Lihat ke Halaman Asli

salman imaduddin

Komunitas Ranggon Sastra

Makrifat dan Filsafat Singkat Mengenal Manusia

Diperbarui: 18 Juni 2021   01:24

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Sudah pasti dalam tulisan ini terdapat kekeliruan-kekeliruan pencerapan bacaan oleh penulis. Meski demikian tanpa menghilangkan hak kritis bagi pembaca, sejatinya tulisan ini hanya menjadi pembelajaran dalam proses berpikir dan penyimpulan lintas bacaan oleh penulis.


 “Barang siapa mengenal dirinya maka Ia mengenal Tuhannya”


Oke mari kita mulai,

Kita hidup di antara jutaan masalah berkala. Di antara satu dengan yang lainnhya juga mendapati buah kebahagian yang berbeda-beda. Saya atau mungklin kalian yang membaca tulisan ini pernah merasa kesemerawutan keadaan kita berkehidupan. Menjadi anggota masyarakat. Apalagi kalian yang bekerja setiap hari dari pagi sampai malam hari. Ah... mungkin angka-angka dalam kertas atau dalam layar m-banking sudah menyetop rasa gelisah dalam otak kita  agar bertanya. Tidak cukup hanya makan dan menjadi kaya. Jika anda tidak puas dengan yang dilakukan maka tanyalah dirimu. Siapa kamu? siapa aku? atau apa aku? dan siapa kamu?. Lalu jika aku adalah apa? maka aku harus apa? Bagaimana caranya? Di mana sebaiknya? Sudah benarkah? Masih bolehkah? Bisakah? Dan seterusnya..


Berangkat dari limitasi diri. Maka setiap yang bernyawa berhak bertanya-tanya prihal isi dalam tubuhnya itu. Bagaimana nyawa bisa berada dalam tubuh. Mungkin tidak dapat terjawab oleh kajian filsafat, jika pemaparannya terbatas ada (terlihat). Bagaimana nyawa terlihat? Yang terlihat hanya gerak dan laku manusia. Penulis berpikir mengapa manusia diciptakan. Kebosanan-kebosanan tentang keadaan kebanyakan manusia yang materialistis. Segalanya bergantung kebendaan. Dan kebanyakan manusia-manusia di sekitar yang mengejar kekayaan sampai mengorbankan pikirannya yang akhirnya hanya berputar monoton  dalam tindak kerja sehari-hari. Lalu jika kaya raya...memang akan mudah membeli sesuatu yang enak-enak. Tapi itu jika sempat menikmati hari-hari libur. Atau jika ada kesempatan menikmati masa tua. Bagaimana jika tidak sempat? Tapi bukan berarti penulis mengajak untuk tidak bekerja atau tidak mengejar harta benda..lho..Penulis hanya merasa hal-hal tersebut bukan inti dari kita berkehidupan. Dan kalaupun itu menjadi inti...sekiranya sangat dirasa tidak cukup hanya itu. Lalu apa? Mari kita cari sama-sama. Kita kenali diri kita. Dan temukan jawabannya.


Seorang sakit parah dan diprediksi akan mati menjadi objek penelitian. Dimasukan ke alat timbang dan pendeteksi reaksi. Orang itu memiliki bobot yang tidak berubah saat masih hidup dan saat tidak bernafas. 

maka dengan demikian tidak terjawabnya keberadaan “ruh” “nyawa” “jiwa” dan sinonim lainnya. Akan tetapi dalam keadaannya tidak bisa ditolak bahwa pada setiap raga di dalamnya ada nyawa. Karena dalam sebuah kematian tidak bisa diketahui kepastian ruang dan waktunya pada nyawa. Proses lepasnya nyawa tidak dapat dilihat, diukur, atau ditimbang sekalipun.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline