LATAR BELAKANG
Pada saat Perang Pasifik berlangsung tepatnya pada tahun 1937-1945, Sekutu membagi daerah Indonesia menjadi dua daerah operasi yaitu South East Asia Command ( SEAC) yang dipimpin oleh Laksamana Lord Louis Moubattan yang meliputi wilayah Sumatra, dan South West Pacific command (SWPC) yang dipimpin oleh Jenderal Mac Arthur yang mencakup wilayah Jawa dan Indonesia bagian timur. Namun, daerah operasi itu mengalami perubahan setelah berakhirnya Perang Dunia 2 di Eropa yang ditandai dengan menyerahnya Jerman pada bulan Mei 1945.
Pada bulan Juli tahun 1945 terjadi konferensi gabungan kepala staf Sekutu di Postdam, yang membahas mengenai wilayah Indonesia yang dijadikan sebagai sebagai daerah operasi SEAC. Daerah yang menjadi tanggung jawab SEAC meliputi Pulau Burma (Myanmar), Thailand, Indo-Cina, dan Semenanjung Tanah Melayu. Untuk Indonesia dibentuk komando khusus, yakni Allied Forces Netherlands East Indies (AFNEI) di bawah Komando Letnan Jendral Sir Philip Christison.AFNEI memiliki tugas sebagai berikut:
- Menerima penyerahan dari tangan Jepang
- Membebaskan tawanan perang dan interniran Sekutu
- Melucuti dan mengumpulkan orang Jepang untuk kemudian dipulangkan
- Menegakkan dan mempertahankan keadaan damai untuk kemudian diserahkan kepada pemerintah sipil
- Menghimpun keterangan tentang perang dan menuntut mereka di depan pengadilan sekutu.
Pasukan AFNEI tidak cukup banyak untuk memasuki seluruh Indonesia, wilayah yang diduduki hanya Jawa dan Sumatera, sehingga Indonesia bagian timur diserahkan kepada tanggung jawab pasukan Australia. Sebelum melakukan pendaratan, Sekutu terlebih dahulu mengirim Mayor Greenhalg untuk mempersiapkan markas besar sekutu di Jakarta pada tanggal 14 September 1945. 15 hari kemudian, tepatnya pada 29 September 1945, rombongan pertama yang diangkut dengan Kapal Cumberland yang dipimpin oleh Laksamana Muda W. R Patterson mendarat di Tanjung Priok Jakarta. Setelah itu, disusul pendaratan tempat tempat lain sampai akhir bulan Oktober seperti tiga kota pelabuhan utama di Jawa (Jakarta, Semarang, Surabaya) dan tiga kota pelabuhan utama di Sumatera ( Medan,Padang, Palembang). Setelah mendarat di kota pelabuhan tersebut, Sekutu kemudian bergerak ke kota pedalaman,antara lain ke Bandung dan Magelang untuk membebaskan para interniran dan menerima penyerahan Jepang.
PEMBAHASAN
A.Sikap Masyarakat Indonesia Terhadap Datang nya Sekutu
Kedatangan pasukan Sekutu disambut dengan sikap netral oleh pihak Indonesia. Apalagi ,dalam wawancara pers di Singapura tanggal 29 September 1945 Christison mengatakan bahwa tugas sekutu hanya untuk membebaskan tawanan perang dan interniran serta melucuti tentara Jepang. Sekutu tidak akan mencampuri urusan politik dan tidak akan menyingkirkan pemerintah RI, bahkan ia bermaksud mengadakan musyawarah dengan pemimpin Republik Indonesia. Oleh karena itu datangnya pasukan sekutu ini diterima dengan tangan terbuka oleh pejabat-pejabat Republik Indonesia.
Akan tetapi, setelah diketahui bahwa dalam pasukan Sekutu itu terdapat serdadu Belanda dan aparat Netherlands Indies Civil Administration (NICA) yang secara terang terangan ingin menegakkan kembali Pemerintah Hindia Belanda. Dengan adanya kebenaran ini , sikap Indonesia kemudian berubah menjadi curiga, bahkan memperlihatkan sikap bermusuhan. Situasi keamanan kemudian menjadi buruk sebab NICA mempersenjatai kembali anggota KNIL yang baru dibebaskan dari tawanan perang Jepang. Sementara itu, di kota-kota yang diduduki sekutu seperti Jakarta dan Bandung, anggota KNIL ini memancing kerusuhan dengan mengadakan provokasi bersenjata. Bahkan, di Jakarta mereka berusaha membunuh Perdana Menteri Sutan Syahrir dan Menteri Penerangan Amir Syarifudin. Selain itu, aksi teror yang dilakukan mereka memakai pakaian Sekutu. Hal inilah yang menyebabkan salah satunya menyebabkan pindah nya Presiden Soekarno dan Moh Hatta pindah ke Yogyakarta pada tanggal 4 Januari 1946 dan menjadikan Yogyakarta sebagai Ibukota Republik Indonesia sementara sampai akhir tahun 1949.
Dari adanya realita tersebut, pihak Indonesia menilai bahwa Sekutu melindungi kepentingan Belanda . Oleh karena itu, kehadiran mereka ditentang yang dengan sendirinya menimbulkan bentrokan bersenjata, bahkan terjadi pertempuran di beberapa kota di Indonesia seperti yang kita kenal dengan Pertempuran Surabaya, Pertempuran Ambarawa, Pertempuran Medan Area, Pertempuran Padang , Pertempuran Bandung (Bandung Lautan Api) dan lain sebagainya.
B. Diplomasi Sebagai Sarana Penyelesaian Konflik