Lihat ke Halaman Asli

Rozani Salma

Mahasiswi

Perspektif Liberalisme dalam Pelunasan utang Indonesia ke IMF

Diperbarui: 4 November 2023   00:19

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Perspektif teori Liberalisme :

Isu utama yang diangkat oleh kaum liberalisme adalah masalah yang muncul dalam mencapai perdamaian dan kerja sama internasional yang abadi, dengan berbagai metode yang dapat berkontribusi menyelesaikan masalah tersebut. Liberalisme pada dasarnya menekankan pada kemakmuran dan stabilitas nasional, yang percaya bahwa manusia pada dasarnya adalah makhluk sosial yang bisa diajak bekerjasama satu sama lain. Ada tiga hal yang mendasar dari Ideologi Liberalisme yakni Kehidupan, Kebebasan dan Hak Milik (Life, Liberty and Property). 

Ada nilai-nilai pokok yang bersumber dari tiga nilai dasar Liberalisme tersebut yakni; manusia mempunyai kesempatan yang sama, di dalam segala bidang kehidupan baik politik, sosial, ekonomi dan kebudayaan. Namun karena kualitas manusia yang berbeda-beda, sehingga dalam menggunakan persamaan kesempatan itu akan berlainan tergantung kepada kemampuannya masing-masing. Terlepas dari itu semua, hal ini (persamaan kesempatan) adalah suatu nilai yang mutlak dari demokrasi.

Pengertian teori liberalisme ini kemudian dikaji kedalam kasus peminjaman dana Indonesia kepada IMF pada krisis moneter tahun 1998 :

Krisis moneter yang terjadi di Indonesia tahun 1997-1998 membuat Indonesia tak ada pilihan selain meminjam dana kepada International Monetary Fund (IMF). Krisis ekonomi, anjloknya nilai tukar rupiah, disertai massa demonstran yang turun kejalanan, menyebabkan pemerintah Indonesia yang kala itu dipimpin oleh Presiden Soeharto diambang kekacauan. Hal ini juga menyebabkan utang luar negeri Indonesia mengalami pembengkakan. Anjloknya nilai rupiah pada 1997 sampai 1998, dipicu dari membengkaknya angka utang luar negeri oleh swasta. Meski IMF memberikan bantuan, Indonesia merasa keberatan dan juga merasa dirugikan dengan prasyarat yang diajukan oleh IMF. Setelah bernegosiasi, IMF dan Indonesia setidaknya menyetujui 50 butir reformasi ekonomi yang berisi pokok program seperti kebijakan makroekonomi, restrukturisasi sektor keuangan, dan reformasi struktural.

Menteri Keuangan era kepemimpinan SBY, Sri Mulyani Indrawati mengatakan percepatan pelunasan utang ke IMF sudah mempertimbangkan seluruh aspek perekonomian, mulai dari kondisi arus modal yang masuk ke Indonesia, cadangan devisa, serta kebutuhan pembiayaan. Selain itu pemerintah telah memberi kepercayaan kepada Bank Indonesia (BI) untuk memperhitungkan seluruh aspek perekonomian yang terkait dengan percepatan pelunasan utang tersebut.  

Gubernur Bank Indonesia (BI), Burhanuddin Abdullah mengatakan kepada IMF akan melunasi utang sesuai dengan kesepakatannya. Pembayaran akan dilakukan sesuai dengan mekanismenya yaitu selesai dalam lima hari. Utang Indonesia ke IMF jika diakumulasikan senilai US$ 11,1 miliar itu mulai dilunasi pada tahun 2001-2006 yang akhirnya selesai pada masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Pembayaran terakhir dilakukan pada 12 Oktober 2006 senilai 2,15 miliar SDR. Setelah pembayaran tersebut, maka utang Indonesia ke IMF dinyatakan lunas.

IMF sebagai organisasi yang dianggap dunia sebagai penstabil tatanan keuangan dunia internasional malah berakhir sebaliknya. Seperti contoh kasus diatas ini, Indonesia sebagai negara peminjam malah dipersulit dan dirugikan dengan ketentuan dan prasyarat yang diajukan IMF selama masa peminjaman tersebut.

Dengan begitu Indonesia merasa IMF telah mengintervensi kebijakan ekonomi yang dikeluarkan Indonesia serta dianggap menghambat pertumbuhan ekonomi dalam negeri, sehingga percepatan pelunasan utang dirasa menjadi langkah baik yang ditempuh Pemerintah Indonesia melalui gubernur BI. Hal ini tidak sejalan dengan perspektif teori liberalisme sendiri yang mengutamakan kerjasama baik antar kedua aktor untuk mencapai stabilitas nasional dan juga percaya bahwa manusia merupakan makhluk sosial yang dapat diajak kerjasama satu sama lain tanpa adanya kerugian yang didapat dari pihak manapun.

Pelunasan utang ini akan mengawali era kebijakan ekonomi Indonesia yang lebih mandiri, yaitu terlepas dari intervensi IMF. Pelunasan utang ini juga dianggap bukan sebagai persoalan ekonomi biasa, tetapi menyangkut kepercayaan masyarakat internasional kepada Pemerintah Indonesia. Dengan kemampuan melunasi utang lebih cepat, dunia internasional bisa melihat Indonesia sebagai negara yang sudah sehat pasca krisis 1997-1998.

Sumber :

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline