Banyak ahli yang menyimpulkan bahwa sastra adalah seni yang tersaji dalam bentuk teks. Menurut Plato sastra adalah tulisan yang berasal dari kehidupan nyata atau tiruan (mimesis).
Sedangkan menurut Mursal Esten, sastra merupakan pengungkapan dari fakta artistik dan imajinatif sebagai perwujudan atau manifestasi dari kehidupan manusia dan masyarakat.
Masih banyak lagi pengertian sastra yang dapat kita jadikan dasar pemahaman. Salah satu intisarinya yakni sastra ialah tulisan hasil proses kreatif mendalam yang memiliki manfaat besar bagi pembacanya.
Namun lambat laun sastra mulai menurun kadar manfaatnya bagi khalayak pembaca. Benarkah demikian? Ya, tentu bisa benar bisa juga salah. Pernyataan tersebut muncul ketika saya mendapati respon pendengar sastra.
Dalam sebuah situasi di berbagai elemen masyarakat misalnya. Tidak banyak masyarakat yang mengetahui sastra dalam bentuk puisi. Puisi dianggap hanya sebuah kata-kata indah yang memotivasi, kata-kata indah yang gombal, atau kata-kata indah untuk sebuah pertunjukkan.
Seseorang meminta rekan kerjanya membaca puisi mengisi kekosongan dalam sesi istirahat rapat. Sebelumnya ia menjelaskan bahwa rekannya adalah pegiat sastra.
Ketika dipanggilkan beberapa orang menengok dengan wajah meremehkan dan yang lain mengejek dengan pura-pura membaca "oh b unga..." sambil membuka dan menggerakkan tangannya kemudian gelak tawa nyaring di antara mereka.
Lalu pada situasi lainnya terdapat sebuah diskusi dalam komunitas sastra sebelum pembedahan karya, para peserta dimintai memunculkan ide tentang penciptaan puisi. 3 dari 5 orang memberikan premis puisinya dengan pemujaan terhadap sesosok.
Saya merasa gelisah mengetahuinya, apalagi sosok-sosok tersebut merupakan sosok kekasih mereka. Bukan masalah memang, mengingat pemantik daya cipta seseorang pasti berbeda-beda. Saat itu saya beranggapan hal-hal yang bisa diungkapkan melalui Bahasa sehari-sehari tidak lagi perlu diproses dalam puisi.
Kemudian dalam diskusi tersebut Pemateri menjelaskan yang dapat disimpulkan sebagai berikut: "penciptaan sastra atau puisi memiliki tujuan yang berbeda yang dapat menentukan hasil karyanya. Sah-sah saja jika pengarang menulis hanya bertujuan royalti, sah-sah saja jika pengarang menulis dengan tujuan narsis atau sejenisnya.
Namun puisi sangat perlu mempertimbangkan aspek urgensi dalam masyarakat. Sepenting apa puisimu sampai seseorang harus membacanya?