MENEROPONG KARAKTERISTIK PEMILIH BERLABEL 3S (SUKA, SUKU, SAKU)
(Sebuah Perspektif Dalam Konteks Perpolitikan Masa Kini)
*Oleh Salmun Ndun,S.Pd, Guru pada UPTD SMP Negeri 1 Lobalain
Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 sudah di depan mata. Tinggal beberapa hari lagi, tepatnya Rabu, 14 Februari 2024, bangsa Indonesia kembali lagi melaksanakan sebuah hajatan demokrasi pemilu. Acuan dasar hukum pemilu di Indonesia didasarkan pada Konstitusi, yaitu Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945). Pasal 22E-22H UUD 1945 mengatur tentang pemilu, termasuk hak untuk memilih dan dipilih, serta penyelenggaraan pemilu secara jujur, adil, dan langsung. Konsep dasar demokrasi dalam UUD 1945 juga memberikan dasar hukum bagi penyelenggaraan pemilu, yang menjamin partisipasi aktif rakyat dalam proses politik. Selain itu, diperkuat dengan aturan pelaksanaan pemilu sesuai Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, yang mengatur tentang sistem pemilihan umum, pemilihan presiden dan wakil presiden, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
Memahami Peran Pemilih
Meneropong karakteristik para pemilih dimulai saat gendang pemilu ditabuh hingga tiba saatnya pemilih berada di bilik suara untuk memberikan hak suaranya pada lembaran-lembaran yang tersedia, masihkah suara itu terlahir dari hati nurani pemilih ataukah suara yang sudah terkontaminasi?. Sebuah istilah latin "Vox Populi", yang memiliki arti "suara rakyat". Istilah ini merujuk pada konsep bahwa kekuatan politik sejati dalam sebuah negara demokratis terletak pada suara atau kehendak kolektif dari rakyatnya. Dalam konteks pemilu, Vox Populi mengacu pada keputusan pemilih yang mencerminkan preferensi dan pandangan mayoritas dalam masyarakat. Gema Vox Populi atau suara rakyat, memiliki dampak yang signifikan bagi para pemilih berlabel 3S (suka, suku, dan saku) dalam perpolitikan masa kini di Indonesia. Suara rakyat menjadi faktor penting yang memengaruhi preferensi politik mereka, yang tercermin dalam dukungan mereka terhadap kandidat atau partai politik yang mengikuti kontestasi demokrasi.
Pemilih yang memiliki hak suara memegang peran penting dalam proses demokrasi. Hak suara ini memberikan mereka kekuatan untuk berpartisipasi dalam pembentukan masa depan negara. Peran pemilih dalam menyalurkan suaranya dalam perpolitikan adalah kunci utama dalam menjaga integritas dan keberlanjutan sistem demokrasi. Keterlibatan para pemilih dalam konteks pemilu sangat penting untuk menjaga keberlangsungan sistem demokrasi. Keterlibatan ini mencakup berbagai aktivitas yang dilakukan oleh pemilih sepanjang proses pemilu, mulai dari tahap pendaftaran pemilih, kampanye politik, pemilihan umum, hingga proses evaluasi pasca-pemilu. Pemilih memiliki kekuatan untuk memberikan legitimasi kepada pemimpin dan pemerintah yang mereka pilih melalui hak suara mereka dalam pemilihan umum. Lebih dari sekadar memberikan suara, pemilih juga memiliki tanggung jawab untuk menjadi bagian dari proses demokrasi yang lebih luas, termasuk mengikuti perkembangan politik, mengkritisi kebijakan yang diambil, serta berpartisipasi dalam debat publik dan diskusi tentang isu-isu penting. Dengan demikian, peran pemilih bukan hanya sebagai penentu hasil pemilihan, tetapi juga sebagai garda terdepan dalam menjaga prinsip-prinsip demokrasi, keadilan, dan kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan.
Mengurai Karakteristik Pemilih
Dalam perpolitikan masa kini, konsep 3S "Suka, Suku, Saku" menjadi semakin relevan dalam memahami perilaku pemilih dan dinamika politik yang terjadi di berbagai negara. Mengurai karakteristik pemilih melibatkan analisis mendalam terhadap berbagai faktor yang mempengaruhi perilaku politik individu.
Pertama, faktor "Suka" mengacu pada kesukaan pribadi dan ideologi politik yang menjadi landasan bagi pemilih dalam memilih calon atau partai politik yang mereka dukung. Pemilih berlabel "Suka", keputusan politiknya dipengaruhi secara signifikan oleh preferensi pribadi, termasuk faktor ideologis, nilai-nilai politik, atau kebijakan tertentu yang diinginkan atau didukung oleh pemilih tersebut. Istilah "Suka" di sini mengacu pada kesukaan individu terhadap berbagai aspek politik, baik itu ideologi, program kebijakan, atau gaya kepemimpinan kandidat atau partai politik yang bersifat subjektif.
Kedua, faktor "Suku" menyoroti pentingnya identitas etnis, budaya, atau agama dalam membentuk persepsi politik dan loyalitas pemilih terhadap kelompok atau kandidat tertentu. Pemilih berlabel "Suku" merujuk kepada pemilih yang keputusan politiknya dipengaruhi secara signifikan oleh identitas suku atau kelompok etnis mereka. Istilah "Suku" mengacu pada identitas budaya, bahasa, tradisi, dan nilai-nilai yang dipersepsikan sebagai bagian dari kelompok etnis tertentu. Kecenderungan pemilih berlabel "Suku" ini dalam menentukan pilihan politik mereka mempertimbangkan isu-isu yang relevan dengan identitas etnis atau budaya mereka. Pemilih berlabel "Suku" dalam pemilihan politik tidak saja mendasarkan pada pertimbangan ideologis atau kepentingan ekonomi semata, tetapi juga dipengaruhi oleh faktor identitas budaya dan etnis.