Rokok elektrik merupakan suatu alat yang berfungsi seperti rokok namun tidak menggunakan ataupun membakar daun tembakau, melainkan mengubah cairan menjadi uap yang dihisap oleh perokok ke dalam paru-parunya (Kemenkes, 2018).
Rokok elektrik biasa disebut vape. Rokok elektrik menghasilkan aerosol dengan memanaskan cairan yang kemudian menjadi uap. Oleh karena itu menggunakan rokok elektrik disebut vaping.
Di era sekarang banyak remaja yang gemar menggunakan vape sebagai tren. Tidak hanya remaja laki-laki, tetapi remaja perempuan juga mulai banyak yang menggunakannya. Berdasarkan hasil survei Global Adult Tobacco Survey (GATS) tahun 2021 menunjukkan prevalensi perokok elektrik meningkat dari 0.3% (2011) menjadi 3% (2021). Selain itu prevalensi perokok remaja usia 13-15 tahun juga meningkat 19.2%.
Hasil analisis penelitian lain juga dihasilkan siswa SMA/SMK di Jakarta menunjukkan terdapat 20 dari 240 (8.3%) siswa SMA menggunakan rokok elektrik. Mayoritas siswa (95%) kadang-kadang menggunakan rokok elektrik, sebagian besar mulai menggunakan rokok elektrik pada usia 14 tahun (33.3%), paling muda berusia 8 tahun. Alasan siswa SMA/SMK tersebut menggunakan rokok elektrik sebagian besar terpengaruh dari teman (44.8%), gaya hidup/kepuasan (20.7%), dan tidak mengandung nikotin (17.2%).
Sebuah studi di Jerman juga mengungkapkan, alasan remaja menggunakan rokok elektrik karena bahaya rokok elektrik lebih rendah dibandingkan rokok tembakau. Sedangkan studi lain menyebutkan bahwa menggunakan rokok elektrik merupakan upaya untuk berhenti dari kebiasaan merokok tembakau.
Sebenarnya vape dan rokok tembakau sama-sama berbahaya bagi kesehatan tubuh. Wakil Kemenkes mengungkapkan bahwa kandungan aerosol banyak ditemukan dalam rokok elektrik yang biasanya mengandung nikotin, perasa, dan bahan kimia lainnya. Jika dikonsumsi dalam jangka waktu yang lama, zat-zat tersebut akan menyebabkan masalah kesehatan serius di masa depan seperti penyakit paru-paru, kardiovaskular, kanker TBC, dan penyakit berbahaya lainnya.
Penelitian di Surakarta menunjukkan pengguna rokok elektrik mempunyai kadar hemoglobin dan hematokrit sebesar 6.7% dimana kadar tersebut menunjukkan angka kurang normal.
Perilaku merokok jika tidak dikendalikan akan meningkatkan faktor risiko penyakit tidak menular (PTM). Yang dapat dilakukan dalam upaya pencegahan dan pengendalian kebiasaan merokok adalah melalui Gerakan Masyarakat Hidup Sehat dan kegiatan MPOWER, yaitu Monitor, (memonitori plevalensi merokok), Protect (proteksi masyarakat dari paparan asap rokok), Offer (menawarkan untuk berhenti merokok), Warn (memberi peringatan bahaya merokok), Enforce (melarang iklan rokok), dan Raise taxes (meningkatkan pajak rokok).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H