Lihat ke Halaman Asli

Salmun Ndun

Guru UPTD SMP Negeri 1 Lobalain

Menapaki Jejak Thudong: Jalan Sunyi Menuju Kedamaian Batin

Diperbarui: 19 Mei 2024   11:23

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

MENAPAKI JEJAK THUDONG : JALAN SUNYI MENUJU KEDAMAIAN BATIN 

*Oleh Salmun Ndun,S.Pd., Guru UPTD SMP Negeri 1 Lobalain, Kab. Rote Ndao

Menjelang perayaan Tri Suci Waisak 2568 BE, puluhan biksu dari berbagai negara melaksanakan suatu ritual bernama Thudong. Perjalanan ritual ini dengan berjalan kaki sejauh ribuan kilometer menuju Candi Borobudur, Jawa Tengah. Pelepasan biksu Thudong dilakukan di Taman Mini Indonesia Indah pada Selasa, 14 Mei 2024.

Thudong tidak hanya menjadi perjalanan fisik tetapi juga perjalanan spiritual yang mendalam. Dengan mengikuti ritual ini, para bhikkhu berupaya untuk melepaskan tiga dosa utama dalam Buddhisme: kemarahan, kebodohan, dan keinginan. Mereka juga mengajarkan dan memperlihatkan nilai-nilai toleransi dan kerukunan antarumat beragama, yang terlihat dari dukungan masyarakat Indonesia selama perjalanan mereka.

Thudong dan Maknanya bagi Umat Budha

Thudong adalah sebuah tradisi spiritual dalam ajaran Budha. Ritual ini dilakukan untuk menjalankan 13 praktik pertapaan sebagaimana diajarkan oleh Sang Budha. Melalui thudong, para bhikkhu melatih diri untuk menyatu dengan alam, menjalani kehidupan yang sederhana, dan mencapai kondisi meditatif. Ritual ini melibatkan hidup secara sederhana, seringkali hanya membawa perlengkapan yang sangat minimal, dan mengandalkan kemurahan hati masyarakat untuk makanan dan tempat tinggal.

Tujuan utama dari Thudong adalah mencapai kedamaian batin, meningkatkan disiplin diri, serta mendekatkan diri dengan alam dan kehidupan yang lebih murni. Dalam perjalanan ini, para biksu menghadapi berbagai tantangan fisik dan mental yang membantu mereka mendalami ajaran Budha dan mencapai pencerahan.

Ritual Thudong memiliki asal-usul yang dalam dalam tradisi Budhis, khususnya dalam aliran Theravada, yang banyak dipraktikkan di negara-negara seperti Thailand, Sri Lanka, dan Myanmar. Thudong berasal dari kata Pali "dhutanga," yang berarti "latihan pengendalian diri" atau "praktek disiplin." Tradisi ini berakar pada zaman Budha Gautama, di mana para biksu menjalani kehidupan pengembara untuk menyebarkan ajaran Budha dan mempraktikkan disiplin spiritual secara ketat. Dengan menelusuri hutan, gunung, dan pedesaan, para biksu tidak hanya memperdalam meditasi mereka, tetapi juga menguji ketahanan fisik dan mental mereka.

Tradisi Thudong melibatkan praktik pengembaraan yang penuh disiplin, di mana para biksu meninggalkan biara mereka untuk menjalani hidup sebagai peziarah. Selama perjalanan, para biksu berlatih meditasi, bermeditasi di tempat-tempat yang tenang, dan mengandalkan kemurahan hati masyarakat untuk makanan melalui tradisi pindapata (mengumpulkan derma). Mereka juga mengikuti sejumlah aturan ketat, termasuk pantangan untuk tidur di tempat yang sama selama lebih dari satu malam, dan menghindari tempat-tempat yang ramai atau mengundang kesenangan duniawi.

Pengalaman dan Pelajaran

Thudong adalah tradisi spiritual dalam ajaran Budha Theravada di mana para biksu melakukan perjalanan panjang dengan berjalan kaki sebagai bentuk latihan meditasi dan pengendalian diri. Ritual ini melibatkan hidup secara sederhana, hanya membawa perlengkapan minimal, dan mengandalkan kemurahan hati masyarakat untuk makanan dan tempat tinggal. Asal-usulnya berakar pada zaman Budha Gautama, ketika para biksu mengembara untuk menyebarkan ajaran Budha dan mempraktikkan disiplin spiritual.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline