PUTRI-PUTRIKU, JADILAH LIAR
Kan kuberikan kepada kalian yang ibuku tak mampu berikan
Kan kulimpahkan kepada kalian yang beliau ambil dariku
Kan kusampaikan kepada kalian yang tak diketahui ayahku
Kan kusingkapkan yang beliau coba tutupi
Kan kuizinkan kalian melakukan yang mereka larang dariku
Mengatakan yang mereka tak ingin aku ucapkan
Atas nama cinta dan perlindungan
Berendam dalam derita dan ketidakberdayaan
Dilanggengkan adat dan tradisi
(Sumber: Buku "Ada Serigala Betina Dalam Diri Setiap Perempuan")
Menjadi seorang perempuan yang tumbuh dari keluarga yang biasa saja, di didik untuk hidup mandiri sejak dini, yang berakhir menikah di usia muda dan merantau ke luar daerah untuk menyambung nasib. Terjebak dalam nasib yang orang bilang 'kurang beruntung', lantas apakah kemudian membuat perempuan itu menyerah? Jika dibayangkan memang terasa sulit untuk dijalani, terseok-seok, entah masih tetap bisa hidup dengan layak atau tidak? Entah.. "Namun, daripada membayangkan betapa mirisnya kehidupan yang dijalani ini, alangkah lebih baik untuk diromantisasi saja setiap prosesnya, di syukuri-dinikmati-dan dijalani dengan sepenuh hati", tutur Mbak Nur, seorang perempuan tangguh dari tanah Sunda.
Mengutip dari kata Mbak Esther Lianawati bahwa, "Perempan itu tidak pernah dididik untuk mengambil keputusan, untuk bertanya kepada dirinya apa yang sesungguhnya ia inginkan. Perempuan kehilangan kemampuannya untuk mendengarkan suara hati karena tidak pernah diberi kesempatan untuk menelisik ke dalam diri". Itulah yang juga dirasakan dan dialami oleh Mbak Nur, yang sekarang adalah seorang penjaga kost putri di daerah Yogyakarta yang merantau sejak usia 15 tahun untuk bekerja menyambung hidup. Sudah jadi resiko anak yang lahir dari keluarga yang 'tidak punya' katanya, dengan 7 bersaudara, namun hanya dia seorang yang dituntut untuk hidup mandiri. Sempat terbersit di hatinya "kenapa dan mengapa hanya saya?", tanpa tahu alasan jelasnya namun tetap ia terima. Sekarang sudah menikah, mendapatkan suami yang baik dan memiliki dua orang anak yang sehat sudah sangat membuatnya bersyukur meskipun hidup seadanya dan terbilang pas-pasan. "Saya itu emang orang gak punya, Mbak. Tapi ini memang sudah jadi takdir dari gusti Allah untuk saya, saya bersyukur dan saya akan berusaha untuk memberi yang terbaik untuk kedua anak saya agar tidak diremehkan seperti saya nantinya", ucap Mbak Nur dengan senyum penuh semangatnya. Meskipun kisahnya terdengar sedih dalam lika-liku perjalanan Ia melewati itu, namun saat bercerita Ia bungkus dengan gelak tawa dan senyuman.
Sudah sejak 20 tahun lebih Ia merantau jauh dari orang tua juga kampung halamannya, dengan berbagai ucapan remeh yang pernah Ia terima dari orang terdekat atau tetangganya bahwa dia tidak akan bisa mengurus rumah tangga dan mengurus anaknya dengan baik, apalagi hidup merantau. "Mungkin karena saya itu perempuan dan hanya lulusan SD, Mbak. Jadi banyak yang memandang remeh saya, dan saya sangat sadar itu. Saya sadar diri, tapi kata-kata itu yang justru membuat saya bangkit dan makin semangat! Saya akan buktikan bahwa saya bisa, dan memang bisa juga ternyata,, hahaha", tutur Mbak Nur sambil tertawa. Ia menceritakan bahwa prinsip bersyukur dan kerja kerasnya ternyata membuahkan hasil, bisa menyekolahkan anaknya (anak pertama sudah SMA), bisa punya motor, dan punya rumah sendiri yang meskipun kecil tapi nyaman untuk keluarga kecilnya. Itu semua tentunya dicapai dengan berbagai usaha yang ia lakukan bertahun-tahun, dengan resep sabar dan syukurnya. Mulai dari merantau kerja ke Jakarta, Depok, hingga ke Yogyakarta, jualan gorengan, rujak dan es buah juga sempat Ia jalani meskipun sambil membawa buah hatinya. "Wah, saya juga pernah itu jualan gorengan, rujak, sama es buah gitu, Mbak. Sampe dulu anak pertama saya itu saya bawa dan taruh aja gitu di gerobak, dan pernah juga sehari cuma dapat Rp. 3000-, padahal besok udah lebaran", ucap Mbak Nur.
Lika-liku perjalanan hidupnya untuk hidup mandiri sudah Ia jalani sejak usia muda, menghadapi perbedaan sikap dan kasih sayang dari orang tua juga tak lantas membuatnya membenci kedua orang tuanya. Meskipun tidak pernah tahu alasan sebenarnya, kenapa Ia disuruh untuk mandiri dan diberi kebebasan untuk pergi merantau sedangkan saudaranya yang lain tidak, seolah-olah tidak ada rasa khawatir orang tuanya akan dirinya. Namun, Ia bersyukur karena memiliki suami yang bertanggung jawab dan pekerja keras meskipun tidak dengan pekerjaan yang 'bergengsi', tapi baginya sudah amat sangat cukup. "Saya sudah sangat bersyukur, Mbak. Meskipun saya merantau sendiri, tapi saya punya suami yang selalu mendukung saya, sayang keluarga dan anak-anak yang baik, alhamdulillah mereka gak pernah ngrepotin saya", tutur Mbak Nur. Mbak Nur juga dikenal sebagai pribadi yang sungguh-sungguh dalam menjalankan setiap pekerjaannya, hal itu bahkan diakui oleh anak-anak kos tempatnya bekerja. "Kalo gak ada Mbak Nur, misal lagi pulang kampung gitu beberapa hari. Meskipun ada yang gantiin ya, tapi beda banget hasil kerjanya. ASLI! Aku sangat mengakui kalo Mbak Nur itu kerjanya bersih banget dan disiplin padahal dikerjain sendiri", tutur Caca salah seorang anak kos di kos tersebut.
Begitulah teman-teman, hidup itu sudah ada yang mengatur, begitu juga rezekinya. Tapi juga masih banyak orang yang sering mengeluhkan jalan hidupnya, yang kurang ini-kurang itu, susah, sial dan berbagai alasan lainnya. Yang mana, mereka itu terlalu fokus dengan kesulitan yang mereka alami, yang sudah jelas-jelas di luar kendali kita sebagai manusia. Tapi begitulah manusia, terkadang suka 'Lupa' jika kehidupan itu penuh dengan asam garam (ujian dan kesulitan) sebagai salah satu cara Tuhan untuk mendidik hamba-hamba-Nya agar belajar dan tumbuh menjadi sosok-sosok yang tangguh. Oleh karena itu, kita dididik untuk berpikir dan berusaha untuk mencari solusi dan jalan keluarnya tanpa perlu memikirkan masa lalu dan apa yang akan terjadi nantinya di masa depan. Kuncinya satu, "Fokus dengan apa yang bisa kamu lakukan sekarang", tak perlu berandai-andai yang tidak jelas atau meramal apa yang akan terjadi pada dirinya di masa depan. Kenapa harus begitu?? Ya, memang harus begitu, "Karena diri kita di masa depan, akan ditentukan oleh diri kita yang sekarang dan bukan orang lain".
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H