Pengertian Hukum Perdata Islam di Indonesia
Sebelum masuk pada pengertian hukum perdata islam, pengertian dari Hukum Islam sendiri adalah hukum yang mengatur kehidupan manusia di dunia dalam rangka mencapai kebahagiaannya di dunia dan akhirat. Hukum Perdata, adalah hukum yang bertujuan menjamin adanya kepastian di dalam hubungan antara orang yang satu dengan orang yang lain. Hukum perdata dalam arti yang luas meliputi semua hukum atau privat materiil, yaitu seluruh hukum pokok yang mengatur kepentingan-kepentingan perseorangan.
Hukum perdata Islam dalam fiqih Islam dikenal dengan istilah fiqih mu'amalah, yaitu ketentuan (hukum Islam) yang mengatur hubungan antar orang-perorangan. Dalam pengertian umum, hukum perdata Islam diartikan sebagai norma hukum yang berhubungan dengan (1) munakahat (hukum perkawinan, mengatur segala sesuatu yang berkaitan dengan perkawinan, perceraian serta akibat-akibat hukumnya); (2) wirasah atau faraid (hukum kewarisan mengatur segala persoalan yang berhubungan dengan pewaris, ahli waris, harta
peninggalan, harta warisan serta pembagian harta warisan).
Selain pengertian umum, hukum perdata Islam secara khusus bermakna norma hukum yang mengatur masalah kebendaan dan hak-hak atas benda, aturan mengenai jual beli, sewa menyewa, pinjam meminjam, persyarikatan (kerja sama bagi hasil), pengalihan hak dan segala yang berkaitan dengan transaksi, hukum jual beli, utang piutang, sewa menyewa, upah mengupah, dan lain sebagainya.
Hukum perdata Islam mengatur hak-hak dan kewajiban perseorangan di kalangan warga negara Indonesia yang menganut agama Islam. Dengan kata lain, hukum perdata Islam adalah privat materiil sebagai pokok yang mengatur kepentingan-kepentingan perseorangan dan kekeluargaan yang khusus diberlakukan untuk umat Islam di Indonesia.
Prinsip perkawinan menurut UU No. 1/1974 adalah:
(1) Tujuan perkawinan adalah
membentuk keluarga yang bahagia dan kekal; dapat dilihat rujukannya pada firman Allah:"Dan diantara tanda-tanda kebesaran-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tentram kepadanya, dan dijadikannya diantaramu rasa kasih saying. Sesugguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda kebesaran-Nya bagi kaum yang berfikir" (QS. Al
Rum: 21).
(2) Sahnya perkawinan sangan tergantung pada ketentuan hukum agama dan kepercayaan masing-masing; sesuatu yang telah jelas dimana hukum yang ingin ditegakkan harus bersumber pada al-Quran dan al-Hadits.