Menyimak pada beranda Facebook, muncul sebuah reupload atau mixing video, menampilkan seorang siswa tidak diijinkan mengikuti ujian sekolah karena belum melunasi iuran. Terhadap konten video tersebut, banyak yang memberi tanggapan dengan berbagai sudut pandang.
Menyadari bahwa setiap anak memiliki hak yang sama untuk mendapatkan pendidikan yang berkualitas, tanpa terhalang oleh kendala finansial.
Ketika kita membiarkan iuran sekolah menjadi penghalang bagi akses pendidikan, kita tidak hanya merampas hak-hak anak, tetapi juga merusak masa depan mereka.
Penting memahami bahwa kewajiban membayar iuran sekolah merupakan tanggung jawab orang tua. Namun ketika orang tua tidak bisa membayar karena kesulitan secara ekonomi, maka hak anak untuk ujian harus tetap dipenuhi oleh pihak sekolah.
Pasalnya, sekolah adalah lembaga pendidikan yang bersifat sosial, bukan mencari keuntungan semata. Seharusnya pihak sekolah memiliki rasa empati terkait permasalahan tunggakan iuran sekolah.
Ujian adalah kesempatan untuk membuktikan kemampuan mereka dan meraih cita-cita, namun, bagi yang lain, ujian menjadi sesuatu yang tidak dapat diakses karena kendala finansial.
Dengan kata lain, apakah ujian menjadi sebuah hak ataukah hanya tersedia bagi mereka yang mampu membayar? Pertanyaan refleksi yang menuntut perhatian serius terhadap keseimbangan antara akses pendidikan dan kebijakan keuangan sekolah.
Dalam konteks ini, penting mengkaji secara cermat bagaimana kebijakan sekolah terkait iuran sekolah dapat mempengaruhi akses pendidikan dan kesetaraan dalam sistem pendidikan.
Menghadapi Dilema Pendidikan
Dalam dunia pendidikan, ujian sering dianggap sebagai tolak ukur bagi kemajuan siswa dan penilaian atas pencapaian akademik mereka. Namun, di banyak sekolah, ada suatu dilema yang mengganggu proses ini, siswa yang terhalang mengikuti ujian karena belum melunasi iuran sekolah.