Lihat ke Halaman Asli

Salma Sakhira Zahra

Lahir di Jakarta, 28 Februari 2002. Alumni TK Putra III (2007/2008), SDSN Bendungan Hilir 05 Pagi (2013/2014), dan SMPN 40 Jakarta (2016/2017). Kini bersekolah di SMAN 35 Jakarta.

Kisah dari Kecil

Diperbarui: 12 Juli 2020   20:51

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Aku pernah merasakan diri sendiri sejak teman-temanku masih bersama orangtuanya. Aku memilih diam untuk merasakan apa yang terjadi di sekitarku. Aku hanya melihat, belum tahu namanya. Namun bentuk itu indah, apa yang kurasakan juga sederhana. Berbeda denganku yang terkadang kata orang harus sederhana.

Dari dulu aku hanya bersama bentuk-bentuk yang kata orang nyaman. Tempat akhir menyelesaikan kesibukan. Orangtua mungkin tanpa diketahui ada bersamaku. Paginya, mungkin harus terlihat atau aku hanya membayangkan.

Hari ke hari, bertambahnya waktu, umurku bertambah. Aku mulai mengetahui ketika orangtuaku terlalu lelah menjalani aktivitas. Aku ingin bertanya namun masih kecil. Itu pun masih sangat ingin tahu kasih sayang.

Waktu semakin menemani, akhirnya tubuh ini mampu mengenal apa yang ada di sekitarku sebenarnya. Tanganku dipegang oleh ibu untuk berjalan. Aku mengenal bahwa apa yang ku pijak adalah ubin. Ketika ibu bilang ingin duduk, beliau mendudukkanku. Ubinnya dingin, ibu seperti merasa bahwa mengajariku mengeluarkan peluh. Aku melihat lebih dalam benda di sekitar.

Ganti, kini ayah yang mengajariku. Perkataannya sedikit emosi, namun aku mencoba untuk membawa diriku senyaman mungkin. Ayah mengajariku jalan sama seperti ibu, bedanya, aku dikenalkan benda di sekitar rumah. Ayah, kurasa hawa tangannya tak sama dengan pikirannya.

"Nih!" ibu memberiku guling yang dapat dipeluk. Oh, aku lupa, cara menghadapku kini berbeda. Apa itu? "Temboknya sudah kusam!" , "Mungkin dindingnya harus diperbaiki." oh, mungkin ada bahasa yang bisa menjelaskan perbedaan apa yang ku lihat?

Umur menunjukkan bahwa aku dapat berteriak untuk mulai berbicara. Aku diajarkan untuk melihat dan mendengar, aku disuruh berteriak sekeras mungkin oleh ibu. Ada rasa sakit sedikit usai berteriak. Mungkin, ini pelajaran menghargai diri. Umur ini aku kadang menghabiskan waktu untuk tidur. Banyak hal yang akan ku ketahui.

Dari masa laluku, aku mulai berbicara untuk mengetahui benda tersebut. Menghabiskan waktu yang ternyata bernama tempat tidur. Aku nyatanya sendiri menunggu ayah dan ibu pulang bekerja. Aku coba berjalan sambil memegang benda yang mudah kusentuh.

Waktu luang dengan umur yang cukup, ibu membelikanku buku mengenai abjad. Sambil membaca, ibu menonton film animasi di laptop. Suasana mulai ramai, walau hanya bertiga. Abjad yang selama ini menjadi bahan pembicaraan. Aku iseng melihat apa yang ibu tonton, sekaligus belajar pula.

Masalah dunia luar, umur yang masih belia, aku belum memiliki teman. Aku terus menyendiri di rumah. Hingga lambat laun, ayah dan ibu berbicara di hadapanku. Berharap aku paham.

Aku kembali belajar dari banyak hal, seiring bertambah umur, aku mulai dikenalkan VCD dan laptop ketika ibu ada waktu. Ibu membelikan VCD anak-anak. Aku mulai belajar memahami diri sendiri. Terutama tentang pribadi di usia kini.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline