Lihat ke Halaman Asli

salman imaduddin

Komunitas Ranggon Sastra

Pagar Pembatas

Diperbarui: 20 Oktober 2020   00:53

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

saat itu, sinarnya berduka, namun masih setia memantikan api di setiap langkah yang memukul tanah
matanya berkabung penuh dengki dan kecewa entah dengan cara apa;
mereka berteriak di depan pagar ratapan yang menjadi batasan dengan pengayom bayaran bersenjata lengkap.
mata pengayom yang terjaga menentang kawan dan tetangganya yang siap mati berdiri di hadapannya

sementara itu juga, bertopi langit bersandal tanah menatap tajam menuntut nyawa!
bersenjata botol dan batu-batu keyakinan
menunjuk angin yang bergelimpangan  kabar-kabar pahit setiap harinya
melongok jauh di belakang para pengayom
di dalam kulkas berlistrikkan penderitaan tuannya, tersenyum
tuntutan telah menjelma alunan syahdu pengantar tidur

ya, telinga mereka hanya mendengar satu suara
suara yang mengenyangkan cacing-cacing diperutnya
suara yang menghibur setan-setan di kiri-kanannya. Setan-setan cekikikkan berpesta foya di gedung payudara negara komplotan anak bangsa dalam sejarah darah dan sampah sedang mandi-mandi dan pesta sex di panggung negeri agraris

dan masyarakat apatis sedang menikmati pertunjukan gratis. televisi, internet dan sampah pelastik lainnya berebut tahta di setiap kepala




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline