batu loncatan bagi perekonomian kelas bawah untuk bertahan sebagai strategi menghadapi masalah, baik secara sosial maupun budaya. Dalam suatu daerah di mana kemiskinan merupakan masalah yang sangat mendesak, pada akhirnya perempuan muda seringkali dianggap sebagai beban ekonomi keluarga. Oleh karena itu, pernikahan dini sering dipandang sebagai solusi, karena keluarga wanita kemudian menerima mas kawin dari pria dan mengurangi beban ekonomi keluarga.
Selain kesehatan dan ekonomi, pendidikan merupakan salah satu faktor yang membentuk kualitas penduduk. Pembangunan di bidang Pendidikan bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa. Pengembangan SDM suatu negara akan sangat menentukan karakter pembangunan ekonomi dan sosial, karena rakyat adalah aktor yang aktif dalam semua kegiatan tersebut. Dapat ditunjukkan bahwa selain faktor ekonomi yang mendorong orang menikah dini, faktor di bidang pendidikan juga dapat memengaruhi angka pernikahan dini. Semakin tinggi tingkat Pendidikan, semakin banyak pengetahuan yang diperoleh seseorang tentang kesehatan seksualitasnya yang mengarah pada pernikahan yang sehat. Tanpa Pendidikan tinggi, seseorang akan memperoleh sedikit pengetahuan tentang kesehatan reproduksi untuk memicu pernikahan dini.
Berikutnya adalah faktor pekerjaan. Populasi yang besar menciptakan masalah serius pada kesempatan kerja. Masalah utama yang memengaruhi ketenagakerjaan adalah pengangguran, setengah pengangguran dan rendahnya kualitas hidup pekerja. Tingkat pekerjaan perempuan cenderung lebih rendah karena berbagai tanggung jawab rumah tangga mereka. Perempuan lebih mungkin meninggalkan pekerjaan ketika mereka menikah, melahirkan dan membesarkan anak-anaknya, dan kemudian kembali bekerja ketika anak-anaknya cukup besar. Dari tingkat pekerjaan terlihat bahwa laki-laki memiliki tingkat pekerjaan lebih tinggi dari perempuan. Jadi, faktor pekerjaan ini juga memegaruhi seseorang untuk menikah dini karena dengan pekerjaan yang sudah dimiliki oleh pria, wanita merasa lebih nyaman diundang ke pernikahan karena dapat membantu ekonomi keluarga (Tsany, 2017).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H