PEMBATALAN PTDH RUDI SOIK, REFLEKSI DAN HARAPAN REFORMASI PADA TUBUH POLRI
*Salmun Ndun,S.Pd., Guru UPTD SMP Negeri 1 Lobalain, Kab. Rote Ndao
Input gambar: tirto.id
Inpu gambar: kupang.antaranews.com
Ada dua versi yang melatarbelakangi Ipda Rudy Soik dipecat yakni menurut versi Polda NTT dan versi Rudy Soik. Keduanya punya narasi yang bertolak belakang. Intinya, Polda NTT memecat Ipda Rudy Soik karena persoalan disiplin dan etik, sebaliknya dari pihak Ipda Rudi Soik oleh Romo Chrisanctus Paschalis Saturnus membacakan kronologi yang bertolak belakang dari versi polisi, mengatakan bahwa pemecatan Ipda Rudi Soik sebagai "kriminalisasi" dan upaya menghentikan kasus mafia BBM yang melibatkan anggota polisi.
Input gambar: vivo.co.id
Dari perspektif hukum, kasus ini menggarisbawahi pentingnya perlindungan terhadap aparat yang melaksanakan tugas sesuai sumpah jabatan mereka. Sementara itu, dari sisi etika, keputusan PTDH dan pembatalannya mencerminkan dilema antara menjaga integritas institusi dan memberikan keadilan individual bagi anggota yang bertindak atas dasar profesionalisme dan keberanian moral. Hal ini menimbulkan pertanyaan mendalam tentang apakah sistem hukum internal Polri benar-benar mendukung anggota yang berjuang melawan kejahatan terorganisir atau justru melemahkan posisi mereka.
Kasus Ipda Rudi Soik mengungkap kelemahan signifikan dalam sistem disipliner Polri, terutama dalam hal transparansi dan konsistensi penegakan aturan. Proses keputusan PTDH yang sempat dijatuhkan namun akhirnya dibatalkan menunjukkan adanya potensi ketidakcermatan dalam evaluasi kasus. Hal ini dapat mencerminkan lemahnya mekanisme pengawasan internal yang seharusnya menjamin bahwa keputusan diambil berdasarkan fakta dan hukum yang kuat, bukan atas tekanan atau faktor lain di luar substansi perkara.
Selain itu, kurangnya keterbukaan informasi mengenai alasan-alasan yang melandasi setiap keputusan dapat memunculkan persepsi negatif di masyarakat, bahkan terhadap anggota yang berupaya menjalankan tugas secara profesional. Dalam jangka panjang, kelemahan seperti ini tidak hanya merugikan individu anggota Polri, tetapi juga menggerus kepercayaan publik terhadap institusi tersebut sebagai penegak hukum yang adil dan berintegritas.
Input gambar: kumparannews
Penting bagi Polri untuk memastikan bahwa anggota yang berani mengungkap kejahatan, seperti Ipda Rudi Soik, mendapatkan dukungan institusional yang memadai. Dengan reformasi yang komprehensif, Polri tidak hanya akan menjadi institusi yang lebih profesional, tetapi juga mampu membangun kembali kepercayaan publik sebagai pilar utama penegakan hukum di Indonesia.