sayup-sayup bayangmu semayam dalam malam yang menolak kantuk mataku
di rebah tubuh lunglai yang beranjak landai dari bantal bebal menggumpal sesal alegori masa silam
pandanganku tak henti menyorot penuh harap pada langit-langit kamar, menerka surya
begitu pula harap sukma yang menolak gelap,
tetapi raga ini telah terbingkai kecewa
setiap saat seperti melekat pada dinding-dinding kenangan yang kian hari kian menyempit menghimpit kepala
masihkah kau mengingat, denyut-denyut kehidupan yang pernah kita aliri bersama
setiap detiknya menjadi candu suci yang memikat beribu peri
laku tubuh melakoni setiap perih kita melenggok seelok penari menghindari tetajam duri
dalam temaram alunan nafas dan tabuh degup jantung mengiringi setapak demi setapak gajak yang kita pilih
bunga-bunga bukan lagi warna-warni taman-taman sunyi lagi
kala itu bunga-bunga bermekaran adalah ketika bertatapan denganmu pancaran yang curai menawan membangkitkan selera hidupku yang telah lama hilang ditelan angan kematian
aku tak bermadah gelagak menjuri sebab geladak yang membengkak bak cecunguk penghardik kita senjakala lalu
tapi ini disebabkan rindu-rindu yang tak pernah usang terbakar waktu
telah kusemat doa-doa dalam persembunyian dosa-dosaku padamu
harap tak berubah maupun berpindah dari yang lalu